1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Gencar Kampanye di TikTok, Akankah AfD Unggul di Pemilu UE?

Stephanie Höppner
5 Maret 2024

Warga Jerman berusia 16 dan 17 tahun akan bisa mencoblos di pemilihan Parlemen Eropa. Akankah AfD diuntungkan lewat kampanye TikTok?

https://p.dw.com/p/4d9C1
Ilustrasi remaja perempuan melihat telepon genggam
Tahun ini, generasi muda Jerman bisa mencoblos di pemilihan Parlemen Eropa untuk pertama kalinyaFoto: Robin Utrecht/picture alliance

Di Jerman, saat seseorang berusia 16 tahun akan ada banyak hak Istimewa yang mereka terima. Antara lain yakni hak membeli bir, mengendarai skuter, atau membeli telepon. Ada satu hak lagi yang akan segera dinikmati seseorang yang berusia 16 tahun.

Setelah perdebatan panjang di Jerman mengenai penurunan usia pemilih dalam pemilu Uni Eropa, anak-anak berusia 16 dan 17 tahun akan diizinkan untuk memberikan suara mereka untuk pertama kalinya. Ini juga berlaku bagi warga Belgia, Austria, Yunani, dan Malta.

Para pendidik dan organisasi nonpemerintah pun menganjurkan diadakannya lokakarya untuk mempersiapkan generasi muda Jerman menghadapi Pemilu Eropa. Yayasan Friedrich Ebert, yang berasosiasi dengan Partai Sosial Demokrat Jerman berhaluan kiri-tengah, menyebutnya sebagai "training up" khusus bagi generasi muda.

Dan itu adalah langkah yang masuk akal. Memang banyak pemilih muda cenderung tidak yakin mengenai siapa yang akan mereka pilih, dan apa pengaruh tanda x kecil di surat suara terhadap kehidupan mereka.

AfD berkampanye di TikTok

Namun, sebagian besar anak muda mungkin akan memprioritaskan platform media sosial dibandingkan yayasan untuk mendapatkan informasi.

Partai Alternatif untuk Jerman (AfD) yang berhaluan sayap kanan dan populis memanfaatkan ini dan  menargetkan pemilih muda dengan kampanye agresif di platform berbagi video TikTok.

Di sana, Maximilian Krah, ekstremis sayap kanan dan kandidat utama AfD dalam Pemilu Eropa,  menampilkan persona tidak hanya sebagai politisi, tetapi juga sebagai ahli kencan. Ia membagikan ‘nasihat cinta' kepada para lelaki muda. 

"Pria sejati itu sayap kanan, pria sejati punya cita-cita, pria sejati adalah patriot,” katanya dalam sebuah video yang sejauh ini telah ditonton lebih dari 1 juta kali. "Dengan begitu kamu akan mendapatkan pacar.”

Dalam video lain, ia mengatakan kepada audiens bahwa "ibumu akan menjadi miskin ketika dia tua," atau bahwa "pemerintah membencimu."

Video Krah seolah ‘menampol' banyak orang. Analisis konsultan politik Johannes Hillje, yang diberikan kepada lembaga penyiaran publik ZDF Jerman, menemukan bahwa video TikTok yang diposting oleh faksi parlemen AfD menjangkau sekitar 10 kali lebih banyak penonton dibandingkan video yang diposting oleh partai lain. Dan akun milik perwakilan AfD lokal dan influencer sayap kanan juga menjajakan konten serupa.

Partai politik lain tertinggal jauh

"Masih jadi misteri bagi saya mengapa pihak lain tidak banyak melakukan sesuatu," kata Klaus Hurrelmann, pakar pendidikan, kepada DW. "Generasi muda ini tumbuh secara online, berkomunikasi secara eksklusif melalui saluran digital, dan pada dasarnya hanya menerima informasi politik di kanal-kanal ini."

Salah satu alasan mengapa TikTok begitu sukses adalah cara algoritmanya beroperasi. Partai-partai politik lain di Jerman tampaknya tertinggal jauh dalam perlombaan untuk mendapatkan perhatian online. Tidak jelas juga apakah mereka akan mampu mengejar kesenjangan tersebut.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

"Pesan-pesan mereka (AfD) sebagian besar sederhana dan emosional, dan sering kali sangat diringkas dan menyesatkan," menurut para penulis Watchblog dalam menggambarkan konten media sosial AfD. "Dengan kata lain, pesan-pesan ini sangat cocok dengan logika pengoperasian media sosial."

COVID, krisis iklim pengaruhi pemilih muda

Hurrelmann mengatakan dia tidak terkejut AfD meraih kesuksesan menggaet simpati generasi muda. Ia percaya bahwa para pemilih pemula merasa tidak aman. Penutupan sekolah dan lockdown saat pandemi COVID-19 telah sangat mengguncang generasi muda, jelasnya.

"Ini adalah momen penting bagi banyak remaja, tepat setelah pubertas pada usia 12 atau 13 tahun, mereka menyadari bahwa tidak lagi bisa mengendalikan hidup mereka," katanya.

Kaum muda juga cemas akan krisis iklim, berkurangnya ruang hidup, dan menghadapi risiko kemiskinan di usia tua, tambah Hurrelmann. "Itu sangat cocok untuk partai seperti AfD," katanya, "karena partai ini bisa menunjukkan bahwa pemerintah sejauh ini gagal mengatasi permasalahan ini."

Dampak dari postingan AfD di media sosial terlihat jelas pada musim gugur 2023, setelah pemilu di negara bagian Hessen di bagian barat. Di sana, AfD menduduki peringkat kedua di antara pemilih muda berusia antara 18 dan 24 tahun.

Generasi yang terpecah

Hasil ini kemungkinan besar didorong oleh para pemilih dari golongan laki-laki muda. "Jika Anda melihat AfD, kasusnya jelas: Ini adalah partai yang didominasi oleh laki-laki. Sebagian besar dipilih dan didukung oleh laki-laki, dan hal yang sama berlaku untuk laki-laki muda," kata Hurrelmann.

Daya tarik yang dimiliki partai-partai sayap kanan terhadap laki-laki bukanlah hanya fenomena di Jerman. Penelitian menunjukkan bahwa di seluruh dunia, pandangan politik antara laki-laki dan perempuan Gen Z semakin terpecah.

Analisis surat kabar Financial Times menemukan bahwa laki-laki muda cenderung tidak berubah, atau tertarik kepada konservatisme politik, sementara perempuan muda lebih progresif.

Hurrelmann juga yakin AfD punya peluang bagus dalam pemilu Eropa mendatang.

"Anak muda memilih berdasarkan topik. Di sini, partai seperti AfD punya peluang bagus," ujarnya. "Kaum muda tidak terlalu peduli apakah topiknya berhubungan dengan Eropa atau tidak."

(ae/hp)