1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Janggut dan Cadar Jadi Sasaran Amuk

23 Agustus 2013

Abdul Salam Badr tak punya pilihan selain mencukur janggutnya untuk menyelamatkan diri dari sasaran pemerintah dan militer Mesir yang kini memburu para pendukung presiden Islamis terguling Muhamad Mursi.

https://p.dw.com/p/19UeL
Foto: picture-alliance/AP

Hari-hari belakangan ini, tanda-tanda kesalehan yang jelas, sudah cukup untuk menarik kecurigaan pasukan keamanan di tempat-tempat pemeriksaan ibukota Kairo dan milisi sipil yang ingin menyerang kaum Islamis.

“Saya sedang menumpang taksi menuju kamar mayat, mengangkut mayat teman saya yang terbunuh dalam demonstrasi,” kata Badr.

“Saya diberhentikan oleh sekelompok milisi karena saya berjanggut,” tambah laki-laki 29 tahun itu, yang mengaku bukan anggota setia kelompok organisasi politik manapun.

“Satu-satunya yang menyelamatkan saya adalah kenyataan bahwa saya sedang membawa mayat.”

Dan kemudian, di sebuah salon kecil berdebu, ia mencukur janggutnya, “karena hidup akan lebih aman tanpa janggut.”

Perburuan Kaum Berjanggut

Penggulingan Mursi, yang didukung kelompok Islamis Ikhwanul Muslimin, telah memicu sebuah perburuan atas mereka yang dianggap sebagai para pengikutnya.

Kampanye ini dipupuk oleh media lokal, yang sepanjang hari menyiarkan gambar-gambar lelaki bersenjata yang dituduh melepaskan tembakan ke arah pasukan keamanan selama demonstrasi.

Salah satu video yang memperlihatkan laki-laki berjanggut dengan bendera jihad menyerang laki-laki muda setelah mereka dilempar dari atap sebuah blok apartemen di Alexandria, telah menambah hiruk pikuk.

Media lokal dan pemerintah juga memberi label keras dengan menggeneralisir Ikhwanul Muslimin sebagai “teroris“.

Apa yang disebut sebagai “Komite Rakyat“ -- milisi yang tumbuh di lingkungan warga – telah menambah hidup semakin buruk, dengan memberi kesempatan warga untuk melampiaskan kemarahan, khususnya di Kairo setelah jam malam diberlakukan.

Laki-laki berjanggut atau perempuan dengan cadar penuh menutupi wajah atau niqab, sering dikaitkan sebagai Muslim relijius, dan dihubung-hubungkan sebagai pendukung Ikhwanul Muslimin.

Menanggung Kekerasan Ikhwanul Muslimin

Sejumlah pemimpin Ikhwanul selama ini berusaha mempromosikan pemakaian cadar selama satu tahun masa kekuasaan Mursi.

Tapi kini, simbol-simbol agama itu telah menjadi sesuatu yang tidak menguntungkan.

“Orang-orang yang memiliki janggut harus membayar kekerasan yang dilakukan kelompok Ikhwanul Muslimin dan kelompok Islamis lainnya” dalam beberapa hari terakhir, kata May Moujib, seorang professor politik di Universitas Kairo.

Mereka yang terkena dampak berkisar mulai dari anggota Ikhwanul Muslimin yang sebenarnya hingga mereka yang tidak punya afiliasi dengan kelompok itu tapi kebetulan menyukai janggut.

Seorang fotografer barat memutuskan mencukur janggutnya setelah berulangkali ditegur di jalanan dan bahkan diancam oleh orang Mesir yang salah mengira dirinya sebagai seorang anggota Ikhwanul Muslimin.

Seorang sopir taksi berjanggut, mengakui bahwa para pelanggan semakin enggan menggunakan jasanya.

“Ini mungkin awal kampanye untuk memboikot para sopir taksi berjanggur,“ kata dia.

Mohammed Ibrahim, seorang apoteker yang berjanggut, terpaksa mengubah rute dan waktu perjalanannya ke tempat kerja untuk menghindari “ketegangan dengan komite rakyat.”

Kompensasi Relijius

Seiring dengan tindakan keras, berbagai laporan menyebutkan bahwa sejumlah ulama telah memberikan ‘kompensasi relijius‘ kepada mereka yang ingin mencukur janggut untuk menghindari sasaran kemarahan.

“Kebencian orang-orang bahkan lebih buruk dari pelecehan yang dilakukan polisi,” kata Mohamed Tolba, seorang pengikut Salafi.

“Kami sedang menjalankan prinsip Islam, tapi kami menghadapi kebencian masyarakat,” kata Tolba, yang baru-baru ini meluncurkan komik online yang mencoba membongkar stereotip yang sering dilekatkan kepada kelompok Salafi.

“Menyasar mereka yang berjanggut adalah perilaku tercela yang mengancam kehidupan bersama yang damai diantara orang Mesir,” demikian peringatan Nivine Messad, seorang ahli politik lainnya dari Universitas Kairo.

“Itu adalah tanda-tanda buruk bagi masa depan, dan sebuah indikasi perpecahan diantara warga Mesir,” kata dia.

“Kepala dingin harus masuk untuk mengakhiri kekerasan dan hasutan.”

ab/hp (afp, rtr,ap)