1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kehidupan Bahagia Migran di Jerman

Anna Peters4 Desember 2013

Pendatang di Jerman yang menguasai bahasa Jerman dengan baik dikatakan puas dengan kehidupannya. Ini hasil penelitian "Glückatlas 2013". Namun, para pakar tidak mau mempercayainya.

https://p.dw.com/p/1AStF
Foto: picture-alliance/dpa

Apa sebenarnya arti kebahagiaan? Dan bagaimana cara mencapainya? Ini pertanyaan yang juga menarik minat peneliti. Menurut mereka, bahagia adalah perasaan puas seseorang akan hidup yang dijalani. Ini sesuatu yang bisa diukur.

"Glücksatlas 2013" atau "peta kebahagiaan 2013" adalah nama proyek sejumlah peneliti yang ditugaskan perusahaan Deutsche Post untuk mengukur tingkat kebahagiaan warga Jerman. Khususnya para migran. Hasilnya cukup mengejutkan.

Penduduk Jerman dengan latar belakang migrasi cukup puas dengan kehidupannya di Jerman. Terutama mereka yang menguasai bahasa Jerman dengan baik. 49 persen migran yang disurvey menyatakan kondisi keuangannya baik hingga sangat baik, sementara orang asli Jerman hanya 45 persen.

Bahagia karena migrasi

Arif Ünal tidak heran dengan hasil ini: "Migrasi bisa dijadikan sebagai langkah preventif kesehatan. Ini tergantung dari motivasi yang dimiliki orang untuk pindah ke negara lain dan kondisinya saat itu. Bagi banyak orang, migrasi adalah cara untuk menyelamatkan hidup. Karena itu mereka bahagia." Ünal berasal dari Turki dan kini memimpin bagian psikiatri sosial dari pusat kompetensi migran di kota Köln.

Peneliti kebahagiaan Jan Delhey memiliki pendapat senada: Bagi banyak orang hidup di Jerman lebih baik dari di negara asal. "Di Jerman, fokus cenderung pada masalah yang dimiliki migran, seperti misalnya diskriminasi. Sementara kondisi baik kebanyakan migran justru terabaikan."

Glücksforscher Jan Delhey
Peneliti Jan DelheyFoto: Jan Delhey

Diskriminasi juga bisa menjadi faktor yang menurunkan tingkat kepuasan hidup. Demikian temuan "Glücksatlas 2013". Lebih dari setengah migran yang disurvey mengaku pernah mendapat perlakuan yang tidak adil karena asal-usulnya. Masalah ini khususnya dihadapi para migran dari Turki.

Rumus bahagia: memiliki, mencintai, dan eksistensi

Apakah seseorang bahagia dengan hidupnya atau tidak, tidak datang dengan sendirinya. Ini pendapat peneliti kebahagiaan Delhey dari Jacobs University di Bremen. Menurut Delhey rumusnya seperti ini: "Memiliki, mencintai dan eksistensi." Memiliki adalah kebutuhan materi seseorang, jadi mewakili pendapatan dan standar hidup. Cinta adalah hubungan sosial. "Dan eksistensi adalah apa yang kita lakukan dengan hidup. Manusia yang sangat aktif dan tertarik dengan sesuatu yang khusus, pada dasarnya sangat puas dengan hidupnya."

Ada satu hasil penelitian "Glücksatlas" yang tidak disetujui sepenuhnya olah pakar Ünal dan Delhey. Yakni, migran yang lahir di Jerman lebih bahagia dibandingkan migran yang pindah dengan sendirinya. "Ada penelitian yang hasilnya bertolak belakang. Generasi pertama migran lebih puas dibanding generasi kedua. Walau generasi kedua terintegrasi lebih baik", jelas Delhey yang heran dengan hasil "Glücksatlas".

"Generasi pertama yang langsung pindah ke negara lain, pada dasarnya berasal dari negara yang lebih miskin dengan standar hidup yang lebih buruk. Jadi saat tiba di Jerman, mereka merasa kehidupannya membaik. Sementara generasi kedua yang lahir di Jerman lebih berfokus pada posisi mereka di masyarakat Jerman."

Symbolbild Couchpotato Teenager Fernsehen ungesund
Delhey : Jangan bermalasan kalau mau bahagiaFoto: Fotolia/runzelkorn

Hal lain yang tidak bisa diungkap penelitian ini adalah betapa bahagianya masing-masing individu dengan kehidupannya. Jan Delhey punya dua usulan bagi mereka yang ingin menjadi lebih bahagia. Yakni aktif dan sebanyak mungkin menghabiskan waktu dengan orang lain. "Jangan hanya berdiam di rumah, nonton TV dan makan keripik. Lebih baik aktif, punya hobi dan olahraga."