1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kelahiran Baru Sistem Informasi Schengen

Sabrina Pabst11 April 2013

Sistem Informasi Schengen, SIS II, akhirnya diresmikan setelah keterlambatan beberapa tahun. Bank data kriminal ini diharap membantu lembaga kepolisian mencegah tindak kriminal lintas negara zona Schengen.

https://p.dw.com/p/18CZq
Foto: picture alliance/Romain Fellens

Sebuah ruang untuk kebebasan bergerak tanpa pengawasan di perbatasan. Cita-cita ini tercapai melalui Perjanjian Schengen yang berlaku sejak 1995. Zona Schengen mencakup semua anggota Uni Eropa, kecuali Inggris, Irlandia, Siprus, Rumania dan Bulgaria. Sementara Swiss, Islandia, Lichtenstein dan Norwegia termasuk zona Schengen, kendati bukan anggota Uni Eropa.

Meskipun perjanjian Schengen menghapus batas demarkasi antara negara, polisi perbatasan tetap melakukan pengawasan secara acak. Untuk menjamin keamanan semua negara anggota sepakat membangun bank data kriminal, yang disebut dengan Sistem Informasi Schengen (SIS). Kini sistem ini mengalami perombakan agar mampu menjamin pertukaran data dan informasi antara lembaga kepolisian dengan lebih cepat dan mudah.

Infografik Die Staaten des Schengener Abkommens englisch
Negara-negara anggota perjanjian Schengen

Pertukaran Data Lintas Batas

Generasi pertama SIS cuma mencakup data pribadi milik orang yang buron, hilang atau sedang diawasi. Melalui perluasan Uni Eropa 2004 lalu, sistem ini juga disesuaikan dengan negara-negara anggota baru. Selain itu informasi individu ditambahkan dengan data-data biometris, sidik jari dan foto.

Sistem ini mempermudah polisi perbatasan dan kejakasaan di Eropa tidak cuma untuk mencari orang hilang atau buronan, tapi juga barang bukti seperti kendaraan atau senjata api. "Sangat penting agar antar negara anggota bisa saling bertukar data dan bersama-sama memerangi kriminalitas sebagai kompensasi hilangnya perbatasan," kata Markus Beyer-Pollok, Jurubicara Kementrian Dalam Negeri Jerman.

Tanpa Perlindungan Data Bersama

Adanya saling tukar informasi lembaga kepolisian lintas negara, bukan hal baru, "tapi dengan hadirnya generasi kedua, SIS mengalami sentralisasi data dan informasi," kata pejabat Jerman untuk urusan perlindungan data dan kebebasan informasi, Peter Schaar.

Peter Schaar
Pejabat Jerman untuk perlindungan data dan kebebasan informasi, Peter SchaarFoto: dapd

Menurut Schaar, Eropa harus mengadopsi level yang sama dalam hal perlindungan data kepolisian. Lembaga Perindungan Data Eropa akan memainkan peranan penting untuk memeriksa kelayakan penyimpanan data pada generasi kedua SIS.

"Jerman, seperti juga negara anggota lainnya, bersikeras agar Eropa memberlakukan aturan-aturan yang ketat terkait perlindungan data bagi semua negara, " kata Beyer. Bank Data mencakup data mentah yang hanya menyamakan hasil pencarian terhadap individu tertentu. Peter Schaar sebaliknya mendesak agar Eropa menerapkan aturan bersama, terkait tujuan apa data itu disimpan dan siapa yang memiliki akses. "Kami menyadari, Komisi berusaha mendapat wewenang tambahan yang memungkinkan campur tangan langsung dari institusi-institusi Eropa."

Konsentrasi kekuasaan semacam itu tidak sesuai dengan konsep perlindungan data, ujar Schaar. Ia mengritik, generasi kedua Sistem Informasi Schengen juga bisa mengambil informasi lain, misalnya mengenai kegiatan keluar masuk individu di negara-negara anggota. Termasuk juga di antaranya adalah sistem informasi visa. Selain itu Komisi Eropa dan Kepolisian Eropa, EUROPOL, berhak mengakses SIS II. "Situasinya adalah, sistem ini tidak hanya menyimpan informasi tersangka atau pelaku kriminal di Eropa, melainkan juga perilaku sehari-hari," tukas Schaar.

Generasi kedua SIS sudah mengalami kesulitan sejak proses terbentuknya. Dikembangkan sejak 2002, sistem ini dijadwalkan mengudara pada tahun 2006, tapi berulangkali gagal melewati uji kelayakan teknis. Menurut Komisi Eropa, ongkos pengembangan SIS II saat ini memakan biaya 160 juta Euro. Sementara anggaran yang disiapkan awalnya cuma sebesar 20 juta Euro.