1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Siapakah Hillary?

27 Oktober 2016

Walaupun sudah jadi figur publik selama 30 tahun, banyak yang belum mengenal Hillary Clinton secara lebih dalam. Penulis biografi mantan ibunegara ini mengamini, ia rumit, bertolak belakang, tapi rasional.

https://p.dw.com/p/2RjPm
USA Pittsburgh Hillary Clinton And Tim Kaine Campaign Together In Pennsylvania
Foto: Getty Images/J. Sullivan

Hillary Clinton bisa dianggap tidak transparan, bahkan mendua, oleh banyak orang Amerika. Tetapi di antara para penulis biografinya ada konsensus mengenai bagaimana sosok mantan ibunegara dan menteri luar negeri AS ini sebenarnya.

Pekerja keras, berambisi, berkemauan keras, didukung dua kubu, analitis, moderat, metodis, konservatif dan kadang sombong. Itulah kata-kata yang sering digunakan jika para penulis biografi ditanya pendapat mereka. Karen Blumenthal, penulis biografi Clinton yang ditujukan bagi anak muda bahkan menyebutnya "kutu buku" seperti murid sekolah,, yang bisa dikategorikan kekuatan atau kelemahan.

"Ia tidak karismatis seperti suaminya atau Barack Obama," kata Blumenthal menambahkan, Hillary Clinton seperti orang yang kita inginkan sebagai tetangga, tetapi orang Amerika menganggap karakter seperti itu membosankan.

Richard Kreitner punya pendapat hampir sama tentang Clinton. Tidak banyak orang beranggapan ia seorang calon modern dari Partai Demokrat. Di lain pihak ia terpilih sebagai perempuan AS yang paling dikagumi sebanyak 20 kali. Kreitner berpendapat, orang AS suka sosok yang bekerja dan berkemauan keras. Orang AS mengagumi Hillary Clinton tapi tidak menginginkannya sebagai presiden.

Sebenarnya konservatif

Banyak orang mengkritiknya sebagai "liberal", tapi Hillary Clinton memulai karir di Partai Republik, dan itu masih tampak pada kepribadiannya. Ia sangat konsenservatif dalam metode pemikiran serta pilihan gaya hidup. Demikian dikatakan James D. Boys, penulis biografi Clinton yang berasal dari Inggris.

Itu bisa dianggap kualitas bagus dalam lingkup politik berbeda. Tapi kemampuan Hillary Clinton untuk bersikap moderat dan kesediaannya untuk berkompromi bisa berdampak positif maupun negatif.

USA North Carolina Raleigh Wahlkampf Präsidentenwahl Hillary Clinton
Hillary Clinton saat berkampanye di North Carolina (23/10/2016)Foto: Getty Images/J. Sullivan

Keyakinan dan kebijakan dalam politik

Ketiga penulis biografinya sependapat, ada isu-isu di mana komitmen Clinton tampak jelas. Misalnya: proteksi anak, hak perempuan, hak asuransi kesehatan, keadilan sosial, dan politik luar negeri yang rasional. Tapi Kreitner berpendapat, mantan ibu negara, Senator dari New York dan Menteri Luar Negeri itu bisa jadi lunak, jika menguntungkan karirnya.

Kreitner berpendapat, "Clinton bisa mendukung perang di Irak, jika itu tampak menguntungkan dari segi politik." Lebih jauh ia mengatakan, Hillary Clinton bisa digunakan untuk sesuatu yang buruk atau yang baik, tergantung siapa yang sedang berkuasa.

Sementara Blumenthal mengemukakan, Clinton mendapat pujian baik dari kubu Demokrat maupun Republik untuk pekerjaannya dalam Senat. Di sisi lain, agenda politik Clinton kadang tidak jelas.

Figur publik vs perempuan introver?

Berbeda dengan Bill Clinton, Barack Obama atau bahkan saingannya Donald Trump, Hillary Clinton tidak pernah tampak santai sepenuhnya di depan publik. Ia tampak sangat melindungi keluarganya, seperti misalnya ketika ia membela suaminya, Bill Clinton, saat didera skandal seksual di tahun 1990-an.

Tapi itu menimbulkan kesan, ia menyembunyikan sesuatu. Pasangan Clinton beberapa kali dituduh terlibat kesepakatan bisnis yang tersamar. Hillary sendiri "kepergok" punya server e-mail pribadi ketika jadi Menteri Luar Negeri. Boys menekankan, "Prinsip Clinton adalah: lebih baik tertangkap daripada minta ijin."

Blumenthal berpendapat, keinginannya untuk punya ruang privasi menyebabkan Hillary Clinton kadang mengambil langkah salah. "Ia sangat cerdas, tapi ia juga melakukan beberapa hal bodoh," kata Blumenthal. Masalah e-mail Clinton termasuk dalam upayanya menyelubungi sebagian hidupnya dari pandangan publik, demikian pendapat Blumenthal.

Hillary Clinton mit Handy
Hillary Clinton ketika jadi Menteri Luar Negeri (18/10/2011)Foto: Reuters/K. Lamarque

Sebaliknya Kreitner berpendapat, Clinton punya kesombongan, setelah berkuasa begitu lama. Skandal e-mail menunjukkan bahwa bagi Clinton ada peraturan yang tidak berlaku baginya.

Masalah kepribadian

Apapun kesalahan yang dilakukan Hillary Clinton dan skandal yang disebabkannya sendiri, jika pemilihan presiden adalah soal pengalaman dalam kepemimpinan politik, Clinton unggul. Walaupun banyak orang AS merasa tidak bisa mempercayai Clinton, mereka jelas punya ide jelas apa yang akan mereka peroleh jika Clinton jadi presiden.

Boys berpendapat, Hillary Clinton menghadapi tantangan untuk membentuk citra sebagai perempuan dalam politik dunia yang didominasi pria. Oleh sebab itu, ia tidak bisa dibilang pasti menang sejak awal, meskipun saingannya jauh lebih buruk. Menurut Boys Clinton tidak punya "soft skill" yang membuat Obamya disukai orang.

Tapi apapun kekurangan Clinton, ia layak diperhitungkan untuk menduduki posisi paling kuat dalam politik dunia. Blumenthal berpendapat, kurangnya citra karismatis Hillary Clinton bisa membuatnya presiden yang lebih sukses.

Penulis: Jefferson Chase (ml/as)