1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Karya Seni asal Indonesia Bertebaran di Museum Jerman

Arti Ekawati
10 Oktober 2022

Mulai dari koin, kain batik bersejarah, alat musik, hingga rumah adat dari berbagai pulau, karya seni Indonesia dapat dinikmati di beragam museum di Jerman.

https://p.dw.com/p/4HyZz
Tarian asal Indonesia dalam Perayaan 77 Tahun Indonesia Merdeka dan 70 tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Jerman di Berlin, Kamis, 6 Oktober 2022
Perayaan 77 Tahun Indonesia Merdeka dan 70 tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Jerman di Berlin, Kamis, 6 Oktober 2022Foto: R. Suparman/DW

Keindahan karya seni buatan tangan para seniman Nusantara memang sudah banyak diakui di berbagai negara. Karya-karya seni dari berbagai zaman tersebut juga turut dipamerkan di berbagai museum di Jerman, seperti yang tersusun dalam buku Cultural Heritage of Indonesia in Germany. Buku setebal 266 halaman tersebut terbit atas kerja sama 14 museum di Jerman dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Berlin.

"Ini buku yang mendokumentasikan kekayaan budaya Indonesia yang ada di Jerman. Jadi dengan adanya buku ini, ini bisa jadi referensi kekayaan Indonesia di museum di Jerman itu di mana saja," ujar Duta Besar Indonesia untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno, kepada DW Indonesia di malam resepsi diplomatik untuk memperingati 77 tahun Indonesia merdeka dan 70 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Jerman.

Selain itu, lanjut Havas, buku ini diharapkan menjadi titik awal bagi orang-orang di Jerman yang ingin lebih lanjut mempelajari kebudayaan Indonesia. "Jadi semacam jendela, entry point, misalnya mereka ingin mempelajari keris," kata Havas.

Buku berisi kumpulan warisan budaya Indonesia yang dipamerkan di Jerman
Buku berisi kumpulan warisan budaya Indonesia yang dipamerkan di JermanFoto: R. Suparman/DW

Apa saja benda seni yang dipamerkan?

"Buku ini berisi tinjauan ikhtisar dari lebih dari 200 artefak yang bisa Anda jumpai di museum-museum di Jerman," ujar Petra Sigmund, Direktur Jenderal Asia dan Pasifik di Kementerian Luar Negeri Federal Jerman, dalam sambutannya di acara yang sama, minggu lalu.

"Ada masanya ketika kita di Jerman berbicara tentang penanganan artefak dari budaya lain, Saya sangat senang mendengar bahwa Indonesia justru bangga mempresentasikan warisan budaya mereka di Jerman. Dan fakta bahwa buku ini adalah inisiatif bersama dengan 14 museum Jerman yang memamerkan artefak tersebut adalah testimoni yang baik akan hal itu," lanjut Petra Sigmund.

Di antara barang-barang yang dipamerkan di museum tersebut yakni koleksi tekstil, benda-benda seperti topeng berwarna-warni, figur wayang tradisional dari Jawa. Selain itu, ada pula koleksi instrumen musik dan rumah tradisional dari beberapa daerah dan pulau.

Di Rautenstrauch-Joest-Museum di Kota Köln misalnya, ada Barong dan Rangda karya seniman Cokorda Raka Tisnu dan peti mati berbentuk lembu putih yang sering dijumpai pada upacara Ngaben di Bali. Sementara di Museum Etnologi di Berlin, ada bermacam wayang seperti wayang golek, kulit dan wayang klitik. Selain itu ada pula lebih dari 100 figur patung nenek moyang dari Nias, dan sejumlah objek dari Kalimantan dan Maluku. 

"Jika Anda melihat buku ini, dari utara ke selatan, timur ke barat di Jerman, dan sebenarnya di seluruh negeri, museum mengumpulkan dan memamerkan seni dari Indonesia. Di sini di Berlin tentu saja ada, di Museum Etnologi di Hamburg juga. Saya yakin buku ini akan menarik banyak orang untuk menikmati karya seni Indonesia dan datang ke museum yang memamerkannya," ujar Petra Sigmund.

Pertalian budaya dari masa ke masa

Tahun ini Indonesia dan Jerman memperingati 70 tahun terjalinnya hubungan diplomatik di antara kedua negara. Namun demikian, hubungan antara Indonesia dan Jerman sudah berlangsung jauh sebelum itu.

"Objek dan kisah yang dituliskan di buku ini dan di berbagai museum adalah sebuah penunjuk yang sangat kuat tentang adanya hubungan antara Indonesia dan Jerman dan bahwa hubungan kedua negara sudah berkembang pesat jauh sebelum adanya hubungan diplomatik resmi," ujar Petra Sigmund.

Sementara Duta Besar Arif Havas Oegroseno menyebutkan salah satu contoh yang paling terkenal adalah hubungan erat Jerman dengan maestro Raden Saleh pada abad ke-19. Raden Saleh yang adalah seniman beraliran romantik asal Nusantara diketahui sempat tinggal dari tahun 1839 hingga 1844 di sebuah kota dekat Dresden. Di Jerman, lukisannya kebanyakan menggambarkan badai yang menggulung lautan, lanskap musim dingin dan kegiatan berburu.

Bahkan sebelum kembali ke tanah air, Raden Saleh sempat mengawasi pembangunan sebuah paviliun di sebuah taman di Desa Maxen yang dikenal dengan nama Blaues Häusel. Bangunan ini masih berdiri hingga kini dan di sana bisa ditemukan tulisan berbahasa Jawa dan Jerman yang berbunyi Ehre Gott und liebe Menschen atau Hormati Tuhan dan Cintai Manusia.

Selain itu, ada pula pelukis asal Dresden yang bernama Walter Spies yang tertarik dengan kesenian nusantara sebelum akhirnya memutuskan untuk mengunjungi Yogyakarta pada tahun 1923 dan bali di tahun 1927. "Pada saat inilah, Walter Spies mengundang banyak seniman dari Jerman dan banyak negara lain di Eropa untuk turut menikmati budaya dan kesenian Bali," ujar Dubes Havas dalam pidato sambutannya. 

Artefak bersejarah

Belakangan ini Jerman banyak memulangkan kembali artefak hasil jarahan mereka dari benua Afrika pada masa kolonialisme. Pada awal tahun ini, Jerman mengirimkan kembali lebih dari 20 artefak yang dijarah dari Namibia, termasuk perhiasan, peralatan, mode, dan boneka yang memakai pakaian tradisional.

Selain itu, pemerintah Jerman dan Nigeria telah mencapai kesepakatan untuk mengembalikan sekitar 1.100 patung Perunggu Benin yang dipamerkan di berbagai museum di Jerman. Aksi ini diambil oleh Jerman dalam upaya untuk berdamai dengan masa lalu mereka.

Saat DW Indonesia bertanya tentang aksi pemulangan artefak ini, Havas mengatakan bahwa Jerman tidak memiliki sejarah kolonialisme di Indonesia. Lagi pula, menurutnya, karya yang dipamerkan sebagian besar adalah hasil koleksi dan masih dapat diproduksi kembali, seperti keris dan batik.