1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hari Pertama Pemilu Berlangsung Damai

28 November 2011

Hanya sepekan setelah bentrokan berdarah antara oposisi dengan militer Mesir, hari pertama pemilu parlemen berlangsung bebas dari kekerasan.

https://p.dw.com/p/13II7
Warga Mesir dengan brosur salah satu partai peserta pemiluFoto: dapd

Meskipun demonstrasi menentang militer terus berlangsung, Senin (28/11), Mesir melaksanakan pemilu parlemen pertama sejak penggulingan Presiden Hosni Mubarak pada bulan Februari lalu. Di Kairo dan kota-kota lainnya, tempat pemungutan suara, yang dibuka pada pagi hari, terlihat antrian panjang para pemilih.

Tahapan Pemilu

Wahlen in Ägypten
Antrian di salah satu TPS di Kairo, Senin (28/11)Foto: dapd

Pemungutan suara berlangsung dalam beberapa tahap. Dalam putaran pertama, para pemilih di Kairo, Alexandria dan tujuh provinsi lainnya berkesempatan untuk memberikan suaranya. Sementara suara dari 18 provinsi lainnya baru akan diambil pada bulan Desember depan. Untuk pertama kalinya, warga Mesir di luar negeri dapat turut dalam pemilu.

Setelah dua hari pemilihan tahap pertama untuk anggota majelis rendah, kota-kota dan wilayah lainnya akan membuka tempat pemungutan suara 14 Desember dan 3 Januari mendatang. Setelah itu, putaran selanjutnya pemilu akan dimulai 29 Januari untuk pemilihan majelis tinggi. Pemilihan presiden Mesir akan digelar selambat-lambatnya akhir Juni 2012.

Dalam pemilu kali ini diharapkan 50 juta warga Mesir pemilik hak pilih akan memberikan suara mereka. Pemilu pertama sejak jatuhnya Mubarak ini diikuti oleh lebih dari 6.000 kandidat dan lebih dari 400 partai. Dua pertiga dari kursi di parlemen akan diisi oleh kandidat dari partai. Sementara sisa kursi akan diduduki oleh kandidat yang dipilih secara langsung. Tugas utama dari parlemen adalah, menentukan satu komite beranggotakan 100 orang untuk membuat rancangan konstitusi baru Mesir.

Kebanyakan partai politik yang turut pemilu belum dikenal warga. Para pengritik mengkhawatrikan, hanya partai politik yang sudah terkenal sajalah, seperti Ikhwanul Muslimin atau partai-partai dari lingkungan Mubarak, yang berkesempatan besar memenangkan pemilu. Namun karena tidak ada jajak pendapat yang dapat diandalkan, pemilu di Mesir menjadi sangat sulit diramalkan.

Peringatan Pemerintah

Ägypten Demonstration Tahir Platz November 2011
Demonstri di Lapangan Tahrir dengan spanduk raksasa bertuliskan "Kita tidak akan meninggalkan hak-hak para martir"Foto: dapd

Persiapan dan kampanye pemilu diwarnai dengan protes terhadap Dewan Militer Mesir. Terutama di Lapangan Tahrir Kairo, pekan lalu terjadi bentrokan antara demonstran dan pasukan keamanan. Walaupun aksi kerusuhan sampai saat ini sedikitnya telah merenggut 40 jiwa, Dewan Militer menolak untuk menunda pelaksanaan pemilu.

Ketua Dewan Militer Hussein Tantawi memperingatkan, “Pemerintah tidak akan membiarkan para perusuh mengganggu jalannya pemilu.“ Lebih lanjut Tantawi menyerukan kepada warga Mesir untuk pergi ke TPS. “Mesir berada dalam persimpangan jalan: kita bisa bergerak maju dalam bidang ekonomi, politik dan masyarakat atau kita akan menghadapi konsekuensi yang sangat serius. Dan ini tidak akan kita biarkan.”

Namun demikian, ribuan demonstran tidak mengindahkan seruan Tantawi dan tetap berkumpul di Kairo, Minggu (27/11), menggelar reli massa menentang Dewan Militer. Para demonstran menyatakan, mereka baru akan meninggalkan Lapangan Tahrir jika pemerintahan militer meletakkan kekuasaan dan menyerahkannya pada pemenang Nobel Perdamaian dan kandidat presiden Mohammed el Baradei. Hari Sabtu (26/11), el Baradei menawarkan diri untuk menjadi perdana menteri pemerintahan transisi untuk memimpin negara ini keluar dari krisis politik saat ini.

Ägypten Wahl Wahlen 2011 Feldmarschall Hussein Tantawi
Hussein TantawiFoto: picture alliance/dpa

Pengamat Pemilu

Partai politik yang paling berpengaruh di Mesir, Ikhwanul Muslimin, yang kali ini tidak ikut serta dalam demonstrasi, menyerukan kepada warga Mesir untuk ambil bagian dalam pemilu. Juga beberapa partai Islam lainnya menentang pengunduran jadwal pemilu, karena saat ini mereka memiliki kesempatan lebih baik. Dan diramalkan, partai-partai Islam akan memenangkan suara mayoritas di parlemen.

Pemerintah Mesir telah memutuskan untuk tidak mengizinkan pengamat pemilu internasional mengawasi jalannya pemilu. Mesir adalah negara yang bisa mengurus sendiri pemilu, dikatakan pihak militer.

“Ini setidakanya akan menjadi pemilu yang paling demokstaris dalam beberapa puluh tahun terakhir. Masalahnya terutama bukan terletak pada pemungutan itu sendiri akan tetapi lebih pada pengorganisasiaan yang dilakukan sampai hari pemilu.“ Dikatakan Andreas Jacobs dari Yayasan Konrad-Adenauer di Kairo. Andreas Jacobs menambahkan, “Banyak pemilik hak suara dapat dibujuk untuk memilih partai tertentu hanya dengan imbalan nasi, sedikit daging dan Pepsi. Di beberapa wilayah, suara dapat dibeli seharga hanya 50 pound Mesir (Rp. 80 ribu).“

Yuniman Farid/rtr/dpa/dap/afp Editor: Hendra Pasuhuk