1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

150809 Türkei Öcalan

16 Agustus 2009

Ketua PKK Abdullah Öcalan batal mengumumkan jalan menuju perdamaian yang sedianya akan disampaikan Sabtu (15/08).

https://p.dw.com/p/JCCC
Wilayah inti Kurdi dari tinjauan sejarah.Foto: GNU/DW

Menurut keterangan Ömer Günes, salah satu pengacara Öcalan, pengumuman ketua PKK tersebut belum rampung. Dibutuhkan waktu beberapa hari lagi, hingga jalan menuju perdamaian tersebut siap disampaikan kepada khalayak umum.

Paket usulan, yang isinya belum diketahui publik tersebut, disebut-sebut bersisi solusi untuk menyelesaikan masalah etnis Kurdi di Turki. Semula, usulan itu akan diumumkan hari Sabtu di Eruh, Provinsi Siirt, dimana organisasi bawah tanah Partai Buruh Kurdi, PKK, melakukan serangan pertamanya, 15 Agustus 1984, tepat 25 tahun silam.

Konflik antara militer Turki dan kelompok bersenjata Kurdi Bei dalam seperempat abad terkahir menewaskan sekitar 40.000 orang. Öcalan, yang semula bertujuan menidrikan sebuah negara Kurdi merdeka, ditangkap di Kenya tahun 1999. Awalnya ia dijatuhi hukuman mati, kemudian diperingan menjadi penjara seumur hidup yang ia habiskan di Pulau Imrali, di Laut Marmara.

Prakarsa Ketua PKK Öcalan, yang kini ditunda, telah memotivasi pemerintah Turki untuk mengambil sejumlah langkah pendekatan. Karena peluang untuk mencapai solusi bagi konflik Kurdi-Turki belum pernah sebagus saat ini, begitu disebutkan banyak pihak.

PM Recep Tayyip Erdogan pun menyerukan, "Kita harus mengajukan pertanyaan pada diri kita sendiri, dan seluruh bangsa harus mempertimbangkannya dengan obyektif. Dimana letak kesalahan kita? Dimana diterapkan politik yang tak sesuai? Dimana kita salah bertindak?“

Untuk mendorong pemberontak PKK mengakhiri perjuangan bersenjata, pemerintah antara lain mengembalikan nama asli desa-desa dan kota-kota di Anatolia Tenggara yang berasal dari bahasa Kurdi.

Dan demi menunjukkan kesungguhan pemerintah, Presiden Abdullah Gül beberapa hari lalu terbang ke Güroymak, Provinsi Bitlis, dan menyebut distrik itu dengan nama aslinya, Norsin. Warga setempat menyambut gembira. "Kami terharu. Gembira sekali rasanya, nama asli tempat ini digunakan kembali", kata seorang pria Kurdi.

Sepekan sebelumnya PM Erdogan mengambil langkah penting lain. Ia bertemu perwakilan partai oposisi Kurdi, DTP, yang kerap dianggap perpanjangan tangan PKK. Ke-21 anggota parlemen dari partai itu sulit mengambil jarak dengan PKK yang digolongkan sebagai kelompok teror. Meski demikian, Erdogan mengatakan, baginya DTP dan PKK tidak berdiri di garis yang sama. Kata-kata yang tampak jelas membuat gembira Ketua DTP, Ahmet Türk.

Ia mengatakan, "Kita berdiri di ambang era baru dimana rakyat Turki akhirnya saling rangkul. Kami mengharapkan muncu perkembangan positif yang menuntun pada kondisi yang lebih demokratis. Tentu saja tugas penting dan tanggungjawab besar menanti kita."

Mayoritas rakyat Turki tampaknya menyambut gembira prakarsa pemerintah. Namun, walau rasa skeptis lebih kecil daripada harapan bahwa konflik akhirnya bisa diselesaikan, tetap saja terdapat keberatan.

Kenyataannya, oposisi merasa sulit menghadapi prakarsa pemerintah. Mereka memandang pendekatan terhadap warga Kurdi juga sebagai pengkhianatan terhadap ide Ataturk tentang sebuah bangsa yang sama secara budaya dan bahasa.

Karena itulah pemimpin oposisi, Deniz Baykal menekankan, "Mereka tidak bermaksud menyatukan Turki tapi justru memisahkan. Setiap orang harus menghayati asal-usul etnisnya, tapi sebagai bangsa kita harus hidup bersama-sama. Hal ini bisa dijalankan dengan kelompok etnis lain, jadi mengapa dengan Kurdi tidak? Hati-hati, jangan menyelesaikan masalah dengan membuat Turki tercerai-berai!“

Ulrich Pick/ Renata Permadi

Editor: Andriani Nangoy