1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hamas dan Fatah Berniat Rujuk

14 Oktober 2009

Setelah tarik ulur selama berbulan-bulan, nampak pertanda akan tercapai perujukan antara Fatah dan Hamas bulan ini juga. Juru runding dari AS George Mitchell tidak mendukung pendekatan itu.

https://p.dw.com/p/K5vi
Gambar Symbol perseteruan Hamas FatahFoto: AP Graphics/DW

Sejak terjadinya Perang Gaza pemerintah Mesir terus mengupayakan perujukan antara Hamas dan Fatah, kedua kelompok yang bermusuhan di Palestina. Hamas menguasai Gaza, sedangkan Fatah mengisi mayoritas jabatan menteri di Tepi Barat Yordan. Mesir menginginkan agar kedua pihak menandatangani kesepakatan perujukan bulan ini juga.

Inti dari kesepakatan itu adalah diselenggarakannya pemilu baru, yang kemungkinan dapat dijadwalkan tanggal 28 Juni tahun 20010 depan. Sebuah komite bersama antara Hamas dan Fatah akan mempersiapkan pemilu tersebut. Wakil menteri luar negeri pemerintahan Hamas di Jalur Gaza, Ahmed Yussef,, menjelaskan: "Akan ada semacam kelompok pengayom yang mengawasi kinerja kedua pemerintahan dan mempersiapkan pemilu mendatang, mungkin bulan Juni 2010. Itu adalah pemilihan presiden, parlemen, Dewan Konstitusi dan Dewan Nasional Palestina."

Berdasarkan konsep dari Mesir, akan dibentuk komite campuran dengan wakil-wakil semua partai di Palestina. Komite itu akan mengontrol Jalur Gaza. Lebih dari itu pasukan keamanan Fatah akan diikutsertakan dalam tugas pengawasan polisi dan militer di Jalur Gaza. Pimpinan politbiro Hamas yang tinggal di Damaskus, Khaled Mashal, dalam kunjungannya di Kairo menyambut baik perjanjian yang direncanakan itu. Tetapi kemudian muncul lagi sengketa mengenai sikap Palestina terkait laporan Goldstone tentang Perang Gaza.

Fatah meragukan apakah Hamas benar-benar mau berbagi kekuasaan di Gaza. Ayman Al Mosaddar dari Fatah di Gaza punya pengalaman buruk dengan kelompok radikal Islam. Dikatakannya: "Kami mendengar pernyataan Mashal di Kairo dan menganggapnya serius. Tetapi kami sangat berhati-hati menanggapinya, karena pernyataan Hamas serupa itu sudah sering kami dengar di masa lalu."

Bukan hanya sayap militer Hamas yang menguatirkan kehilangan kekuasaan, sehingga mencoba untuk mencegah perujukan dengan Fatah yang dibenci.

Utusan khusus Amerika Serikat untuk Timur Tengah George Mitchell juga menyatakan kepada pemerintah Mesir, bahwa AS tidak mendukung perjanjian perujukan itu. Alasannya, kesepakatan tersebut menggerogoti perundingan perdamaian yang direncanakan antara Pemerintahan Otonomi Palestina dengan Israel.

Kepada kepala dinas rahasia Mesir, Omar Suleiman, Mitchell mengemukakan bahwa perjanjian perujukan itu tidak sejalan dengan prinsip-prinsip yang dianut Kuartet Timur Tengah, yaitu AS, Rusia, PBB dan Uni Eropa. Mitchell menghendaki agar semua kelompok Palestina mengakui eksistensi negara Israel. Selain itu mereka harus berpaling dari terorisme dan menerima semua perjanjian yang sudah terjalin antara Israel dan Palestina.

Mitchell terutama berkepentingan untuk menggerakkan kembali perundingan perdamaian antara Israel dan pemerintahan otonomi Palestina. Bila pemerintah Palestina di Ramallah bekerja sama lagi dengan Hamas, maka Israel akan langsung memutuskan kontak dengan pemerintahan otonomi Palestina. Dengan segala upaya, Mitchell hendak mencegah hal itu. Dia yakin, saat ini bukanlah waktu yang tepat bagi perujukan antar Palestina.

Sebastian Engelbrecht / Dewi Gunawan-Ladener
Editor: Hendra Pasuhuk