1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

080910 Friedenspreis Khatib

22 September 2010

Penghargaan perdamaian ini diberikan kepada Ismail Khatib atas dedikasinya atas perjuangan kemanusiaan serta dalam memerangi kebenciaan. Rabu (22/09), Ismail Khatib akan menerima penghargaan tersebut di kota Wiesbaden.

https://p.dw.com/p/PJ4h
Gambar simbol perdamaian Palestina-IsraelFoto: AP/DW

Tidak ada hari berlalu tanpa ingatan kepada anaknya, bercerita mengenainya, menyebut namanya, bagaikan ia berada disampingnya. Hanya dengan cara begitu, kejadian lima tahun lalu dapat diceritakan Ismail Khatib, warga kota Jenin, Palestina. Lima tahun lalu, November 2005, putranya Ahmed yang berusia 12 tahun tewas akibat tembakan yang dilepasakan tentara Israel.

“Pada hari pertama Idul Fitri tahun 2005, Ahmed keluar rumah untuk membeli dasi yang cocok bagi jasnya. Pada saat yang bersamaan terjadi baku tembak dan ia tewas terkena tembakan,“ kenang Ismail Khatib.

Tentara Israel kala itu mendapat perintah untuk menembak mati warga Palestina yang bersenjata. Saat itu, Ahmed yang sedang memegang senjata mainan, disangka sebagai salah seorang pejuang Palesina. Ahmed terkena tembakan di kepala dan di dada. Ahmed dilarikan ke rumah sakit di kota Haifa.

Ismail Khatib bercerita, "Setelah itu, ia di bawa ke rumah sakit Rambam. Di sana kami memutuskan untuk mendonorkan organ tubuhnya kepada anak lain, tanpa mempedulikan asal mereka, tanpa mempedulikan apakah mereka orang Israel, Palestina, Islam atau Druze. Siapa pun bisa memanfaatkannya."

Enam orang, termasuk lima warga Yahudi menerima organ tubuh Ahmed. Lima diantara mereka masih bertahan hidup sampai sekarang. Anak-anak ini sekarang seperti anaknya sendiri, di dalam diri mereka ia kembali menemukan anaknya, tutur Ismail Khatib.

Ismael Khatib aktif dalam gerakan perjuangan kemerdekaan Palestina Intifadah pertama pada akhir tahun 80 an, bergabung dengan brigade Al Aqsa dan pernah mendekam selama satu setengah tahun di penjara militer Israel. Keputuskan untuk menyumbangkan organ anaknya, juga bagi anak Israel, diambil oleh Ismail bersama istrinya, setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan ulama mufti kota Jenin dan para pejuang dari brigade Al Aqsa. Meskipun pada tahun 2005, kasus ini mendapat perhatian yang sangat besar di Isreal, Ismail Khatib yakin, banyak orang yang lebih suka agar ia melakukan aksi balas dendam dengan cara yang lain.

Ditemani kenangan mengenai anaknya, Ismail Khatib terus berjuang demi kemanusiaan dan juga berusaha untuk mengikis rasa benci diantara warga Palestina-Israel akibat konflik yang terjadi. "Di manapun saya berada, Ahmed selalu. Saya menyebut namanya setiap hari. Ini membuat saya merasa kuat, sekaligus memberikan kekuatan, jika saya bercerita mengenainya atau mengenai anak-anak. Sudah banyak anak yang tewas dalam konflik Palestina-Israel. Banyak anak Palestina yang menjadi korban. Ribuan martir telah tewas dan sebagian besar adalah anak-anak. Saya merasa, ini kewajiban saya untuk berbicara mengenai anak-anak serta hak mereka, agar mereka mempunyai kondisi hidup yang lebih baik. Sangat penting untuk berbicara mengenai hak asasi manusia, juga pada masa perang. Juga agar anak-anak dapat menikmati hidup mereka.”

Clemens Verenkotte/Yuniman Farid

Editor: Ayu Purwaningsih