1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

130711 Japan Atomenergie

14 Juli 2011

Jepang untuk jangka panjang akan keluar dari energi nuklit. Dengan demikian PM Jepang Kan menarik konsekuen dari bencana PLTN Fukushima Maret lalu. Apakah Kan dapat mewujudkan perubahan haluan itu masih diragukan.

https://p.dw.com/p/11vQv
Anti-nuclear demonstrator bear placards during a rally in Tokyo, Saturday, June 11, 2011. The protesters held mass demonstrations against the use of nuclear power, as Japan marked the three-month anniversary of the powerful earthquake and tsunami that killed tens of thousands and triggered one of the world's worst nuclear disasters. (Foto:Koji Sasahara/AP/dapd)
Plakat anti atom dalam demonstrasi di Tokyo Juni laluFoto: dapd

Perubahan itu datang lebih cepat dari yang diduga. Hanya empat bulan setelah bencana atom di Fukushima, pemerintah Jepang merencanakan serius berhenti dari penggunaan energi atom. Perdana Menteri Naoto Kan:

"Jepang harus berganti haluan ke energi terbarukan karena bahaya besar bencana nuklir. Penghentian itu akan berlangsung bertahap. Masyarakat kami tidak boleh lebih lama tergantung pada energi atom."

Berita itu cukup mengejutkan, tapi untuk pertanyaan menentukan perdana menteri yang kehilangan pamornya itu tidak memiliki jabawan. Hanya tinggal 16 persen warga Jepang yang mendukung politiknya. Naoto Kan sendiri sudah menyatakan akan mundur dari jabatan Perdana Menteri. Namun untuk mundurnya Kan dari tanggung jawab pemerintahan maupun untuk keluar dari energi nuklir tidak disebutkan waktu yang rinci. "Terlalu dini untuk menyebutkan tanggal berhenti dari energi nuklir. Perubahan energi perlu pembahasan yang rinci. Banyak yang harus didiskusikan di parlemen."

Oposisi menyambut rencana tersebut tapi sekaligus memperingatkan dampak bahayanya bagi perekonomian. Pasokan energi di Jepang terdiri dari 30 persen energi atom. Sebelum bencana di Fukushima malah direncanakan penambahan energi atom 50 persen. Setelah bencana gempa bumi dan pemeriksaan reaktor reguler dari 54 reaktor atom di Jepang, dua pertiganya akan dihentikan operasinya. Reaktor-reaktor atom itu mula-mula harus menjalani uji coba kelayakan. Contoh utama adalah Jerman, kata aktivis anti atom Akiko Yoshida

"Mengenai kebijakan Jerman untuk keluar dari energi atom juga menjadi topik pemberitaan di Jepang, dan itu sangat memicu semangat kami."

Akiko Yoshida adalah anggota organisasi Friends of the Earth Japan dan ia tergabung dalam aksi perhimpunan menentang tenaga atom. Meskipun setelah bencana Fukushima tidak ada protes massal di jalanan seperti yang terjadi di Jerman, ia percaya saat ini ada perubahan situasi di Jepang

"Kini kami akhirnya dapat mengatakan, lebih dari separuh masyarakat Jepang mendukung penghentian energi atom. Juga para anggota parlemen, tokoh politik berubah pandangan."

Penghentian pengoperasian energi atom membuat warga Jepang kepanasan. Dengan suhu 35 derajat celcius dan tingginya kebutuhan energi untuk pendingin ruangan, kawasan Tokyo sekrang dilanda minimnya pasokan listrik. Tram-tram hanya menempuh rute pada jadwal-jadwal khusus, tangga eskalator tidak dihidupkan, dan masyarakat diserukan untuk menghemat listrik.

Perusahaan pengguna energi yang besar, bahkan diwajibkan menghemat energi 15 persen. Namun tidak akan terjadi ambruknya pasokan listrik, demikian janji Perdana Menteri Naoto Kan. Jika itu sampai terjadi situasi di Jepang akan cepat kembali berubah.

Nils Kinkel/Dyan Kostermans

Editor: Hendra Pasuhuk