1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kecerdasan Buatan Ala Google

Peter Welchering6 Februari 2014

Google memperkuat diri dalam bidang kecerdasan buatan dengan membeli perusahaan Deepmind. Sebelumnya, Google juga sudah mempekerjakan Ray Kurzweil, pakar gagasan singularitas teknologi. Apa yang ingin diraih Google?

https://p.dw.com/p/1B3D8
Foto: DW/M. Pringle

Aksi belanja terbaru Google berada dibalik upaya mengejar ketinggalan dari para pengembang kecerdasan buatan sebelumnya. Eric Schmidt, direktur Google, beberapa waktu lalu menegaskan persaingan di bidang kecerdasan buatan hanya bisa dimenangkan dengan "membeli" para pengembangnya.

Dalam penelitian kecerdasan buatan tersebut dikembangkan software untuk komputer pintar yang akan mampu mengerjakan hal-hal yang biasa dilakukan manusia. "Ini berarti dua hal yang menjadi fokus penelitian", ujar ahli komputer Pavel Laskov. Yakni, perilaku sesuai di lingkungan asing secara otonomi dan analisa cepat dari data dalam jumlah besar dengan bantuan metode pembelajaran mesin.

Pentingnya Know-How

Di kedua bidang tersebut, Google membutuhkan segera know-how baru yang berkualitas untuk bisa turut bersaing. Untuk mobil yang bisa mengemudi sendiri misalnya, pengembang Google membutuhkan software pengemudi efisien yang bisa memproduksi strategi berkendaraan secara logis dan mempengaruhi mobil dalam mengambil keputusan saat berkemudi. Baru jika ini berhasil, manusia sebagai supir bisa digantikan oleh komputer di dalam mobil.

Dalam transaksi data Google memang memiliki sumber yang paling lengkap, tapi kualitas hasil analisanya masih kalah jauh dari dinas rahasia NSA di Amerika Serikat. Untuk urusan perbankan dan asuransi, analis data seperti Dataminer atau Hexagon, mengambil jatah pasar Google.

Ingin Kuasai Pasar

Berkat analisa data ini, perusahaan asuransi bisa menemukan pelanggan sesuai target. Toko pakaian bisa mengetahui mode apa yang laku dijual. Penyedia jaringan ponsel bisa mendata pelanggan yang ingin keluar dari kontraknya. Tapi perhitungan probabilitas tidak cukup untuk memprediksi sikap manusia secara tepat. Kualitas prognosa bergantung pada masuk akal tidaknya hasil analisa dan simulasi perilaku dengan kecerdasan buatan.

Melalui proyek kecerdasan buatan yang diperbesar, Eric Schmidt ingin mengembalikan Google ke peringkat pertama di pasar. Pemerintah dan perusahaan semakin membutuhkan manusia yang perilakunya bisa dikalkulasi dan diprediksi. Tapi kalkulasi ini hanya bisa dimungkinkan melalui algoritma kecerdasan buatan yang efisien. Karena itulah Google ingin "membeli" semua know-how yang dibutuhkan.