1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kecaman Barat pada Vonis Badawi Tak Akan Ubah Situasi

Lucas Grahame
Grahame Lucas
10 Juni 2015

Pengukuhan vonis terhadap Badawi oleh mahkamah agung Arab Saudi memicu kecaman internasional. Tapi Riyadh menolaknya dengan alasan mencampuri hukum di negaranya. Perspektif Grahame Lucas.

https://p.dw.com/p/1FeTa
Berlin Demonstration Freilassung Blogger Raif Badawi
Foto: Tobias Schwarz/AFP/Getty Images

Keputusan mahkamah agung Arab Saudi untuk mengukuhkan vonis terhadap blogger Raif Badawi sudah diduga sebelumnya. Ini berarti Badawi harus melanjutkan lagi 50 kali hukuman cambuk pada Jumat (12/06). Dengan jelas terlihat, argumentasi yang disodorkan mahkamah mencerminkan pola berpikir para hakim dan elit penguasa di negara itu.

Lapisan elit Arab Saudi dibentuk oleh kelompok yang intoleran, berpandangan mundur dengan visi yang berakar pada Wahabisme. Rezim menunjukkan penolakan total terkait hak asasi manusia serta kebebasan berekspresi. Hal ini jelas melanggar ajaran Islam yang mengedepankan konsep pentingnya toleransi dan pengampunan. Sebaliknya dari itu, rezim ini selalu berusaha mengekspor interpretasi konservatif tentang Islam berdasar visi mereka ke negara-negara Muslim lainnya. Dengan konsekuensi bencana hak asasi manusia di negara bersangkutan.

Ini merupakan konfirmasi bahwa Arab Saudi tidak mampu merespon perkembangan zaman. Di dalam negeri berlanjut penafsiran hukum syariah yang keras, dengan dampak hukuman pancung bagi puluhan orang pada tahun ini. Penafsiran ini tidak memberikan toleransi bagi kebebasan berpendapat dan berekspresi, melanggar hak asasi dan juga menolak memberikan hak bagi kaum perempuan untuk menduduki posisi yang tepat dalam kemasyarakatan. Dogma keagamaan secara rigid diawasi pelaksanaannya oleh polisi, yang bahkan melarang kaum perempuan menyetir mobil.

Lucas Grahame Kommentarbild App
Grahame Lucas kepala redaksi South-East Asia DW

Itulah sebabnya, pemikiran Raif Badawi amat berbahaya bagi rezim yang korup ini. Ia berjuang untuk pemisahan antara negara dan agama dan bagi kebebasan berpendapat. Nilai-nilai ini sebetulnya sudah banyak diterima dan diterapkan di berbagai negara Muslim, tapi tetap merupakan tema tabu di Arab Saudi.

Tapi harus diakui, sejauh ini hukuman badan terhadap Badawi tidak menarik banyak perhatian di negara barat. Juga jangan harapkan adanya dukungan dari negara-negara Arab lain. Semua harus diubah. Sebab, Badawi bisa mati sebagai akibat hukuman yang harus ia jalankan. Dan kasusnya bisa jadi pembunuhan atas nama hukum di sebuah negara yang jadi mitra terpenting barat di kawasan yang terus bergolak itu. Ironisnya lagi dalam waktu bersamaan Arab saudi memposisikan diri dengan sekutu penting dalam perang melawan Islamic State di Suriah dan Irak. Barat tak perlu sekutu macam begini.

Menteri luar negeri Swedia Margot Wallstrom, menyebut hukuman terhadap blogger Raif Badawi itu sebagai gaya siksaan abad pertengahan. Terminologi ini tepat, karena itulah realitanya. Namun terminologi ini, juga bisa diterapkan kepada seluruh elite pemerintah Arab Saudi. Terminologi lain yang muncul adalah hipokratik. Sebab, sementara orang-orang seperti Badawi berjuang meraih hak asasinya untuk kebebasan berpendapat, para elit kaya dari Arab Saudi menikmati kebebasan barat ini bagi dirinya sendiri di kota-kota besar Eropa atau Amerika.

Tapi, barat juga bersedia jadi tuan rumah yang baik, yang siap menuruti semua keinginan tamunya. Karena barat berpendapat hubungan baik sangat penting, terkait ketergantungan mereka pada minyak dari Arab Saudi serta kepentingan mereka pada order milyaran Dolar AS untuk pembelian sistem persenjataan modern dari barat. Dalam hal ini barat harus mengkaji ulang kebijakannya terhadap Arab Saudi. Karena hal itu menggambarkan aib pada sikap moral dalam demokrasi barat.