1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Irak Bersiap Bebaskan Fallujah dari Al-Qaida

6 Januari 2014

Irak kembali bergolak usai kelompok teror pecahan Al-Qaida merebut kota Fallujah dan Ramadi. Geliat teror di kawasan diyakini bersumber dari negeri jiran, Suriah.

https://p.dw.com/p/1AlhT
Foto: picture-alliance/dpa

Asap hitam membumbung di langit. Senjata api masih santer menyalak. Hingga Senin (6/1) pagi Ramadi diliputi ketegangan menyusul pertempuran sengit antara serdadu Irak dan milisi bersenjata dari kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Sedikitnya 22 polisi dan 12 orang warga sipil tewas. Tidak jelas berapa jumlah korban tewas dari tentara pemberontak. "Kami mengusir 90 persen geriliyawan ISIS dari Ramadi," kata salah seorang kepala suku, Ahmad Abu Risha yang ikut bertempur bersama aparat keamanan.

Eskalasi kekerasan yang kembali menyapu Irak menandai geliat Al-Qaida di kawasan. Kekhawatiran juga antara lain muncul dari negeri jiran, Iran, yang menawarkan bantuan. "Jika Irak meminta, kami akan memberikan informasi dan persenjataan," kata Wakil Panglima Bersenjata Iran, Mohammed Heddshasi.

Amerika Serikat melalui Menteri Luar Negeri, John Kerry mengungkapkan kecemasan serupa. Kendati begitu kedua negara menolak mengirimkan serdadu.

Fallujah Menanti Perang

Usai membebaskan Ramadi, militer Irak saat ini tengah merencanakan operasi merebut kembali kota Fallujah yang dikuasai esktremis Islam sejak akhir pekan lalu.

Perdana Menteri Nuri al-Maliki, Senin (6/1) mewanti-wanti penduduk kota agar berlindung. Ia juga mengajak suku-suku setempat ikut "mengusir" pejuang Al-Qaida yang bercokol di kota tersebut, "untuk mencegah terjadinya konflik bersenjata jangka panjang."

Di Fallujah, serta lusinan kota kecil di Irak dan Suriah, kelompok ISIS mendeklarasikan negara Islam. Kelompok yang berafiliasi dengan Al-Qaida itu beroperasi lintas batas. "ISIS menggunakan Irak untuk berjejak di Suriah. Sebaliknya mereka diuntungkan dengan situasi di Suriah untuk memperkuat keberadaannya di Irak," kata Daniel Byman dari Pusat Studi Timur Tengah, Saban.

Irak Ramadi Räumung Sunnitisches Protestlager 30.12.2013
Suasana kota Ramadi, Irak.Foto: Azhar Shallal/AFP/Getty Images


Muhammad al-Askari, Jurubicara Kementrian Pertahanan Irak mengklaim, "Berdasarkan citra udara, senjata dan perlengkapan modern diangkut dari Suriah ke provinsi Anbar dan Ninive," dua wilayah yang dijadikan markas oleh kelompok pemberontak ISIS.

Membujuk Suku dan Klan Lokal


Keberhasilan militer Irak membebaskan provinsi Anbar dari cengkraman ISIS diyakini bergantung pada strategi pemerintah menggandeng suku dan klan lokal. "Jika Baghdad kembali beraliansi dengan penduduk lokal, Al-Qaida bisa mendapat pukulan telak," kata Michael Knights dari Institut Studi Timur Tengah di Washington.

Strategi serupa dianut militer Amerika Serikat ketika meredam pemberontakan di Fallujah, 2006 silam. Terlebih, saat membebaskan Ramadi Minggu (5/1), Pemerintah Irak tidak menurunkan militer, melainkan aparat kepolisian dan milisi kesukuan.


Militer Irak diyakini tidak akan kesulitan merebut kembali Fallujah dari tangan milisi ISIS. Pasalnya kelompok yang dikenal brutal itu juga terlibat pertempuran dengan pemberontak Suriah. Pertikaian bersenjata berkecamuk sejak Jumat (3/1) di empat provinsi.

Tentara Pembebasan Suriah (FSA) sejak tahun lalu berulangkali bentrok dengan kelompok esktremis Islam yang membidik pembentukan negara Islam di Suriah itu. Terkait maraknya serangan teror terhadap wartawan, akhir bulan lalu Dewan Militer Oposisi mengeluarkan selebaran yang mengecam dan menyebut "pelaku berasal dari kelompok yang asing terhadap budaya dan sifat baik penduduk Suriah."

rzn/hp (dpa,ap,rtr,afp)