1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Insiden Wagner Bikin Kepercayaan Cina atas Rusia Goyah?

Yuchen Li
28 Juni 2023

Meski Cina telah menyatakan dukungan untuk kepemimpinan Rusia setelah percobaan pemberontakan dari Grup Wagner, insiden itu masih menimbulkan pertanyaan tentang seberapa jauh Xi Jinping bersedia mendukung Vladimir Putin.

https://p.dw.com/p/4T9E2
Presiden Cina Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin
Foto: SERGEI KARPUKHIN/AFP

Berbeda dengan Ukraina dan Amerika Serikat (AS) yang menyebut pemberontakan kelompok tentara bayaran Wagner "mengekspos kelemahan” rezim Putin, Cina justru meremehkannya hanya sebagai "urusan dalam negeri Rusia.”

Hal itu diungkapkan oleh Kementerian Luar Negeri Cina dalam pernyataan tertulis dua kalimat yang dirilis pada Minggu (25/06). "Sebagai tetangga yang bersahabat dan mitra strategis yang komprehensif di era baru, Cina mendukung Rusia dalam menjaga stabilitas nasional,” demikian bunyi pernyataan itu.

The Global Times, tabloid yang dikelola pemerintah Cina, dalam artikelnya pada hari Minggu (25/06), juga menolak anggapan bahwa pemberontakan Grup Wagner merusak kepemimpinan Putin. Artikel itu mengutip para pakar dari Cina, yang menyebut klaim tersebut sebagai "angan-angan” Barat. Artikel itu juga memuji "tindakan tegas” Putin dalam menghentikan pemberontakan.

Pernyataan dari Cina muncul setelah Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Andrey Rudenko melakukan kunjungan ke Beijing untuk bertemu dengan Menteri Luar Negeri Cina Qin Gang dan wakilnya Ma Zhaoxu.

Tidak jelas kapan Rudenko tiba di Beijing dan apakah kunjungannya itu dilakukan sebagai respons atas pemberontakan Grup Wagner atau tidak. Namun yang pasti, setelah pertemuan kedua belah pihak, Rusia mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Cina telah mendeklarasikan dukungan terhdap kepemimpinan di Moskow.

Tidak jelas kapan Rudenko (kiri) tiba di Beijing atau apakah kunjungannya ke Cina sebagai tanggapan atas pemberontakan Wagner atau tidak.
Tidak jelas kapan Rudenko (kiri) tiba di Beijing atau apakah kunjungannya ke Cina sebagai tanggapan atas pemberontakan Wagner atau tidak.Foto: Ministry of Foreign Affairs of the People's Republic of China/AFP

Cina dan Rusia, kemitraan ‘tanpa batas'

Sebelum Rusia menginvasi Ukraina pada Feburari 2022, Presiden Cina Xi Jinping bertemu dengan Putin di sela-sela Olimpiade Musim Dingin di Beijing dan menggunakan kesempatan itu untuk mengumumkan kemitraan "tanpa batas” antara kedua negara, seraya mencemooh AS dan NATO karena "memicu antagonisme dan konfrontasi.”

Saat perang di Ukraina berlanjut, Beijing juga tidak secara eksplisit mengutuk atau mendukung invasi Rusia tersebut. Bahkan setelah negara-negara seperti AS dan Jerman mendesak Cina untuk lebih menekan Putin agar mengakhiri konflik, respons Beijing tetap sama.

Sampai pada bulan Februari, Cina kemudian merilis pernyataan tentang posisinya atas "penyelesaian politik krisis Ukraina,” dengan menyerukan "kedaulatan, kemerdekaan dan integritas wilayah semua negara” untuk "dijunjung tinggi secara efektif.”

Beberapa poin terselubung dalam pernyataan posisi itu ditujukan untuk negara-negara Barat dan NATO, di mana Cina menolak sanksi sepihak dan "yurisdiksi kepanjangan tangan” dan menolak "penguatan dan perluasan blok militer” untuk mencapai keamanan regional.

Apakah Rusia masih jadi mitra terpercaya bagi Beijing?

Meskipun posisi Cina di atas kertas menunjukkan bahwa Beijing secara ideologi masih selaras dengan Rusia dalam menentang AS dan sekutunya di Eropa, pemberontakan dari Grup Wagner baru-baru ini memunculkan pertanyaan baru tentang kemitraan Cina dan Moskow.

"Saya kira ini tergantung Xi melihat Rusia perannya untuk apa,” kata Ja Ian Chong, seorang profesor ilmu politik di National University of Singapore.

Jika Cina hanya menginginkan "Rusia yang bisa mendistraksi AS dan sekutunya, maka Rusia yang lemah, terfragmentasi, dan terguncang mungkin cukup untuk tujuan itu,” kata Chong kepada DW.

Tapi jika ada "aktor lain di Rusia yang dapat menyatukan negara dengan lebih baik dan menjaga kemitraan tetap sejalan dengan sikap Cina atas kekuatan Barat, Beijing berpotensi mengalihkan dukungannya,” tambahnya.

Meski begitu, alternatif semacam ini untuk sekarang tidak mungkin terjadi, karena "Putin tampaknya masih menjadi mitra terbaik Cina di Rusia untuk saat ini,” jelas Chong.

Pelajaran untuk Cina?

Terlepas dari Cina yang secara terang-terangan mendukung Rusia atas pemberontakan Grup Wagner akhir pekan lalu, para analis mengatakan Beijing juga bisa memetik pelajaran politik dan militer dari kejadian itu, terutama mengenai Taiwan, sebuah pulau yang diklaim Beijing sebagai wilayahnya.

"Pemberontakan Wagner muncul sebagai peringatan bagi Xi Jinping,” kata Tzu-yun Su, seorang peneliti senior di Institut Riset Pertahanan dan Keamanan Nasional Taiwan, kepada Kantor Berita Pusat Taiwan.

Menurut Su, sama seperti Rusia, Cina juga menghadapi banyak masalah domestik, termasuk di antaranya kesulitan ekonomi, angka pengangguran yang tinggi, dan penurunan populasi.

Sementara menurut Chong, pelajaran praktis yang dapat dipetik Cina dari pemberontakan Wagner adalah bahwa "kepemimpinan puncak perlu memiliki kendali ketat atas layanan militer dan keamanan.”

"Xi telah bergerak ke arah ini sejak berkuasa,” kata Chong menekankan. "Dan pemberontakan itu kemungkinan akan mendorongnya bergerak lebih jauh ke arah sana,” tambahnya. (gtp/as)