1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Indonesia-Malaysia Tandatangani Amandemen MoU TKI

31 Mei 2011

Setelah pengiriman TKI dibekukan selama dua tahun, pemerintah Indonesia dan Malaysia menandangani amandemen Nota Kesepahaman atau MoU Tenaga Kerja Indonesia. TKI juga dibebaskan untuk memperoleh akses komunikasi.

https://p.dw.com/p/11RZQ
Gambar simbol penandatangan perjanjianFoto: AP

Dua tahun setelah moratorium pengiriman TKI ke Malaysia, revisi nota kesepahaman Tenaga Kerja Indonesia ditandatangani pekan ini di Bandung, Jawa Barat. Revisi MoU tersebut, ditandatangani oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar dan Menteri Sumber Daya Malaysia Datuk S. Subramaniam.

Dengan penandatangan protokol MoU ini, maka pengiriman TKI ke Malaysia akan dibuka kembali.Diharapkan revisi MoU ini mengakhiri tindak kekerasan dan penyiksaan yang berulangkali menimpa buruh migran Indonesia di negeri jiran itu.

Paspor Pribadi Harus Dipegang TKI

Direktur Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Roostiawati memaparkan, perubahan MoU itu antara lain menyangkut pengembalian biaya penempatan, "Memberikan paspor untuk dipegang oleh TKI. Kalau dulu paspor dipegang oleh majikan, kini harus dipegang oleh TKI, karena itu bagian dari HAM, lalu pembayaran gaji harus setiap bulan dan dibayar melalui bank. Ketiga diberikan hari libur, sehari dalam seminggu bagi tenaga kerja domestik (pembantu rumah tangga)."

Menurut protokol Nota Kesepahaman TKI ini, buruh migran asal Indonesia juga dibebaskan untuk memperoleh akses komunikasi. Aturan lain, pengiriman TKI ke Malaysia wajib melalui persiapan pelatihan standar kapasitas, mulai dari rekruitmen, pelatihan, proses administrasi, hingga pengawasan oleh BNP2TKI.

Pengawasan Lewat Joint Taks Force

Khusus untuk pengawasan, kedua negara sepakat membentuk joint task force (JTF) untuk mengawasi implementasi amandemen MoU tersebut. Direktur Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Roostiawati memaparkan, "Di Indonesia, kita mengawal penempatannya dengan bekerjasama dengan Kedutaan Besar Malaysia. Sementara di Malaysia, dengan melibatkan KBRI di Kuala Lumpur. Kita juga akan sering melakukan pertemuan untuk memonitor dan mengevaluasi."

Namun LSM perlindungan Buruh Migrant Migrant Care pesimistis mekanisme pengawasan lewat Joint Taks Force akan mampu mengawasi pelaksanaan MoU itu di lapangan. Dikatakannya, "Di Malaysia, domesctic worker dianggap sebagai sector private, pengawasannya secara hukum tak dapat diawasi. Mekanisme seperti apa yang bisa dilakukan dari rumah ke rumah? Bagaimana memastikan paspor dipegang PRT atau tidak? Si PRT dapat libur atau tidak? Bagaiamana bisa memastikan si PRT mendapat akses informasi?"

Upah Minimum Seharusnya Diatur

Migrant Care juga menyayangkan, bahwa dalam penandatanganan revisi MoU itu, pemerintah Indonesia hanya berjanji mengawasi kepastian gaji yang diberangkatkan sesuai dengan upah minimum nasional. Anis Hidayah dari Migrant Care menjelaskan, "Upah minimum amat penting. Selama ini politik pengupahan di Malaysia berkorelasi dengan kuoto penempatan. Ketika Malaysia menempatkan angka sekian dari negara A, maka berpengaruh pada kuota berapa yang akan diberikan kepada negara tersebut. Dengan MoU baru, bila upah tak diatur, buruh Indonesia bisa rentan menjadi sasaran buruh murah."

Malaysia merupakan salah satu importir buruh migran terbesar di Asia. Pembantu rumah tangga yang bekerja di negeri jiran itu, kebanyakan berasal dari Indonesia. Sebagian besar para PRT itu bekerja tanpa libur, dengan upah sangat rendah, yakni sekitar 400 ringgit atau 130 dollar per bulan. Beberapa diantara mereka, bahkan kerap mengalami tindak kekerasan yang dilakukan oleh majikan.

Indonesia membekukan pengiriman TKI pada bulan Juni 2009 lalu, setelah serangkaian insiden perlakuakn buruk majikan yang terhadap buruh migran Indonesia. Diantaranya yang dialami oleh Siti Hajar, yang disiram oleh air panas dan digores dengan gunting maupun pisau oleh sang majikan.

Ayu Purwaninsgih

Editor: Hendra Pasuhuk