1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Inggris Terpecah Perihal Keanggotaan UE

25 Oktober 2011

Otoritas PM David Cameron dipertanyakan menjelang pertemuan UE. Kebijakan Cameron ditentang internal Partai Konservatif. Pemberontakan tercermin dari hasil voting parlemen mengenai referendum keanggotaan Inggris di UE.

https://p.dw.com/p/12z5y
PM Inggris David Cameron di pertemuan Uni Eropa di Brussel hari Minggu (23/10)
PM Inggris David Cameron di pertemuan Uni Eropa di Brussel hari Minggu (23/10)Foto: dapd

Suara setuju sebanyak 111. Yang menentang mencapai 483. Parlemen Inggris menggelar voting awal pekan ini menyangkut referendum keanggotaan Inggris di Uni Eropa. Apakah Inggris harus meninggalkan Uni Eropa? Hasil voting menyatakan tidak.

Perdana Menteri David Cameron selalu yakin dapat memenangkan voting ini di parlemen. Tiga partai terbesar menentang seruan referendum. Ironisnya, 81 anggota partainya sendiri atau separuh dari wakil Konservatif di parlemen tidak mengindahkan perintah tegas sang Perdana Menteri.

Posisi Cameron dipertaruhkan

Pemberontakan semacam ini menjadi tantangan serius bagi kepemimpinan Cameron. Lebih lanjut, merendahkan kedudukannya di mata Eropa menjelang pertemuan Uni Eropa di Brussel hari Rabu (26/10). Presiden Perancis, Nicolas Sarkozy, baru saja mengingatkan Cameron untuk berhenti mencampuri pertemuan yang bertujuan mengatasi krisis zona Euro.

Debat awal di parlemen Inggris menjelang voting referendum keanggotaan Inggris di Uni Eropa
Debat awal di parlemen Inggris menjelang voting referendum keanggotaan Inggris di Uni EropaFoto: dapd

Pengamat politik, Colin Talbot, dari Universitas Manchester berkomentar, "Ini akan sangat merusak posisinya. Ia akan pergi dan berusaha menguliahi para anggota zona Euro mengenai cara mengatasi masalah utang, namun pada saat yang bersamaan tidak mampu mengontrol partainya sendiri di parlemen. Ini akan sangat merendahkan kedudukannya."

Sentimen anti-Uni Eropa

Cameron cukup bersimpati dengan kegelisahan warga Inggris. Jajak pendapat memperlihatkan 66 persen warga menginginkan referendum, meski lebih memilih renegosiasi keanggotaan dan bukan meninggalkan Uni Eropa. Pemerintahan Cameron yang tengah digerogoti pemotongan anggaran tampak tak berselera untuk menggelontorkan lebih banyak dana bagi zona Euro dan Yunani yang lumpuh.

Namun sejumlah komentar bermunculan mengenai iklim ekonomi saat ini. Termasuk betapa bahayanya bagi Partai Konservatif untuk memainkan kartu skeptis terhadap zona Euro. Seperti diungkapkan David Rennie dari majalah The Economist, "Inggris bukan hanya tetangga Eropa. Lima puluh persen perdagangan Inggris adalah dengan Eropa. Empat puluh persennya dengan zona Euro. Jadi regulasi baru yang mungkin dilahirkan dari garis keras zona Euro yang dipimpin Perancis dan Jerman, yakni mulai menarik bisnis keluar dari London seraya berkata 'Kalau mau berbisnis dalam mata uang Euro di industri ini, harus dilakukan di Frankfurt. Atau harus dilakukan di Paris,' tentu akan berimbas besar bagi perekonomian Inggris."

Perpecahan Partai Konservatif

Partai Cameron sudah lama terpecah kalau berbicara tentang Eropa. Namun porsi skeptis selama ini hanya menjadi minoritas. Hari Selasa (25/10), petinggi partai berupaya meminimalisir dampak pemberontakan internal partai dengan berargumen bahwa pemerintah dan parlemen satu suara dalam merebut kembali kekuasaan di Eropa. Argumentasi yang mungkin menenangkan amarah di internal partai, namun belum tentu mampu menenangkan para pemimpin Uni Eropa.

Lars Bevanger/Carissa Paramita

Editor: Edith Koesoemawiria