1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kegundahan Bayangi Kongres Nasional di Beijing

Zhu, Yuhan4 Maret 2013

Pemimpin baru Cina hadapi tantangan besar, setelah lengsernya Hu Jintao dan Wen Jiabao.

https://p.dw.com/p/17pmp
Foto: China Photos/Getty Images

Jelang Kongres Nasional Rakyat hari Selasa (05/03), sebuah surat terbuka muncul di internet akhir Februari lalu yang ditandatangani lebih 100 orang. Para penanda tangan itu berasal dari kalangan intelektual, jurnalis dan pengacara.

"Kami sebagai warga mengimbau secara terbuka kepada komisi tetap Kongres Nasional Rakyat, agar meratifikasi pakta internasional mengenai hak politik warga, agar secara konstitusional memperbaiki perlindungan Hak Azasi Manusia di Cina.“ Begitu pembuka surat itu.

Pakta internasional mengenai hak politik warga beserta pakta sosial PBB dan Keterangan Hak Azasi Manusia merupakan landasan dari Kesepakatan HAM PBB. Pemerintah Cina menandatangani kesepakatan itu tahun 1998. Namun hingga kini, Kongres Nasional Rakyat belum meratifikasinya.

Volkskongress China 2013
Delegasi Kongres Nasional Rakyat Cina 2013Foto: Getty Images

Sikap Konservatif Beijing

"Beijing kala itu menandatangi kesepakatan PBB agar bisa diterima dalam organisasi perdagangan dunia, WTO“, jelas Wu Tsiang kepada Deutsche Welle. Ahli politik dari Universitas Tsinghua di Beijing dan salah seorang penandatangan surat itu berpendapat, sikap konservatif pemimpin Cina menyebabkan pakta itu tidak diratifikasi. Kesepakatan PBB itu menjamin kebebasan berpendapat, berkumpul dan sejumlah hak politis lainnya, hal-hal yang di Cina sering dilanggar.

Surat terbuka ini bukan satu-satunya yang membuat gerah para pemimpin partai. Akhir Februari lalu, 140 orang penyandang hadiah Nobel menuntut pembebasan Liu Xiaobo. Penulis yang vokal mengritik pemerintahnya ini adalah penyandang hadiah Nobel Perdamaian 2010. Ia dipenjara sejak 2009, atas tuduhan makar.

China Xi Jinping Generalsekretär kommunistische Partei Militär Soldaten Armee
Sekjen PKC, Xi Jinping bersama delegasi militerFoto: picture alliance / landov

Partai sebagai Kiblat

Bagi pimpinan baru Cina, untuk sekaligus menghadapi banyak tantangan merupakan masalah besar. Begitu pendapat Eberhard Sandschneider, Ketua Komunitas Jerman untuk Politik Luar Negeri. Kepada Deutsche Welle, pengamat urusan Cina itu mengatakan, "Tugas tersulit adalah menjaga stabilitas sosial dan politik sembari terus mendorong pertumbuhan ekonomi. Itu tugas raksasa yang bisa terburai menjadi banyak tugas kecil.“

Selama 30 tahun terakhir, kemajuan ekonomi Cina merupakan legitimasi besar bagi kaum penguasa Cina. Banyak unsur masyarakat yang diuntungkan oleh kemajuan itu. Di pihak lain, jurang perbedaan antara mikin dan kaya makin dalam. Rakyatpun semakin kesal dan marah melihat banyaknya korupsi akibat kolusi di kalangan penguasa politik. Keraguan juga tumbuh di lapisan kelas menengah terhadap sistim pemerintahan yang membiarkan pencemaran lingkungan dan tidak memberikan jaminan pangan, padahal mereka selama ini diuntungkan.

Deutschland China Politikwissenschaftler Eberhard Sandschneider
Eberhard SandschneiderFoto: DGAP/dapd

Xi Jinping, Sekjen Partai Komunis Cina yang baru diangkat November 2012, diperkirakan akan dipilih oleh Kongres Rakyat pada 14 Maret mendatang sebagai Presiden Cina, menggantikan Hu Jintao. Xi Jinping yang sudah empat bulan memangku jabatannya, berulang kali mengatakan akan menindak keras para koruptor. Janji serupa dulu kerap diserukan oleh pemerintah lama, tanpa tindak lanjut.

Mengubah pemusatan kekuasaan yang menyebabkan korupsi hanya bisa dilakukan bila ada reformasi politik menyeluruh. Hingga kini, tanda-tanda reformasi seperti itu tidak ada. Tak heran bila ahli politik Eberhard Sandschneider menilai, bahwa pemimpin Cina kinipun tidak akan mendorong demokrasi seperti di Barat, tapi akan mengutamakan stabilitas.