1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Inisiatif Perlindungan Anak di Pakistan

18 Juni 2010

Diperkirakan saat ini jumlah penduduk Pakistan mencapai 180 juta jiwa dan terus bertambahnya. Salah satu dampak dari ledakan pertambahan penduduk di negara itu adalah buruknya kondisi kehidupan anak-anak.

https://p.dw.com/p/O7ZH
Pekerja anak di PakistanFoto: Abdul Sabooh

Kondisi anak-anak di Pakistan merupakan yang terburuk di kawasan Asia Selatan. Di tengah situasi yang mengkhawatirkan itu, sejumlah organisasi non pemerintah melancarkan gagasan untuk melindungi anak-anak, terutama yang harus terpaksa bekerja.

Harus Bekerja Ketimbang Bersekolah

Tidak diketahui dengan pasti berapa jumlah anak-anak di Pakistan yang terpaksa harus bekerja membanting tulang setiap hari. Jumlahnya diperkirakan antara 7 sampai 30 juta anak. Dengan demikian pekerja anak- anak merupakan faktor ekonomi di Pakistan. Anak-anak bekerja sebagai pedagang asongan. di ladang pertanian atau di pabrik pembuatan permadani. Mereka mendapat upah yang sangat rendah. Kondisi lingkungan kerja yang sangat buruk.

Kinderhilfe Afghanistan Hier baut die Kinderhilfe Afghanistan die Schule Islamabad Laghman
Membangun sekolah, namun banyak anak tak bisa masuk karena bekerja

Meluasnya pekerja anak-anak di Pakistan mendapat perhatian dunia internasional sejak beberapa tahun lalu. Organisasi-organisasi sosial tidak hanya memprotes meluasnya pekerja anak-anak atau menuntut pemerintah Pakistan untuk mengatasinya, melainkan juga menawarkan bantuan atau program untuk menanganinya. Juga di Pakistan sendiri tumbuh gagasan dari beberapa organisasi non pemerintah untuk menangani dan melindungi hak anak-anak dan mengatasi semakin meluasnya pekerja anak-anak. Disamping itu, meningkatkan hak anak-anak, karena dinilai merupakan sesuatu yang sangat menentukan bagi masa depan Pakistan. Demikian dikatakan Quendeel Shujaat, dari Perhimpunan Pelindung Hak Anak Pakistan SPARC.

Program Penyuluhan

Berbeda dengan di sejumlah negara lainnya, di Pakistan tidak dikenakan iuran sekolah. Tapi banyak para orang tua yang sangat miskin, dan tidak mampu menyekolahkan anaknya karena anak-anak harus membantu orang tuanya bekerja, untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Semakin banyaknya pekerja anak-anak merupakan salah satu masalah sosial ekonomi terbesar di Pakistan. Meskipun pemerintah Pakistan meratifikasi konvensi PBB mengenai perlindungan anak-anak, dan juga memiliki undang-undang yang melarang pekerja anak-anak, tapi pemerintah tidak menerapkannya. Demikian diungkapkan Quendeel Shujuaat.

Melindungi anak-anak merupakan tugas yang sangat berat. Quendeel Shujaat dari Perhimpunan pelindung anak-anak Pakistan SPRAC dengan mendesak menuntut pemerintah agar menerbitkan undang-undang yang melindungi hak anak-anak tersebut. Sementara organisaasi non pemerintah lain yang peduli dengan nasib anak -anak di Pakistan menggalakkan program penyuluhan secara nasional.

Penculikan dan Kekerasan Seksual

Kasus penculikan terhadap anak-anak juga merupakan problem di Pakistan. Sebuah organisasi massa memiliki video animasi mengenai penyuluhannya, yang menyerukan anak-anak, agar tidak mau diajak orang tidak dikenal untuk naik kendaraannya. Video animasi itu disebarkan secara luas olah organisasi pelindung anak-anak " Sahil". Organisasi ini secara khusus melancarkan program untuk melindungi anak-anak dari korban tindak kekerasan seksual. Dengan pemutaran video animasi itu, sebagai bentuk penyuluhan di sekolah-sekolah maupun di kalangan kelompok masyarakat, organisasi ini berusaha mendorong anak-anak untuk menuntut dan membela haknya.

Sahil mendirikan sebuah pusat yang khusus menangani para korban tindak kekerasan seksual. Di tempat ini juga dilakukan penanganan secara psikologis. Terutama yang mengalami trauma berat adalah anak-anak jalanan.

Sahil Saeed Entführung
Sahil Saeed, korban penculikan yang ditemukanFoto: AP

Pelaku Kejahatan Terhadap Anak Kerap Lolos dari Jerat Hukum

Tindak kekerasan seksual terhadap anak-anak di Pakistan jarang yang diusut secara hukum atau dipublikasikan. Disamping masyarakat sendiri tidak secara terbuka mengungkapkannya. Demikian dikatakan Sidra Humayun, koordinator organisasi yang menamakan dirinya "perang melawan perkosaan" di Lahore. Organisasi ini sejak bertahun-tahun menangani remaja puteri korban tindak kekerasan seksual yang selamat.

Meskipun di waktu belakangan berbagai organisasi non pemerintah dengan giat melancarkan perang terhadap tindak kekerasan seksual, tapi nampaknya kesadaran publik di Pakistan belum tergugah untuk mencegah dan menangani kasus tersebut. Manizeh Bono dari organsasi Sahil juga mengungkapkan bahwa pada awal kegiatannya, mereka sama sekali tidak mengetahui dengan siapa harus berbicara. Tidak seorangpun yang membicarakannya, termasuk media. Sekarang organisasi ini meminta informasi dari media. Juga para guru mengunjungi organisasi non pemerintah yang berusaha untuk membela dan melindungi hak anak. Kecenderungan ini dinilai sebagai adanya perubahan besar yang dapat memberikan dorongan bagi usaha melindungi hak anak-anak di Pakistan.

Membangun Kerjasama dengan ILO

Secara umum dapat disimpulkan, ada tiga penyebab utama mengapa jumlah pekerja anak-anak di Pakistan terus membengkak. Yang pertama, tentu saja akibat kemiskinan, dimana anak-anak juga harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Yang kedua, besarnya permintaan untuk mendapatkan tenaga kerja yang murah. Dan yang ketiga, anak-anak terpaksa harus memikul beban utang dari orang tuanya.

Sementara itu untuk mengatasi masalah pekerja anak-anak, pemerintah Pakistan menjalin kerjasama dengan Organisasi Buruh Interanasional ILO. Selama ini dalam program penanganan pekerja anak-anak, juga berhasil dibebaskan ribuan anak-anak yang tenaganya dieksploitasi dengan upah yang sangat rendah dengan kondisi kerja yang sangat buruk.

Tapi langkah pemerintah Pakistan untuk mengatasi pekerja anak-anak, seperti halnya di sejumlah negara lainnya, masih memerlukan waktu yang panjang. Selama kemiskinan masih melilit sebagian besar warga, maka pekerja anak-anak akan terus tumbuh.

Jutta Shwengsbier/Asril Ridwan

Editor: Ayu Purwaningsih