1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Irak Gelar Pemilu di Tengah Kekerasan

30 April 2014

Pemilihan parlemen Irak, digelar hari Rabu (30/4) di tengah operasi keamanan besar-besaran dan kekerasan sektarian terburuk selama beberapa tahun terakhir.

https://p.dw.com/p/1BrJ7
Foto: picture-alliance/dpa

Seorang petugas pemilihan umum tewas terkena bom di dekat sebuah tempat pemungutan suara di kota sebelah utara Mosul. Polisi juga mengatakan telah membunuh tiga pelaku bom bunuh diri sebelum mereka meledakkan diri mereka di Mosul.

Sementara itu, 12 peluru mendarat di dekat sebuah tempat pemungutan suara di pusat kota Samara, namun tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut.

Kepala komisi pemilihan umum Serbest Mustafa, mengatakan proses pemilu berlangsung mulus.

“Semua pusat pemungutan suara telah dibuka di seluruh negeri,“ kata dia di Baghdad. Sekitar 21 juta rakyat terdaftar sebagai pemilih dalam pemilihan parlemen pertama di negara itu sejak penarikan pasukan Amerika pada 2011.

Konflik sektarian

Perdana Menteri Nuri al-Maliki, yang telah berkuasa sejak 2006, berusaha untuk memenangkan pemilu dan menduduki jabatan untuk periode ketiga. Ia menghadapi lawan dari kelompok minoritas Sunni, yang menuduh pemerintahan yang didominasi Syiah melakukan diskriminasi.

Al Maliki menyerukan kepada rakyat Irak untuk berbondong-bondog ke kotak suara “sebagai pukulan bagi para teroris.”

“Saya menyerukan rakyat Irak untuk memilih dengan baik… dan pada komisi pemilu untuk dari dekat mengawasi tempat pemungutan suara karena kita menginginkan demokrasi di Irak,“ kata dia setelah mencoblos di sebuah tempat pemungutan suara di sebuah hotel di Baghdad.

Pasukan keamanan yang setia kepada Maliki telah memerangi kelompok ekstrimis Sunni di sebelah barat Irak dalam apa yang digambarkan perdana menteri sebagai sebuah “perang melawan terorisme.“

Al-Maliki juga menghadapi musuh dari kelompok Syiah, yang menuduhnya korupsi besar-besaran dan mengkritik dia atas kekerasan yang kini terjadi, yang merupakan kekerasan sektarian terburuk, sejak puncak kekerasan di negara itu antara 2006 hingga 2008.

Kekerasan yang meningkat

Lebih dari 9.000 kandidat, termasuk 2.607 perempuan, berlomba-lomba untuk merebut 328 kursi di parlemen, yang nantinya akan memilih perdana menteri dan presiden.

Massa mengalir di berbagai tempat pemungutan suara di pusat ibukota, di mana ratusan pasukan keamanan dikerahkan.

”Saya bersama istri dan anak perempuan termasuk diantara yang pertama memilih,“ kata Udi al-Saadi, seorang pegawai pemerintah berusia 46 tahun.

“Ada keinginan pada sebagian rakyat Irak untuk berpartisipasi dalam pemilihan agar membawa perubahan nyata,“ kata dia setelah memberikan suaranya.

Pemerintah melarang masyarakat membawa kendaraan di hari pemungutan suara karena kekhawatiran ancaman bom mobil.

Bandar udara juga ditutup, Pasukan keamanan ditempatkan di berbagai akses jalan menuju tempat pemungutan suara, yang ditutup pukul 18.00 waktu setempat.

Hampir setiap hari terjadi serangan di Irak dalam beberapa bulan terakhir, yang terutama menyasar pasukan keamanan dan kelompok mayoritas Syiah.

Menurut perkiraan PBB, 8.868 orang tewas terbunuh dalam kekerasan selama tahun 2013, yang merupakan jumlah korban tahunan tertinggi selama lima tahun terakhir.

ab/hp (dpa,ap,rtr)