1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Hukum dan Pengadilan

Iklankan Aborsi, 2 Dokter Jerman Dihadapkan ke Pengadilan

Rebbeca Staudenmaier
30 Agustus 2018

Dua dokter kandungan di Jerman diadili karena di internet mencantumkan aborsi sebagai salah satu layanan medis praktik mereka. Keduanya bisa dihukum sanksi penjara sampai dua tahun.

https://p.dw.com/p/342Vu
Deutschland Prozess gegen Frauenärztinnen Natascha Nicklaus und Nora Szasz
Foto: picture-alliance/dpa/S. Pförtner

Puluhan pemrotes berkumpul di luar pengadilan di kota Kassel, Jerman, hari Rabu (29/8) ketika persidangan di gelar. Yang jadi terdakwa dua dokter kandungan: Natascha Nicklaus dan Nora Szasz (foto artikel). Mereka dituduh telah menawarkan jasa aborsi di situs onlinenya.

Menurut KUHP Jerman Pasal 219a, barangsiapa yang secara publik "menawarkan, mengumumkan atau mengiklankan" layanan aborsi akan menghadapi sanksi dua tahun penjara atau denda. Undang-undang itu lebih lanjut menyatakan bahwa sanksi ini terutama ditujukan bagi mereka yang melakukan aborsi karena hal itu "menguntungkan secara finansial".

Namun kedua dokter perempuan iu dalam persidangan mengatakan, mereka memberi informasi itu di situs internetnya agar dapat secara akurat menggambarkan layanan yang mereka tawarkan dan juga memberi ibu hamil akses pada informasi dan opsi-opsi yang mungkin.

"Tidak ada alasan untuk menyembunyikan fakta bahwa kami melakukan aborsi," kata Nora Szasz kepada radio lokal Hessenschau. Dia menambahkan, mereka ingin agar "perempuan yang tidak sengaja hamil dan dalam situasi darurat dapat menerima informasi dengan cepat."

Weibliche Genitalverstümmelung in Deutschland - Untersuchungsstuhl
Pasal 219a KUHP Jerman melarang dokter mengumumkan layanan aborsi secara publikFoto: picture alliance/dpa/W. Kastl

Pembela menyatakan UU tidak konstitusional

Knuth Pfeiffer, pengacara kedua dokter mengatakan kepada pengadilan, kliennya harus dibebaskan dari semua tuduhan. Dia beralasan bahwa Pasal 219a tidak konstitusional. Undang-undang itu melanggar hak pasien atas kebebasan informasi, kebebasan berpendapat dan hak untuk menentukan nasib sendiri, katanya.

Lebih jauh Pfeiffer mengatakan, motif finansial tidak berperan dalam aksus kedua dokter itu. Karena mereka hanya melakukan 10 sampai 15 aborsi per tahun – uang yang mereka terima lebih sedikit daripada merawat ibu hamil yang kemudian melahirkan.

Aborsi di Jerman secara teknis bertentangan dengan hukum, tetapi ada beberapa keadaan di mana tidak dilakukan penuntutan, misalnya karena ada kebutuhan medis, jika kehamilan adalah hasil dari perkosaan, atau jika perempuan tersebut hamil kurang dari 12 minggu dan sebelumnya pergi ke konseling untuk pengguguran kehamilan.

Sejumlah pendukung para dokter berkumpul di luar pengadilan di Kassel untuk menunjukkan solidaritas. Mereka menuntut agar UU aborsi itu diubah. Mereka antara lain membawa plakat "Informasi bukan kejahatan".

Deutschland Prozess gegen Frauenärztinnen
Foto: picture-alliance/dpa/S. Pförtner

Hak pasien atas informasi

Ulle Schauws, juru bicara politik perempuan dari Partai Hijau mengatakan dakwaan Nora Szasz dan Natascha Nicklaus "benar-benar tidak masuk akal."

"Dokter seperti Nora Szasz dan Natascha Nicklaus sedang dikriminalisasi karena mereka berkomitmen dan bertanggung jawab dalam pekerjaan mereka, karena mereka ingin memastikan perawatan yang baik untuk perempuan dalam situasi krisis dan karena mereka mematuhi hak pasien atas informasi," kata schauws kepada DW.

Bulan Desember 2017, sebuah petisi dengan lebih dari 150.000 tanda tangan dikirim ke parlemen Jerman Bundestag, mendesak parlemen menghapus Pasal 219a. Tahun lalu, dokter yang mempresentasikan petisi itu dikenakan sanksi denda 6.000 euro, karena memasukkan aborsi sebagai bagian dari layanan kliniknya di internet. (hp/rzn)