1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Inggris Ikut Invasi Irak Secara Serampangan

Mark Hallam, rtr,ap,afp,dpa (ml/as)6 Juli 2016

Inggris ikut melakukan invasi ke Irak sebelum semua opsi damai dijalankan. Juga antisipasi untuk masa pasca perang tidak memadai. Inilah kesimpulan Chilcot Inquiry yang disusun selama 7 tahun.

https://p.dw.com/p/1JK0O
Tony Blair kunjungi tentara Inggris di Basra (21/12/2004)
Tony Blair kunjungi tentara Inggris di Basra (21/12/2004)Foto: Getty Images/AFP/A. Dennis

Inilah ironi dari perang Irak dan keterlibatan Inggris. Membandingkan dengan pesawat percobaan Juno yang diluncurkan NASA hanya perlu lima tahun untuk mencapai planet Jupiter, perampungan laporan andil Inggris dalam invasi Irak yang dibuat pemerintah Inggris perlu waktu 7 tahun.

Padahal tentara Inggris juga tidak bertugas selama itu di Irak. Perang Dunia II juga tidak berlangsung selama itu. Andil Inggris dalam perang Irak diselidiki tim khusus di bawah pimpinan Lord John Chilcot. Laporan yang diberi nama Chilcot Inquiry, panjangnya dua juta kata, disusun dalam waktu tujuh tahun. 129 saksi, termasuk mantan PM Tony Blair juga ikut diinterogasi.

Tahun-tahun berisi pengumpulan informasi dan pernyataan saksi berakhir hari ini. Laporan Chilcot pada intinya menyebutkan: Inggris ikut melancarkan invasi ke Irak secara tergesa-gesa, sebelum semua opsi damai dijalankan. Juga penarikan keputusan dilakukan berdasarkan asesment data intelejen yang cacat dan meragukan.

Lporan ini diyakini akan jadi "ancaman" bagi mantan Perdana Menteri Tony Blair, yang aksinya ikut memicu berkobarnya perang Irak ke dua. Pertanyaan paling penting: apakah Blair sengaja mengecoh parlemen? Atau ia hanya mempropagandakan informasi salah, yang ia sendiri percaya sebagai benar?

Sebuah keputusan, bukan penipuan

Dalam pernyataan 2010, Blair mengaku akan mengambil tindakan yang berbeda pada tahun 2002 dan 2003, jika ia punya informasi intelejen yang baru muncul setelahnya. "Itu bukan penipuan, melainkan sebuah keputusan,", kata Blair menyangkut keikutsertaan Inggris dalam invasi ke Irak yang digagas AS secara unilateral tanpa persetujuan PBB dan NATO.

Sir John Chilcot Untersuchungsausschuss Irak The Iraq Inquiry
Sir John ChilcotFoto: picture-alliance/Photoshot

Tapi ada yang beranggapan, Blair menipu negara, parlemen, bahkan kabinetnya sendiri, karena salah menginterpretasi atau membesar-besarkan hasil penyelidikan yang sangat terbatas, dan keinginannya untuk mengambil keputusan dalam suasana yang informal dan bukan dalam pertemuan kabinet. Anggota Parlemen David Davis dari kubu konservatif menilai Blair tidak hanya berbohong, tapi juga melancarkan kampanye terkoordinir untuk menyesatkan politisi serta publik.

Davis mengatakan konflik yang dipicu "koalisi anti teror" Bush menyebabkan Irak sekarang jadi puing-puing belaka. Hal ini juga jadi penyebab utama menyebarnya kekerasan di kawasan maupun global sekaligus merusak kepercayaan pada kemampuan politik luar negeri negara-negara Barat.

Senjata pembunuh masal dan "dokumen berisiko tinggi"

Ketika itu, pemerintah AS di bawah presiden George W. Bush memfokuskan diri pada sosok Saddam Hussein yang dinilai ikut jadi dalang serangan teror 11 September. Sedangkan Inggris mengkonsentrasikan diri pada senjata pembunuh massal yang katanya dimiliki Irak.

Sebuah dokumen dari tahun 2002, yang disebut "Senjata Pembunuh Masal Irak", sekarang lebih dikenal sebagai "dodgy dossier" atau dokumen berisiko tinggi. Pengantarnya ditandatangani Blair, dan isinya menyatakan, pasukan Inggris yang ditempatkan di Siprus bisa dicapai dengan senjata pembunuh masal hanya dalam waktu 45 menit setelah pernyataan perang. Isi laporan ini disebarluaskan, dan tidak pernah dikoreksi pemerintah Inggris.

London Demonstration gegen Irak Krieg
Demonstrasi menentang perang Irak di London (28/09/2002)Foto: picture-alliance/dpa/Asfouri

Ketika itu opini publik tentang keikutseretaan Inggris dalam invasi Irak bermacam-macam. Yang tegas menentang hanya sedikit. Ada demonstrasi menentang perang di London yang dihadiri 1 juta orang. Tapi setelah beberapa tahun perang Irak dan Saddam Hussein dihukum mati, kesalahan data atau rekayasa informasi dalam konflik Irak makin jelas. Barulah rakyat Inggris menyatakan tidak setuju negaranya ikut invasi yang digagas AS tanpa persetujuan Dewan Keamanan PBB. Tapi semua sudah terlambat dan tidak ada gunanya, terutama bagi rakyat Irak yang menjadi korban.

Siapa yang tahu apa?

Dua tuduhan jelas memberatkan Blair sebelum publikasi laporan Chilcot. Yang pertama, apakah ia sengaja menipu rakyat dan parlemen? Yang kedua, apa motifnya ikut perang? Jika Chilcot Inquiry berkonklusi bahwa "pergantian rejim Irak" jadi tujuan invasi, dan bukan melucuti senjata Saddam, Blair bisa dituduh melanggar mandatnya.

Pemimpin Partai Buruh saat ini, Jeremy Corbyn, beberapa waktu lalu menyatakan akan mengajukan tuntutan terhadap Blair, jika hasil penyelidikan merujuk pada kesalahan Blair. Tetapi Corbyn sekarang sibuk dengan pembangkang di kalangan partainya sendiri.

Sementara Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) menyatakan tertarik pada sejumlah hasil penyelidikan, misalnya perincian soal tindakan kriminal yang dilakukan tentara Inggris di Irak. Tapi ICC juga menyatakan, keputusan Inggris untuk melancarkan perang dengan Irak tidak termasuk jurisdiksi mereka.

Perang itu menyedot dana 12 milyar Dolar dari anggaran Inggris. 179 tentara Inggris tewas selama misi di Irak berlangsung antara 2003 dan 2009, dan sedikitnya 150.000 warga sipil Irak juga tewas.

Sekarang, setelah penyelidikan tujuh tahun, dan dana jutaan Dolar berikutnya, laporan akan diterbitkan di internet, dan semua orang bisa mengaksesnya. Keluarga tentara Inggris yang tewas dalam perang mendapat sebuah eksemplar gratis.