1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hakim "Lelucon Perkosaan" Hadapi Pengadilan Etik

Christa Saloh-Foerster (afp/dpa)21 Januari 2013

Calon Hakim Agung Daming Sanusi yang mengeluarkan pernyataan kontroversial dengan melecehkan korban pemerkosaan, akan dipanggil oleh Komisi Yudisial dan akan diseret ke pengadilan etik.

https://p.dw.com/p/17O5x
PICTURE POSED BY MODEL. A rape victim waits to be seen by the doctor in the medical room at a specialist rape clinic in Kent. (31.01.2007). Foto: Gareth Fuller +++(c) dpa - Report+++
Foto: picture-alliance/dpa

Keterangan resmi menyangkut rencana hukuman etik itu dikeluarkan hari Senin (21/01) setelah Komisi Yudisial menyarankan pemecatan Daming Sanusi. Dalam uji kepatutan dan kelayakan calon hakim agung di depan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Senin, 14 Januari 2013, Daming mengemukakan komentarnya yang kontroversial itu.

Komisi yang mengawasi perilaku dan profesionalisme para hakim hari Jumat memutuskan bahwa pernyataan Daming Sanusi itu memalukan. Demikian diungkapkan jurubicara Komisi Yudisial, Asep Rahmat Fajar kepada AFP.

"Komisi mewawancarainya pekan lalu. Dan kami memutuskan, dia telah melanggar kode etik yudisial dan kehormatan perilaku hakim," tambah dia.

Sanksi Berat

"Kami menyarankan sanksi yang berat agar dia dipecat dari jabatannya sebagai hakim. Daming Sanusi sekarang akan menghadapi pengadilan etik, di mana dia memiliki peluang untuk mengajukan pembelaan diri," ujar Asep Rahmat Fajar yang selanjutnya mengatakan, pengadilan akan digelar "secepat mungkin."

Daming Sanusi mengeluarkan komentar kontroversial itu saat menjawab pertanyaan, apakah hukuman mati sebaiknya diterapkan dalam kasus pemerkosaan yang terbukti. Ia menjawab bahwa hukuman mati sebaiknya tidak diterapkan karena "jangan-jangan pemerkosa dan yang diperkosa sama-sama menikmati." Pernyataan itu memicu protes keras di lingkungan hukum dan organisasi-organisasi HAM yang menuntut pemecatan Sanusi.

Sanusi kemudian meminta maaf dan menegaskan bahwa dia hanya mencoba untuk meringankan ketegangan yang terasa dalam wawancaranya itu. Komisi Etik DPR juga mempertimbangkan untuk memeriksa para anggota legislatif yang dilaporkan tertawa saat Sanusi mengeluarkan komentarnya. Demikian dilaporkan harian Jakarta Globe.

"Ini terkait citra parlemen", ujar anggota Komisi Etik, Alimin Abdullah kepada Jakarta Globe. "Uji kepatutan dan kelayakan calon Hakim Agung itu bukan pertunjukan komedi," tambahnya.


CSF/AS (afp/dpa)