1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

AS dan Indonesia Kembangkan Sistem Baru Pendeteksi Tsunami

31 Januari 2017

Sistem peringatan dini tsunami sumbangan Jerman dan AS rusak karena vandalisme dan kurang dana. Sekarang ilmuwan AS dan Indonesia memasang sistem baru deteksi bawah laut.

https://p.dw.com/p/2WiHC
Symbolbild Seismograph
Foto: picture-alliance/dpa

Prototipe sistem peringatan dini tsunami yang terbaru ini dikembangkan selama hampir empat tahun. Sistemnya dirancang untuk mendeteksi zona terancam tsunami dan sudah diujicoba di lepas pantai barat Sumatera. Sistemnya belum terhubung ke pusat data dan penanggulangan bencana di darat, karena masih menunggu anggaran dari pemerintah.

Sejak bencana tsunami di Aceh dan Sumatera Desember 2004, urgensi pembangunan sistem peringatan dini tsunami makin disadari dan menjadi prioritas. Ketika itu, Jerman dan Amerika Serikat menyumbangkan sistem peringatan dini mutakhir, yang menggunakan pelampung besar atau buoy.

Ada 22 pelampung yang dipasang di tengah laut dengan biaya masing-masing ratusan ribu dolar. Biaya operasinya pun mahal. Tapi sistem itu tidak berfungsi lama, karena dirusak atau dipreteli oleh nelayan dan awak kapal yang lewat.
 

"Sekarang tidak ada lagi pelampung yang berfungsi. Semuanya rusak," kata Iyan Turyana, insinyur laut di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Philippinen - Tsunami Warnung
Soal waktu beberapa menit sangat berharga dalam sistem peringatan dini tsunamiFoto: picture-alliance/dpa

Tapi sekarang, ada bantuan dana US$ 3 juta dari National Science Foundation dari Amerika Serikat untuk membuat prototipe sistem sensor bawah laut tanpa pelampung. Sistem itu lalu dipasang antara Padang dan Kepulauan Mentawai.

Sistem ini tidak butuh pelampung, karena seismometer bawah laut dan sensor tekanan mengirim gelombang suara yang membawa data-data ke permukaan air yang lebih hangat. Lalu gelombang suara dan data itu kembali menyelam ke kedalamandan bisa menempuh jarak 20 sampai 30 kilometer untuk mencapai stasiun berikutnya yang ada dalam jaringan dan begitu seterusnya, hingga tiba di titik akhir dekat pantai.

Pada titik akhir di bawah air, jaringan ini membutuhkan beberapa kilometer kabel serat optik untuk menghubungkan ke stasiun pantai di darat. Data-data itu kemudian akan dikirim lewat satelit ke badan meteorologi dan geofisika, yang bertugas mengeluarkan peringatan tsunami jika diperlukan.

Tsunami Frühwarnsystem geht in Betrieb
Sistem peringatan dini tsunami sumbangan Jerman semuanya tidak terawat dan rusakFoto: AP

"Seluruh proses ini mungkin memakan waktu 1-3 menit", kata Louise Comfort, ahli manajemen bencana dari University of Pittsburgh. Sistem peringatan dini dengan pelampung perlu waktu 5 sampai 45 menit untuk mengirimm data.

"Kami bisa mendapat data-data lebih cepat dari gerakan seismik, dan artinya mendapat beberapa beberapa menit yang sangat berharga," katanya." Dengan itu bisa dilakukan prediksi lebih cepat, apakah akan timbukl tsunami atau tidak.

Sistem ini belum pernah dipasang di tempat lain dan baru melewati masa ujicoba. Namun sistem ini bisa menjadi pilihan bagi negara-negara berkembang lain yang wilayahnya rentan terhadap tsunami.

"Sistem ini bisa lebih memastikan, pakah tsunami benar-benar datang," kata Febrin Ismail, insinyur yang terlibat dalam mitigasi gempa dan perencanaan sistem peringatan dini tsunami untuk Padang.

hp/rn (ap)