1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kandidat Presiden Islamis Terancam Diskualifikasi

6 April 2012

Ribuan orang, hari Jumat (06/04) berdemonstrasi di Kairo mendukung seorang kandidat presiden dari kelompok Islamis, yang terancam diskualifikasi karena ibunya memiliki kewarganegaraan Amerika Serikat.

https://p.dw.com/p/14Yz6
Dukungan kelompok Islamis dalam pemilu Mesir terpecahFoto: Reuters

Menteri Dalam Negeri Mesir, hari Kamis mengatakan bahwa ibu dari Hazem Abu Ismail (50 th), seorang pengacara sekaligus ulama radikal terkenal yang menjadi salah satu kandidat presiden dari kelompok Islamis, telah lima kali masuk ke Mesir dengan paspor Amerika.

Sambil membawa bendera dan poster, ribuan demonstran meneriakkan “Rakyat ingin Hazem Abu Ismail” sambil berjalan menuju lapangan Tahrir yang menjadi simbol revolusi Mesir.

Menyusul jatuhnya diktator Husni Mubarak, Februari tahun lalu, Mesir memberlakukan aturan yang melarang seorang kandidat presiden mempunyai kewarganegaraan selain Mesir. Para kandidat presiden juga tak boleh memiliki orang tua atau pasangan yang bukan warganegara Mesir.

Para pendukung Abu Ismail menulis di halaman Facebook bahwa pengumuman menteri itu adalah bagian dari konspirasi menjatuhkan kandidat dari kelompok Islamis. Mereka juga menolak kemungkinan bahwa ibu dari Abu Ismail yang telah meninggal, memiliki kewarganegaraan lain selain Mesir.

Dengan janggut panjang dan suaranya yang tenang, Abu Ismail telah menarik banyak pengikut setia dengan retorika pidatonya yang anti Amerika. Ia memiliki lebih dari setengah juta pengikut di jejaring sosial Facebook.

Komisi pemilihan umum Mesir diharapkan akan mengeluarkan keputusan setelah pendaftaran kandidat yang akan ditutup pada 8 April mendatang. Menteri Luar Negeri Mesir juga mengatakan bahwa pihaknya kini menunggu konfirmasi dari pejabat Amerika untuk memastikan masalah ini.

Jika Abu Ismail didiskualifikasi, maka itu berarti akan memperbesar peluang bagi kandidat presiden dari Ikhwanul Muslimin, Khairat al-Shater.

Andy Budiman/ dpa