1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Karnaval Kaum Kiri Dunia di Negeri Muslim

27 Maret 2013

“Ganyang kediktatoran, turunkan kapitalis!“ serta “Solidaritas perempuan di seluruh dunia!“ teriak ribuan orang menandai pembukaan Forum Sosial Dunia WSF yang untuk pertama kalinya digelar di negeri Arab.

https://p.dw.com/p/184sY
Foto: Fethi Belaid/AFP/Getty Images

Kelompok anarkis, ekologis, pasifis dan aktivis buruh berdampingan dengan para aktivis kemerdekaan Sahrawi, para perempuan berkerudung dan berpakaian tradisional Arab, berbaris melewati jantung ibukota Tunisi, pada pembukaan acara kelompok anti globalisasi yang diselenggarakan untuk pertama kalinya di sebuah negara Arab.

Suasana karnaval terasa dalam demonstrasi di Habib Bourguiba Avenue, yang menjadi pusat revolusi Jasmin Tunisia, dua tahun lalu yang kemudian memicu revolusi di wilayah Arab.

Karnaval kaum Kiri

Berbagai slogan diteriakkan dalam sebuah medley berbagai bahasa dan oleh orang-orang dari berbagai bangsa, dengan satu kelompok dari Jepang yang berpakaian kuning, menyerukan berakhirnya konflik bersenjata, sementara kelompok lainnya menuntut “Kemerdekaan bagi Palestina“.

Beberapa demonstran melambaikan potret pemimpin oposisi Tunisia Chokri Belaid -- yang ditembak mati di luar rumahnya bulan lalu -- sambil menuntut diungkapnya pelaku pembunuhan tersebut.

Sebelum revolusi Januari 2011, sebuah pertemuan dari kelompok anti globalisasi di Tunisia mungkin tak pernah terpikirkan, kata Mohamed Jmour, seorang pemimpin partai kiri Belaid. “Terimakasih atas pengorbanan rakyat, yang membuat kami bisa mewujudkannya.“

Sekitar 30 ribu orang dari sekitar 4.500 organisasi dijadwalkan menghadiri pertemuan lima hari, yang memposisikan diri sebagai gerakan alternatif atas Forum Ekonomi Dunia WEF yang diselenggarakan setiap tahun di Davos. Forum Sosial Dunia kali ini akan membahas berbagai masalah dari mulai lingkungan hingga pemerintahan demokratis serta hak-hak perempuan.

“Proses revolusioner, pemberontakan, perang saudara dan protes,” akan menjadi jantung diskusi, kata penyelenggara, sebagaimana juga halnya isu mengenai masalah sosial dan ekonomi di balik revolusi Arab dan krisis Eropa.

Human Rights Watch pada hari Selasa (26/3) menuduh Aljazair mencegah sekitar 100 aktivis sosial, termasuk para anggota Liga Aljazair bagi hak asasi manusia, untuk pergi ke Tunis untuk menghadiri forum tersebut.

Isu Tabu

Pada pertemuan mengenai hak perempuan yang dijuluki “majelis perjuangan perempuan” melawan diskriminasi, para feminis mengkritik secara tajam kebijakan partai Islamis Tunisia yang kini sedang berkuasa.

“Ennahda ingin menegakkan hukum syariah  dan mencabut perempuan dari kebebasan. Hal yang sama sedang terjadi di Mesir,” di mana Ikhwanul Muslimin yang juga berkuasa setelah revolusi, kata Zeineb Chihi, seorang peserta dari sebuah universitas di Tunisia.

Ahlem Belhadj, ketua Asosiasi Perempuan Demokratik, mengkritik kekerasan atas perempuan “yang berusaha untuk menjauhkan mereka dari kehidupan politik.”

Organisasi media Tunisia sering menuduh Ennahda sedang mencoba melakukan pembatasan atas hak perempuan, meski partai Islam itu menentang pemujaan atas hukum syariah dalam konstitusi baru Negara itu.

Namun sebuah upaya yang gagal tahun lalu untuk memasukkan konsep gender "pelengkap" sebagai ganti ide kesetaraan gender ke dalam naskah konstitusi, menimbulkan keraguan serius tentang sikap sebenarnya dari Ennahda.

Peran perempuan akan menjadi tema kunci dari ratusan workshop yang akan mengambil tempat di Tunis, yang juga akan menyentuh sejumlah isu sensitif di dunia Muslim seperti isu tentang seksualitas.

AB/ HP (afp/dpa/ap)