1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jokowi Digempur Kampanye Fitnah

4 Juli 2014

Menjelang pemilihan, persaingan dua calon presiden semakin ketat dan fitnah semakin bertebaran. Joko Widodo mengaku heran, kenapa pemerintah, kepolisian dan badan pengawas pemilu tutup mata atas kasus ini.

https://p.dw.com/p/1CVsN
Indonesien Präsidentschaftswahlen Joko Widodo
Foto: Getty Images

Para analis mengatakan jutaan orang yang belum menentukan pilihan berbalik mendukung Prabowo Subianto, seorang bekas jenderal angkatan bersenjata yang mengaku pernah memerintahkan penculikan aktivis pro demokrasi dan disebut-sebut juga ikut menyulut kerusuhan maut pada tahun 1998.

Dalam wawancara ekslusif dengan Associated Press, Jokowi mengatakan kampanye fitnah besar-besaran oleh para lawan politiknya telah secara signifikan mengurangi elektabilitas dirinya. Ia mengaku heran kenapa pemerintah dan para penegak hukum tidak bisa mencegah hal tersebut.

Pukulan terakhir bagi Jokowi dan calon wakilnya Jusuf Kalla adalah tuduhan bahwa ibunya dulu adalah aktivis partai terlarang Partai Komunis Indonesia PKI, dan sebuah fatwa dari Forum Umat Islam yang menyatakan memilih Jokowi adalah haram.

Fitnah besar-besaran

Namun kampanye fitnah terbesar dilakukan melalui sebuah tabloid yang bertujuan mendeskridetikan Jokowi dan dibagi-bagikan diantara para santri di Jawa Timur dan Jawa Barat. ”Obor Rakyat” memfitnah Jokowi sebagai non-Muslim keturunan Cina, korup dan hanya “boneka” dari bekas presiden Megawati Sukarnoputri.

Tabloid ini juga melukiskan Jokowi sebagai seorang pembohong dengan hidung Pinokio, serta disebut berkewarganegaraan Singapura. Jokowi telah menyatakan kepada para pendukung kampanyenya dalam sejumlah kesempatan bahwa kedua orang tuanya berasal dari Jawa.

Edisi ketiga tabloid itu mendorong polisi melakukan penyelidikan dengan tuduhan menyebar fitnah dan memerika kepala editor, yang merupakan seorang asisten staf di kantor kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono. Partai Demokrat yang berkuasa yang sebelumnya menyatakan sikap netral, berbalik mendukung Prabowo hanya dua pekan sebelum pemilu 9 Juli.

Kampanye hitam lainnya, menyebut bahwa jika memilih Jokowi maka artinya akan membuka jalan bagi Jakarta untuk dipimpin seorang gubernur non-Muslim yakni Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, wakil gubernur yang kini mengambilalih tugas Jokowi sebagai gubernur.

“Memang, kampanye hitam secara signifikan telah mengurangi elektabilitas kami, dan mereka tutup mata atas hal itu,“ kata Jokowi, merujuk kepada Kepolisian, Badan Pengawas Pemilu dan Pemerintah. “Mereka seharusnya punya keberanian menghentikan berbagai kampanye seperti itu, yang telah menyebabkan kegelisahan dan menghasut masyarakat.“

Para analis memperingatkan adanya kemungkinan bahwa Jokowi akan dikalahkan lewat kecurangan yang terorganisir dan terstruktur.

Survei terakhir yang dilakuan lembaga terkenal Australia Roy Morgan Research, menemukan bahwa Jokowi kini hanya memimpin 4 persen diatas Prabowo.

Ahmad Muzani, wakil ketua kampanye untuk Prabowo, tidak sepakat bahwa kampanye fitnah telah mengalihkan para pendukung Jokowi ke pihak mereka, yang ia katakan juga menjadi korban publikasi yang tidak adil oleh media-media lokal.

”Saya pikir itu terjadi karena kampanye besar-besaran oleh seluruh partai koalisi kami dalam meyakinkan masyarakat,” kata Muzani.

ab/rn (ap,afp,rtr)