1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

120710 Israel Bildung Meinungsfreiheit

14 Juli 2010

Politik pendidikan Israel bergeser ke kanan. Sistim pendidikan, mata pelajaran dan peraturan baru bagi pengajar berubah banyak. Kebebasan berpendapat tak termasuk dalam target pengajaran lagi.

https://p.dw.com/p/OIcY
gambar simbol pengekangan kebebasan berpendapatFoto: AP

Bagi ahli pedagogi Ram Cohen, direktur SMU Aleph di Tel Aviv, amat penting adanya keterbukaan yang memungkinkan siswa-siswi sekolahnya menyampaikan pendapat mereka secara bebas. Cohen ingin agar para murid sekolah itu siap menghadapi realitas politik di negaranya. Untuk itu menurut Cohen, seseorang perlu bisa menentukan sikap dan tidak menghindar dari masalah.

Di hadapan murid-murid kelas atas di sekolahnya, Ram Cohen secara terbuka mengecam, apa yang ia sebut "43 tahun masa pendudukan Israel" atau "penjajahan rakyat Palestina". Di Radio Israel, direktur sekolah itu bertutur, "Kami melakukan tur bersama orangtua dan pergi ke beberapa pos perbatasan. Kami ke sana agar bisa mendapat gambaran bagaimana kehidupan di wilayah yang terjajah. Studi tur ini ternyata diberitakan media, dan memicu badai perdebatan. Apalagi terkait tuntutan saya, agar kaum spiritual Yahudi juga turut melakukan wajib militer."

Sikap seorang direktur sekolah lain dari Herzliya lebih tegas lagi. Secara terbuka ia memprotes aturan baru Menteri Pendidikan Gideon Sa'ar yang membolehkan militer Israel mempromosikan program wajib militer di ruangan kelas. Sikap dia dan juga pandangan Ram Cohen menimbulkan protes luas, tidak hanya dari koalisi nasionalis kanan di parlemen.

Para direktur sekolah itu diharuskan tampil di hadapan Komisi Pendidikan, menjawab rangkaian pertanyaan wakil Likud dan aktivis untuk pemukiman Yahudi, Danny Danon. "Seorang direktur sekolah yang melepaskan anak sekolah belia untuk melihat pos-pos perbatasan itu tidak realistis," dikatakan Danon.

Sang direktur sekolah Ram Cohen menepis pandangan Danon. Ia ingatkan, bahwa siswanya juga harus disiapkan untuk masuk militer. Karenanya ia wajib menunjukkan, apa yang akan dihadapinya sebagai tentara Israel di Tepi Barat Yordan. Ungkapnya, mereka akan masuk ke wilayah yang ditaklukkan 43 tahun lalu oleh Israel, yang bukannya "dibebaskan", melainkan diduduki. Kawasan, di mana setiap harinya militer Israel melakukan pelanggaran hak azasi manusia.

Tendensi nasionalis yang kini timbul dalam pendidikan Israel sangat baru. Sebelumnya ketika Yuli Tamir dari Partai Buruh masih menjadi Menteri Pendidikan, tidak ada trend nasionalis. Sebaliknya, Yuli Tamir berhasil menentang arus besar di dalam negeri yang ingin memasukkan perbatasan yang disebut garis hijau antara Israel dan Tepi Barat ke dalam buku pelajaran sejarah.

Proses demokratis seperti itu tidak bisa diterima oleh Menteri Pendidikan Sa'ar. Baru-baru ini ia mengancam pengajar dan profesor di perguruan tinggi dengan hukuman disipliner setelah para pengajar menyerukan, agar selama Palestina diduduki, luar negeri memboikot Israel secara akademis.

Sementara itu, harian Israel "Ha'aretz" melaporkan, bahwa Kementrian Pendidikan Israel menghapus sejumlah bab dari buku-buku sejarah yang disiapkan untuk tahun 2011 depan. Diantaranya, tema seputar Kesepakatan Oslo antara Israel dengan Palestina, serta perang Libanon yang pertama pada tahun 1982. Kedua tema itu diganti dengan tema kesepakatan perdamaian dengan Yordania, serta sejarah perjalanan kaum Yahudi ke Israel dalam 30 puluh tahun terakhir.

Clemens Verrenkotte/Edith Koesoemawiria
Editor: Hendra Pasuhuk