1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Iran Journalisten

12 Oktober 2010

Sensitifitas Iran terhadap peliputan media internasional bukan hal yang baru. Penangkapan kedua jurnalis asing itu akhirnya dikonfirmasi oleh Jaksa Agung Iran Gholamhossein Mohseini-Ejeie.

https://p.dw.com/p/Pc66
Kota Tabriz di Peta IranFoto: DW

Hingga Senin malam (11/10) informasi masih simpang siur dan sangat terbatas. Kantor berita Iran ISNA hanya melaporkan, dua orang jurnalis asing ditangkap di Iran. Meski begitu ada indikasi bahwa kedua lelaki itu adalah seorang reporter serta seorang fotografer yang bertugas untuk surat kabar Jerman "Bild am Sonntag". Keduanya diperkirakan tengah menuju kota Tabriz, di kawasan barat Iran. Di sana mereka bermaksud mewawancarai putra dari Sakineh Mohammadi Ashitiani, yang terancam hukuman rajam.

Dilaporkan kedua jurnalis Jerman itu ditangkap ketika sedang bersama putra Sakineh serta pengacara barunya. Beberapa minggu terakhir dewan juri dalam pengadilan Sakineh berulang kali diperingatkan oleh pihak berwenang di Iran agar tidak memberikan wawancara kepada jurnalis asing.

Penangkapan kedua jurnalis asing itu akhirnya dikonfirmasi oleh Jaksa Agung Iran Gholamhossein Mohseini-Ejeie. Ia menekankan, bahwa kedua orang yang ditangkap bukan betul-betul wartawan. Mereka masuk Iran dengan menggunakan visa turis. Selain itu, keduanya tidak memiliki akreditasi media. Meski begitu Ejeie mengisyaratkan bahwa keduanya adalah warga Jerman, yang telah berhubungan dengan Mina Ahadi, seorang aktivis Iran yang meluncurkan kampanye anti hukuman mati dan hukuman rajam.

Sementara di Jerman, jurubicara penerbit Axel Springer yang menerbitkan harian Bild am Sonntag menjelaskan bahwa tidak mengetahui bahwa dua orang karyawannya ditangkap di Iran.

Kasus Sakineh Mohammadi Ashtiani bulan berulang kali mencuat dalam pemberitaan media internasional. Ashtiani seorang ibu rumah tangga berusia 43 tahun, secara terpisah dijatuhi hukuman mati oleh dua pengadilan berbeda di Tabriz pada tahun 2006.

Hukuman mati yang pertama, melalui hukuman gantung dijatuhkan atas keterlibatanya membunuh suaminya. Setelah naik banding pada tahun 2007, hukuman Sakineh Ashtiani diringankan menjadi 10 tahun tahanan penjara.

Namun di tahun yang sama, 2007, hukuman kedua, yakni dirajam hingga tewas tetap diberlakukan oleh pengadilan banding yang lain. Hukuman ini dijatuhkan atas dasar tuduhan sejumlah hubungan di luar pernikahan, secara khusus berselingkuh dengan lelaki yang dituduh sebagai pembunuh suaminya.

Disebutkan, Sakineh Ashtiani telah mengakui perbuatannya. Bahkan televisi Iran telah menyiarkan rekaman pengakuannya. Namun dalam siaran itu, wajahnya dibuat tidak jelas dan logat Turki-Azerinya ditimpa oleh suara yang berbahasa Persia. Sedangkan pengacaranya yang pertama, Mohammad Mostafaei, mengalami tekanan hebat sehingga akhirnya meninggalkan Iran dan meminta suaka ke Norwegia.

Sejak Juli lalu, sejumlah pejabat Iran berulang-ulang menyatakan bahwa hukuman rajam itu sudah dibatalkan, karena gencarnya suara protes internasional, khususnya dari Perancis, Italia dan Vatikan. Memang hukuman itu dikecam oreh masyarakat dunia, yang menganggap hukuman itu tak berperikemanusiaan. Pun banyak negara yang menyampaikan protesnya kepada pemerintah Iran. Dua pekan lalu, Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad mengatakan bahwa keputusan yang dijatuhkan atas Sakineh Mohammadi Ashitiani belum dikukuhkan.

Sensitifitas Iran terhadap peliputan media internasional bukan hal yang baru. Jurnalis asing harus meminta ijin resmi bila ingin keluar bukota Teheran, dan dilarang meliput aksi-aksi protes dan peristiwa poltik. Hari Senin (11/10) akreditasi seorang jurnalis Spanyol dari El Pais dibatalkan, setelah diketahui Juli lalu ia mewawancari putra disiden, Ayatullah Besar Hussein Ali Montazeri. Angeles Espinosa akan harus meninggalkan Iran dalam dua pekan ini. Kini pemerintah Iran telah mengkonfirmasi penangkapan dua orang jurnalis Jerman dari mingguan "Bild am Sonntag" .

Ulrich Pick/Edith Koesoemawiria
Editor: Christa Saloh