1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jerman Masih Harus Belajar dari Kanada

Sabine Ripperger27 November 2012

Kanada sudah lama menjadi negara tujuan imigran pekerja. Jerman yang kekurangan tenaga ahli, perlu meninjau ulang politik imigrasi yang berlaku.

https://p.dw.com/p/16q7k
Foto: WavebreakmediaMicro/Fotolia

Kanada dikenal berpengalaman dalam urusan pendatang dan penarikan warga asing sebagai tenaga ahli. Jumlah penduduknya bertambah hampir satu persen setiap tahun lewat kedatangan pendatang baru. Sebagian besar adalah migran pekerja berkualifikasi.

Negara di Amerika Utara ini kerap mengubah politiknya, disesuaikan dengan kebutuhan perekonomian. Jerman masih bisa belajar beberapa hal dari Kanada. Ini menurut penelitian sebuah institut di Berlin.

"Jerman harus lebih berusaha menampilkan diri sebagai negara tujuan migran", ujar direktur Berlin-Institut Reiner Klingholz. Menurut dia, dalam kurun waktu sepuluh hingga 15 tahun lagi, setiap sektor ekonomi di Jerman akan sangat kekurangan tenaga ahli. Untuk bisa memenuhi kebutuhan tersebut, Jerman tidak dapat hanya bergantung pada tenaga kerja dari negara-negara Uni Eropa.

Di waktu bersamaan, para politisi harus bersikap jelas terhadap warganya sendiri terkait pekerja migran itu dan penegasan potensi mereka. "Artinya, kita harus lebih transparan dan sekalgus agresif. Kita harus beriklan lebih banyak di luar negeri."

USA Keystone XL Pipeline Öl Kanada
Kanada juga butuh tenaga kerja untuk pembangunan jaringan pipa minyakFoto: REUTERS/TransCanada Corporation

Kanada sebagai negara percontohan?

Sejak 1967 Kanada memilih warga barunya dengan sistem poin. Kemampuan bahasa dan pendidikan adalah faktor pilihan paling penting. Selain itu, pemerintah Kanada memberi poin bagi yang sudah memiliki pengalaman bekerja, berdasarkan usia atau bagi yang mendapat penawaran kerja. Faktor-faktor lain yang turut dipertimbangkan, adalah pendidikan pasangan hidup yang turut pindah atau apakah sebelumnya pernah bermukim di Kanada atau tidak.

Namun, sistem itu tidak hanya mempertimbangkan pelamar dengan kualifikasi tinggi. "Kanada juga membutuhkan tenaga di sektor perawatan manula, industri minyak, perhutanan. Untuk itu ada program khusus", jelas Klingholz. Program ini memastikan ijin tinggal sementara bagi para pendatang dengan tawaran kerja. Namun, ijin tinggal permanen hanya akan diberikan kepada beberapa orang saja.

"Peluang bagi pekerja migran di Jerman untuk mendapat ijin tinggal permanen atau berganti kewarganegaraan Jerman lebih sulit daripada di Kanada", kritik Klingholz. Ini sebabnya, mengapa proyek Blue Card, yang mengurangi persyaratan ketat bagi pekerja migran, kurang berhasil. Lagipula, tambah Klingholz, Blue Card kurang dikenal di luar negeri.

Symbolbild Blue Card für Europa
Blue Card yang kurang lakuFoto: picture-alliance/chromorange

Banyak migran berpotensi datang ke Kanada tanpa sebuah tawaran kerja yang konkrit. "Ini bukan masalah", ujar Stephan Sievert dari Berlin-Institut. Ada politik integrasi yang sangat aktif dan tidak baru dimulai setelah pendatang melewati perbatasan ke Kanada. "Program yang memudahkan migran memulai hidup baru sudah dimulai di negara asal dengan pemberian informasi dan orientasi. Supaya migran datang dengan sikap realistis."

Sistem sekolah yang dapat ditembus

Dampak dari program migran Kanada adalah, para pendatang rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibanding warga Kanada sendiri. Memang jumlah pendatang di Jerman yang tamat sekolah tinggi juga sudah meningkat, tapi masih jauh kualifikasinya dibandingkan dengan para migran di Kanada.

Keberhasilan generasi kedua, anak-anak para pendatang di Kanada, menurut hasil studi sangat mengesankan. Mereka sebagian besar tamat sekolah dan bahkan melebihi anak-anak warga asli.

Jadi, sistem sekolah di Kanada pada dasarnya lebih mudah ditembus dibandingkan sekolah di Jerman. Seperti kata Stephan Sievert, ini menguntungkan anak-anak para pendatang, "bahwa, mereka punya sistem sekolah yang memungkinkan anak-anak belajar di sekolah yang sama hingga kelas 9. Anak-anak para migran butuh waktu lama hingga bisa mengejar ketinggalan dalam bahasa."