1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Indonesia: Paspor Baru Cina Kontraproduktif

30 November 2012

Menlu Indonesia menilai pemberlakuan paspor baru Cina yang memuat kepulauan yang menjadi sengketa ke dalam peta hanya akan mempertegang hubungan Cina dengan negara-negara ASEAN.

https://p.dw.com/p/16tDb
Foto: picture alliance/ZUMAPRESS.com

"Langkah ini kontraproduktif dan tidak akan membantu penyelesaian sengketa," jelas Marty Natalegawa. "Kami melihat langkah Cina sebagai langkah yang tidak jujur, seperti upaya mencoba-coba, melihat reaksi negara-negara tetangga."

Menurutnya ASEAN harus berkonsentrasi untuk menyelesaikan kode etik sebagai langkah awal untuk mengurangi ketegangan menyangkut sengketa wilayah. "Saya harap kami, ASEAN dan Cina, dapat fokus berdialog," tambahnya. Sebagai perekonomian terbesar di ASEAN, selama ini Indonesia berperan sebagai mediator antara Cina dengan sejumlah anggota ASEAN.

Kepulauan Spratly di Laut Cina Selatan
Kepulauan Spratly di Laut Cina SelatanFoto: AP

Beijing semakin berani mengklaim kepulauan dan perairan dalam beberapa tahun terakhir, baik beberapa ratus kilometer dari daratan Cina maupun hingga mendekati pesisir negara-negara tetangga.

Cina mengacu pada 'sejarah'

Klaim terhadap hampir seluruh perairan Laut Cina Selatan terpapar jelas dalam paspor terbaru yang menurut Beijing didasarkan pada fakta-fakta dan bukti sejarah yang berlimpah. Meski tetap ambigu mengenai kejelasan bukti-bukti tersebut. Peta juga mencakup rute-rute pelayaran penting dan potensi cadangan minyak bumi.

Untuk membantu klaim pemerintah, 10 akademisi dari Cina dan Taiwan mendapat tugas tahun lalu untuk merumuskan penjelasan legal mengenai garis perbatasan berbentuk U.

Klaim Cina pertama kali diformulasikan tahun 1947 oleh pemerintahan nasionalis saat itu dalam sebuah peta dengan 9 seksi mencakup batas pemisah yang berbentuk U. Termasuk di dalam perbatasan Cina, kepulauan Paracel di timur Vietnam, kepulauan Spratly di barat Filipina, dan wilayah lainnya yang tidak berpenghuni seperti Gosong Scarborough.

Debat kalangan akademis

"Klaim Cina benar-benar meragukan karena peta lama bisa saja dibuat sesuai yang diinginkan," ujar Jean-Pierre Cabestan, kepala departemen Studi Internasional dan Pemerintahan di Universitas Baptis Hong Kong.

Sedangkan Zhang Haiwen, wakil direktur Institut Cina untuk Urusan Maritim, baru-baru ini mengatakan bahwa jarak tidak memiliki basis dalam hukum internasional dan praktek hukum. Ia menggunakan kepulauan Channel milik Inggris yang terletak 12 mil laut dari pesisir Perancis sebagai sebuah contoh.

Nada serupa datang dari Jia Qingguo, profesor Studi Internasional Universitas Peking, yang menyatakan Cina sekedar mencontoh negara-negara barat. "Amerika Serikat punya Guam di Asia yang begitu jauh dari Amerika dan Perancis memiliki kepulauan di Pasifik Selatan. Jadi ini bukan sesuatu yang baru," tegasnya. "Lokasi geografis sebuah pulau tidak semata-mata mengindikasikan negara mana yang memilikinya."

Perbatasan historis India dan Cina
Perbatasan historis India dan Cina

Negara-negara Asia geram

Peta Cina menunjukkan garis perbatasan negara di Laut Cina Selatan hampir mencapai pesisir Filipina dan Malaysia. Selain kedua negara tersebut, peta baru Cina juga mengklaim sebagian wilayah Vietnam, Brunei dan Taiwan.

Paspor baru Cina mendapat reaksi keras dari Vietnam dan Filipina yang menolak memberikan cap. Sementara India merespon dengan mulai memberikan cap terhadap peta sendiri pada visa yang diberikan kepada pengunjung dari Cina. Peta baru Cina juga memperlihatkan wilayah perbatasan yang disengketakan dengan India, yakni Arunachal Pradesh dan Aksai Chin, ke dalam wilayah Cina.

Beijing berupaya meredam ketegangan diplomatis dengan berargumentasi bahwa peta baru dalam paspor tidak dibuat untuk menarget sebuah negara tertentu secara spesifik.

Negara tetangga mengkhawatirkan perkembangan militer Cina
Negara tetangga mengkhawatirkan perkembangan militer CinaFoto: Getty Images

Cina siap razia kapal

Namun pernyataan terbaru dari Beijing justru memperkeruh situasi. Cina berencana menghentikan dan menggeladah kapal di Laut Cina Selatan yang dianggap melewati perbatasan 'secara ilegal.'

"Tentu ini menjadi eskalasi ketegangan yang selama ini terus meningkat. Dan ini menjadi sesuatu yang sangat serius," tandas Sekjen ASEAN Surin Pitsuwan. "Pihak-pihak yang terkait jelas cemas dan gelisah. Terutama negara-negara yang membutuhkan akses, perlintasan dan kebebasan untuk lewat Laut Cina Selatan. Penting bagi semua pihak untuk menahan diri dan mendekati perkembangan ini dengan tenang dan terbuka terhadap masukan berbagai pihak."

Peraturan baru Beijing mulai diberlakukan 1 Januari mendatang. Polisi provinsi Hainan nantinya diperbolehkan untuk naik ke kapal asing dan mengambil alih kendali kapal yang memasuki perairan Cina. Mereka juga dapat memerintahkan kapal untuk mengubah haluan atau berhenti berlayar.

CP/VLZ (afp, rtr)