1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jalan Masih Panjang Bagi Libya

25 Agustus 2011

Tergulingnya rejim Gaddafi membuka peluang bagi sistem yang demokratis. Warga Libya perlu dukungan internasional untuk membangun masa depannya.

https://p.dw.com/p/12Nj6
Rebel fighters gesture and flash the V-sign in the Gorgi district of Tripoli, LIbya, Tuesday, Aug. 23, 2011.
Pemberontak kuasai TripoliFoto: dapd

Harian Belanda de Volkskrant menyoroti jalan panjang Libya membangun kembali negaranya.

Transisi menuju suatu tata pemerintahan baru, pasti tidak mudah di sebuah negara yang sekitar 40 tahun hanya berpusat pada satu orang kuat dan pengikutnya. Tidak ada institusi yang mandiri. Selama orang kuat ini belum tertangkap dan tetap menjadi pemberitaan, hal ini akan mengganggu pemulihan Libya yang ibarat orang sakit gigi. Bisa dimengerti, kalau sekarang ada hadiah uang dalam jumlah besar untuk penangkapan Gaddafi. Ini menggarisbawahi pentingnya penangkapan pucuk pimpinan rejim lama Libya. Hal penting yang lain, penguasa yang baru tidak menutup pintu bagi anggota biasa aparat keamanan, seperti yang dulu dilakukan di Irak.

Mengenai tantangan yang dihadapi Libya dan peran negara-negara Barat, harian konservatif Inggris The Times menulis:

Keruntuhan diktator Gaddafi tidak berarti bahwa peran negara-negara barat sebagai pembantu kelahiran demokrasi di Libya sudah berakhir. Tergulingnya rejim ini, yang selama empat dekade berkuasa dengan brutal di dalam negeri dan pernah mendatangkan kekacauan berdarah di luar negeri, bukan sebuah akhir melainkan sebuah awal. Pihak barat sudah membantu Libya menyingkirkan sistem diktator. Sekarang barat harus membantu Libya menuju demokrasi. Tentu saja, warga Libya bertanggung jawab untuk membangun masa depannya. Tapi Inggris dan barat punya kewajiban untuk mendukung mereka. Barat sudah menarik pelajaran dari Irak dan sekarang punya pengalaman lebih baik untuk mendukung stabilitas di Libya. Terutama membantu membangun demokrasi dan membuka hubungan ke negara-negara lain.

Harian Italia La Stampa berkomentar:

Kemenangan NATO dan pihak pemberontak di Libya jauh lebih lemah daripada gambar-gambar perayaan oposisi yang kini ditayangkan. Perjuangan bagi Libya sebenarnya baru dimulai sekarang. Alasan kelemahannya terletak pada cara memenangkan perang. Perang ini dikendalikan dari luar. Artinya, dilaksanakan oleh NATO. Jadi tidak ada oposisi politik melawan rejim Gaddafi yang bisa berkembang dengan matang. Masa depan yang cerah tidak akan langsung datang bagi negara yang sekarang sedang merayakan kemenangan. Perkembangan Libya juga tergantung dari perkembangan di negara sekitarnya. Bagaimana revolusi di Mesir dan Tunisia berlangsung dan diakhiri, hal ini akan punya dampak besar pada nasib Libya selanjutnya.

Harian Perancis La Croix menyoroti kekayaan minyak Libya dan menulis:

Minyak bumi bagi Libya adalah peluang sekaligus kutukan. Peluang, karena setelah rejim Gaddafi terguling, dengan kekayaan di bawah tanah itu, Libya punya uang untuk membangun masa depan. Tapi emas hitam ini juga sebuah kutukan. Karena dengan uang yang dihasilkan oleh minyak ini, rejim Gaddafi selama empat dekade bisa bertahan dan membagi hadiah kepada para suku untuk mempertahankan ketertiban di dalam negeri. Tentu bukan suatu kebetulan, bahwa protes sosial di dunia Arab berawal dari Tunisia, Mesir, Yaman, Maroko dan Suriah, negara-negara yang tidak punya terlalu banyak kekayaan minyak.

Hendra Pasuhuk/dpa/afp
Editor: Dyan Kostermans