1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Antara Seni dan Kriminalitas

Andreas Grigo4 Juni 2015

Seni atau vandalisme? Objek pertikaian sengit antara pemilik bangunan dan pembuat grafiti. Seorang seniman di Bonn upayakan pengertian antara kedua pihak.

https://p.dw.com/p/197rc
Auf dem Bild: Closeup Graffiti-Wand nahe dem Haus der Jugend in Bonn, editiert (13.07.2013) Copyright: Andreas Grigo / DW
Foto: DW/A.Grigo

Bonn punya masalah dengan semprotan grafiti ilegal pada dinding rumah, terowongan, kotak-kotak listrik di pinggir jalan, kereta api dllnya. Karya grafiti ini berupa bentuk tertentu atau tulisan-tulisan. Setiap tahun kota Bonn mengeluarkan sekitar 90.000 Euro untuk menghapuskan grafiti ilegal itu, kata Siegfried Hoss, petugas kotamadya yang bertanggung jawab atas grafiti. Dia sekarang memimpin pekan anti grafiti ilegal di kota ini. "Ini adalah tindak pidana, perusakan barang milik orang lain," tegasnya.

Kerusakan Capai Jutaan Euro

Hoss menyebut sasaran yang disukai: kotak-kotak surat milik pos, kotak telekom dan perusahaan lainnya. Hukuman bagi pembuat grafiti diperkirakan antara 200 sampai 300 Euro untuk membersihkan grafitinya dari sebuah kotak listrik. Bagi yang tidak punya uang, harus membayarnya dengan kerja sosial. "Ini sudah pernah kami alami. Si pelaku harus ikut membersihkan grafitinya."

Aksi anti grafiti ilegal ini digelar dalam kerja sama antara kotamadya, kepolisian dan Jawatan Kereta Api serta organisasi lokal lainnya. Kerugian akibat grafiti di seluruh Jerman mencapai 200 juta Euro.

Legal: Kerap Lebih Indah dan Lebih Tahan

Pada sebuah dinding terowongan untuk pejalan kaki di Bonn terpampang wajah komponis ternama kelahiran kota ini, Ludwig van Beethoven, dalam gaya potret klasik. Karya grafiti dari semprotan kaleng ini dibuat atas pesan kota Bonn.

Latar belakang yang gelap dan warna yang tegas membuat karya grafiti itu memukau. Pelukisnya, Benjamin Sobala mengatakan, grafiti "pesanan" dapat membuat lokasi tersebut bebas dari karya grafiti lainnya. Contoh lainnya adalah grafiti di dekat stasiun kota yang dibuat tiga tahun lalu dan sampai kini bersih dari coreng-moreng, tambah Sobala.

Köln Punya Lebih Banyak Kemungkinan

Sobala adalah seniman grafiti dan ditugaskan kota Bonn untuk merukunkan hubungan pembuat grafiti dan komunitas. Dalam berbagai workshop dia menjelaskan tentang kemungkinan bagi seni grafiti. Namun ia juga mengkritik kota Bonn. "Köln mempunyai jauh lebih banyak lokasi bagi grafiti legal. Banyak di antaranya disediakan oleh pemilik bangunan komersial. Sayang Bonn tidak demikian." Justru di sini ada kemungkinan untuk mengurangi grafiti ilegal, tambahnya.

Namun Bonn tidak yakin akan penyelesaian semacam itu. Karena satu saat lokasi akan habis terpakai, kata Hoss. Dan penyemprot akan mulai melakukan tindakan terlarang. Sementara Sobala menganjurkan untuk membeli semprotan anti grafiti baru yang 50 kali lebih efektif dari yang sebelumnya.

Burka, Koruptor dan Pisang

Motivasi pembuat grafiti ilegal beragam, dari vadalisme sampai ke pemikiran politik. Bila yang dinamakan "tags" bagi seniman grafiti hanya corengan, terdapat sekian banyak karya yang statusnya lebih jelas, Misalnya grafiti pisang oleh seniman Jerman, Thomas Baumgärtel yang menghiasi sekitar 4000 dinding rumah dan galeri.

Di Leipzig, karya Blek le Rats "Madonna mit Kind" bahkan menjalani restorasi dan kini merupakan karya seni yang dilindungi. Di Afghanistan, seniman Shamisa Hassani memerangi penindasan kaum perempuan melalui grafiti burka birunya. Dan di Nairobi, aktivis grafiti menyemproti rumah-rumah tersangka koruptor.

Bagi Benjamin Sobala, ini saja sudah merupakan alasan untuk menyebut grafiti sebagai seni. Namun dirinya ingin mengupayakan agar orang dapat melukis secara legal, karena sebagai pemilik bangunan dia tahu, bagaimana rasanya kalau harus membersihkan dinding rumahnya sendiri dari grafiti.