1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Indonesia-Australia Kembali Tegang

17 Januari 2014

Indonesia akan meningkatkan patroli maritim setelah insiden pelanggaran teritori oleh angkatan laut Australia, saat mereka menghalau para pencari suaka – insiden yang kembali memperburuk hubungan kedua negara.

https://p.dw.com/p/1AsZD
Foto: AP

Sebelumnya pada hari Jumat, Australia telah meminta maaf atas sejumlah insiden terakhir di perairan Indonesia, akibat kebijakan kontroversial Australia yang mengusir paksa kapal-kapal yang membawa para pencari suaka, agar tidak memasuki perairan Australia.

“Indonesia… akan mengintensifkan patroli maritim di berbagai wilayah di mana terjadi pelanggaran atas kedaulatan dan integritas teritorialnya,“ demikian pernyataan menteri koordinator politik dan keamanan.

Pernyataan ini merevisi pernyataan sebelumnya yang menggunakan kata-kata yang lebih halus.

Pernyataan revisi ini menyebut insiden itu sebagai penyusupan tercela, dan menuntut klarifikasi diplomatik resmi serta jaminan bahwa berbagai insiden seperti itu tidak akan terulang kembali.

Menteri Imigrasi Australia Scott Morrison mengatakan dia telah diberitahu awal pekan ini tentang “pelanggaran tak disengaja” dalam beberapa hari dan segera menginformasikannya kepada angkatan bersenjata Indonesia.

Tamparan terbaru ini muncul seiring naiknya ketegangan hubungan diantara kedua negara yang mengalami tingkat terendah sejak 1990an, setelah tuduhan tahun lalu bahwa Australia mencoba dan sempat menyadap percakapan telepon milik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ibu negara serta sejumlah menteri.

Indonesia menurunkan hubungan diplomatik dengan Australia pada November lalu sebagai respon atas tuduhan tersebut, dan menunda kerjasama militer dan intelijen, termasuk dalam urusan pencari suaka.

Sikap keras Abbott

Meningkatnya ketegangan itu mempunyai dampak ekonomi serius. Indonesia adalah importir besar atas produk pertanian dan peternakan Australia seperti gandum dan hewan ternak. Australia adalah pasar nomor 10 terbesar bagi Indonesia.

Kantor Morrison mengatakan menteri luar negeri Julie Bishop telah mengirimkan surat kepada pihak Indonesia.

Morrison mengatakan, Australia “sangat menyesalkan“ berbagai pelanggaran kedaulatan territorial tapi pada saat bersamaan menegaskan hak Australia untuk melindungi perbatasannya.

”Kami sudah menyampaikan permintaan maaf, kami sudah sangat menjelaskan tentang apa yang telah terjadi…“ kata dia kepada para wartawan.

“Tapi kami tidak akan membiarkan kemunduran ini menghalangi tugas kami yang dipilih untuk melakukan (tugas), yakni menghentikan kapal-kapal itu,“ kata dia.

Pemerintahan konservatif Perdana Menteri Tony Abbott naik ke kekuasaan secara khusus berkat kampanye keras mereka terhadap para pencari suaka setelah pemerintahan partai buruh sebelumnya bersikap lunak dalam isu ini yang mengakibatkan meningkatnya jumlah para pencari suaka yang masuk ke Australia.

Kebijakan pemerintahan konservatif ini termasuk pemberlakuan pusat penahanan di lepas pantai untuk menahan ribuan para pencari suaka, yang banyak diantaranya melarikan diri karena konflik di Afghanistan, Darfur, Pakistan, Somalia dan Suriah.

Debat isu keamanan

Pemerintahan Abbott juga dikritik keras di dalam negeri terkait kerahasiaan yang menyelimuti seputar kebijakan suaka mereka yang disebut ”Operasi Kedaulatan Perbatasan”, yang baru-baru ini disamakan seperti sebuah perang. Abbott mengatakan bahwa kerahasiaan itu penting untuk mencegah ”musuh” agar tidak bisa menerima bocoran informasi.

Pada hari Rabu, Morrison menolak memberikan informasi lebih jauh atas apa yang ia sebut sebagai operasi yang sukses. Ia menolak memberikan konfirmasi atas berbagai laporan yang menyebutkan bahwa beberapa pekan terakhir angkatan bersenjata Australia telah menghalau sejumlah kapal dari Indonesia.

Badan pengungsi PBB telah menanyakan kebenaran kabar ini, sambil memperingatkan bahwa Australia bisa dianggap melanggar hukum internasional jika memaksa kapal-kapal itu kembali ke Indonesia tanpa memperhatikan keselamatan yang pantas bagi para pengungsi.

Graeme McGregor, juru bicara Amnesty International, menyebut kebijakan Canberra yang terus menolak memberikan informasi tentang kebijakan ini kepada publik sebagai sesuatu yang “absurd”.

“Saya pikir publik punya hak untuk tahu tentang bagaimana uang mereka dipakai, dan saya pikir kebijakan pemerintah saat ini yang rahasia dan menutupi informasi itu tidak membantu,” kata dia.

ab/hp (rtr,afp,ap)