1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jelang Pertemuan G20 : Cina Percaya Diri

9 November 2010

Tema utama Konferensi Tingkat Tinggi G-20 di Seoul, Korea Selatan menyoroti masalah ketidaksamarataan di bidang perdagangan yang terjadi di seluruh dunia.

https://p.dw.com/p/Q34o
G20 di SeoulFoto: Orgranisationskomitee G20 Seoul Summit

Pertemuan ini mencoba mencari solusi atas permasalahan tersebut. Diperkirakan akan terjadi silang sengketa sengit antara delegasi Cina dan delegasi negara-negara Barat, terutama negara Amerika Serikat. Sejak lama pemerintahan di Washington mengecam Cina dengan mata uangnya.

Dua contoh berikut ini memaparkan bagaimana kubu-kubu di dunia perekonomian global demikian sulit digambarkan. Contoh pertama adalah pendapat dari Li Jianyi, produsen kerangka roda untuk turbin angin dari Changzhou: “Saya beli semua mesin-mesin untuk produksi dari Jerman. Mesin seperti itu buatan Cina, harganya mungkin sekitar dua juta Yuan, sementara buatan Jerman 10 kali lebih mahal. Tapi kualitas industri mesin berat Cina masih berada 50 tahun di belakang Jerman.”

Contoh kedua adalah pendapat dari Bernhard Franger dari perusahaan Internormen Altlussheim dari negara bagian Baden Württemberg: “Para konsumen Cina tidak hanya melihat harga jual. Kami memproduksi saringan dan negara Cina adalah pasar yang paling penting, karena dari pasar Cina diraih seperempat omset kami. Kami juga aktif bergerak di industri mesin-mesin untuk pembangunan dan memasoknya, contohnya merek Sany.”

Pabrik pembuat mesin-mesin berat untuk pembangunan terbesar di dunia, Sany, akan mendirikan pusat industrinya di Eropa, di Kota Bedburg, dekat Köln. Volume perdagangan antara Cina dan negara Uni Eropa pada semester pertama naik berkisar 37 persen dibanding jangka waktu yang sama. Terutama bidang ekspor, menjadi tema utama diskusi politik nilai mata uang Cina. Sebelum KTT G 20 tidak tampak tanda-tanda bahwa pemerintahan di Beijing menanggapi isyarat ancaman Amerika dengan denda bea cukainya. Pakar ekonomi Pan Yingli dari Universitas Jiaotong Shanghai mengatakan: “Tidak peduli sekuat apa mata uang Yuan naik, hal itu sangat mustahil memulihkan lapangan kerja di Amerika. Produk-produk bidang pertanian dari Amerika atau produksi-produksi bidang teknologi senjata menghasilkan keuntungan tinggi tapi bukan pada penyediaan lapangan kerja. Amerika tidak kompeten menciptakan m lapangan untuk setiap jenis industri. Bahkan jika Cina sendiri menghentikan seluruh ekspor ke Amerika, kemungkinan barang datang dari negara lain. Saya pikir tekanan terhadapYuan beralasan politis. Tahap selanjutnya akan terjadi perang dagang.”

Pemerintah di Beijing tidak boleh menaikkan nilai mata uang Yuan yang dikendalikan pemerintah pusat, demikian peringatan pakar ekonomi Pan. Sebab hal itu akan memperkecil keuntungan bagi pelaku-pelaku ekspor Cina berskala kecil yang banyak sekali jumlahnya, dan terlalu besar risikonya memicu bangkrut massal.

Namun Cina bergerak percaya diri di dunia internasional. Pakar perekonomian dari Bank Royal Skotlandia Ben Simpfendorfer mengatakan: “Cina menganggap dirinya sebagai pemimpin negara-negara Timur, sebagai pembela dari kepentingan negara Barat. Perasaan terhina dari masa kolonial dikedepankan. Karena tertutup kemungkinan bahwa Cina akan bertekuk lutut atas tuntutan-tuntutan barat. Mungkin tuntutan-tuntutan ini lebih dihiraukan jika keluhan-keluhan itu seandainya datang dari negara berkembang. Lebih serius ketimbang usul-usul yang datang dari Washington.”

Presiden Cina Hu Jintao dengan taktis menandatangani perjanjian dagang senilai 16 miliar euro dengan Perancis. Selain itu, Cina telah menawarkan bantuan pengurangan kredit ke Yunani. Sekarang ini pemerintah Cina juga memberi tawaran untuk membantu keuangan negara Portugal.

Ayu Purwaningsih

Editor : Agus Setiawan