1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hari Oranye Lindungi Perempuan dari Kekerasan

25 November 2014

Jutaan perempuan di seluruh dunia hingga kini tetap menghadapi diskriminasi gender dan aksi kekerasan yang tidak terbatas pada budaya tertentu, agama, negara atau kelompok etnis.

https://p.dw.com/p/1DsgJ
Symbolbild Gewalt gegen Frauen
Foto: Fotolia/Miriam Dörr

Tingkat kekerasan fisik maupun seksual terhadap perempuan, menurut laporan yayasan pemberdayaan perempuan PBB hingga hari ini masih tetap tinggi. Di sejumlah negara bahkan sekitar 70 persen perempuan paling tidak pernah satu kali mengalami aksi kekerasan ini. Juga dilaporkan kasus kekerasan dalam rumah tangga KDRT angkanya tetap memprihatinkan.

Menimbang tetap maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan, PBB sejak tahun 2008 menetapkan "Hari Oranye" setiap tanggal 25 November, untuk mengingatkan akan hak-hak perempuan sesuai pasal 1 traktat hak asasi manusia universal, bahwa semua orang dilahirkan dengan memiliki hak dan martabat yang sama. Selama lebih dua minggu hingga 10 Desember digelar kampanye dan aksi penyuluhan untuk memperjuangkan kesetaraan hak perempuan.

Namun hingga kini, di banyak negara perempuan tetap tersisih, didiskriminasi, terancam bahaya dan menjadi warga negara kelas dua. Bahkan di Eropa yang menyatakan diri menjunjung tinggi hak asasi, setiap tahunnya tercatat 350.000 kasus kekerasan terhadap perempuan, mulai dari penganiayaan, pelecehan seksual hingga pembunuhan.

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan misalnya adalah kepala negara yang paling kontroversial terkait hak-hak perempuan, Secara terbuka Senin (24/11/14) ia menyebutkan perempuan tidak bisa diperlakukan setara dengan lelaki." Karena ini melanggar hukum alam. Karena karakter, kebiasaan dan fisiknya juga beda," ujar Erdogan.

Perdagangan manusia dan mutilasi

Jika presiden Turki secara terbuka menyatakan sikap anti kesetaraan hak perempuan, di banyak negara hal itu dipraktekan secara diam-diam dalam kehidupan sehari-hari. Walau digembar gemborkan lewat propaganda politik, jumlah perdagangan perempuan, pelacuran paksa, pelecehan seksual serta mutilasi alat kelamin perempuan tetap marak.

PBB melaporkan, sedikitnya 140 juta perempuan di seluruh dunia mengalami mutliasi alat kelamin. Karena itu organisasi hak asasi manusia Terre des Femmes mengambil fokus mutilasi dalam kampanye mereka.

Sementara perdagangan manusia, terutama "trafficking" perempuan, volumenya dari tahun ke tahun terus meningkat. PBB mencatat tahun lalu saja lebih dari 2,4 juta perempuan menjadi korban "pedagangan manusia", kebanyakan dijual ke lokalisasi untuk dipaksa jadi pelacur.

Kondisi memprihatinkan perempuan terutama terjadi di kawasan perang dan konflik bersenjata lainnya. Di kawasan konflik Suriah dan Irak, milisi Islamic State dilaporkan menjadikan ratusan perempuan sebagai budak seks. Sementara di kawasan perang saudara Kongo dan Ruanda di Afrika, lebih 500.000 perempuan jadi korban kekerasan seksual saat perang berkecamuk.

Dengan aksi Hari Oranye, PBB berharap pemberdayaan, kesetaraan gender dan kondisi perempuan di banyak negara akan semakin membaik. Namun diakui kampanye dan penyuluhan tidak mudah, karena tema diskriminasi perempuan telah mengakar selama berabad di seluruh dunia.

as/yf(rtr,dpa,afp)