1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

220410 Malaria resistance

22 April 2010

Tahun 2009, para pakar kesehatan mengkhawatirkan meningkatnya kekebalan parasit penyebab Malaria di Kamboja. Pemerintah Kamboja dibantu negara donor lakukan tindakan untuk mengatasi masalah ini.

https://p.dw.com/p/N3Si
Foto: DW-TV

Jenis malaria yang kebal obat-obatan berkembang biak di kawasan Pailin di barat Kamboja. Parasit penyebab penyakit malaria itu menunjukan kekebalan terhadap terapi kombinasi obat-obatan yang selama ini menjadi standar baku.

Dr.Steven Bjorge yang merupakan spesialis penyakit malaria pada Organisasi Kesehatan Dunia WHO di Pnom Penh menjelaskan potensi permasalahannya, “Secara ilmiah telah terbukti bahwa parasit yang kebal obat-obatan di Afrika berasal dari Kamboja. Parasitnya kebal chloroquine. Yang ditakutkan adalah, parasit yang kebal obat-obatan dari barat Kamboja terus menyebar ke Afrika. Dan akibatnya Afrika akan menghadapi problem malaria yang tingkatnya beberapa kali lebih buruk ketimbang di Asia Tenggara.“

WHO melaporkan, setiap tahunnya malaria membunuh sekitar satu juta orang, kebanyakan di benua Afrika. Hal itu menyebabkan penyakit ini menjadi ancaman global yang signifikan.

Penelitian di Pailin menunjukan, kombinasi obat-obatan yang biasanya harus dikonsumsi dua atau tiga hari, di sana harus diberikan dua kali lebih panjang untuk membersihkan parasitnya. Para pakar kesehatan mengkhawatirkan, jenis malaria yang kebal itu dapat menyebar dengan konsekuensi akan munculnya bencana.

Untuk menanggulangi penyebaran penyakitnya, pemerintah Kamboja dibantu negara donor dan pakar malaria memilah potensi ancaman bahayanya menjadi tiga zone. Pailin dimasukan zone 1 atau kategori paling rawan, kemudian kawasan di sekitarnya zone 2 dan sisanya zone 3.

Dr.Duong Socheat dari pusat penanggulangan malaria Kamboja menyebutkan, di kawasan paling rawan, yakni zone 1, dilaksanakan program isolasi penyebaran malaria. Strateginya dengan membagikan kelambu dan warga diberi penyuluhan tambahan. Antara lain, penyebaran informasi mengenai bahaya menggunakan obat-obatan palsu atau obat sembarangan serta hanya satu jenis obat saja. Selain itu, juga dilakukan pelatihan relawan, untuk melaksanakan test bebas malaria kepada warga yang menderita demam.

Dr.Duong Socheat menyebutkan, setahun setelah programya dijalankan terlihat situasinya lebih stabil. Di zone 1 tidak ada kasus baru atau penderita yang meninggal.

Mulai awal pekan ini, para petugas kesehatan mengambil sampel darah para penduduk di sejumlah desa yang paling tinggi prevalensi malarianya. Sampel darahnya akan ditest di ibukota Pnom Penh. Setelah itu barulah disusun strategi pencegahan penyebaran penyakitnya.

Dr.Duong Socheat dari pusat pemberantasan malaria Kamboja menjelaskan target program ini, “Yang kami harapkan, pada tahun 2020 tidak ada lagi kasus kematian di desa bersangkutan, karena kami telah membentuk jejaring relawan di sana.“

Disebutkannya, jika strategi pencegahan itu gagal, masalah kesehatan dunia yang saat ini saja sudah amat berat, akan memburuk secara dramatis.

Robert Carmichael/Agus Setiawan

Editor: Asril Ridwan