1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kelistrikan Nasional Setelah 70 Tahun Merdeka

Anky Padmadinata19 Agustus 2015

Kapasitas listrik Indonesia masih tertinggal jauh dibanding Malaysia dan Singapura, apalagi Jerman. Listrik adalah salah satu fondasi dasar memobilisasi kesejahteraan menuju Indonesia mandiri. Oleh: Anky Padmadinata.

https://p.dw.com/p/1GGvI
Jakarta Skyline
Foto: picture-alliance/dpa

Tahun 2015 ini bangsa Indonesia memperingati 70 tahun kemerdekaan Indonesia. Merdeka dari hampir 400 tahun penjajahan Belanda lalu Jepang dan merdeka untuk menjadi bangsa yang berdaulat serta berdiri sendiri di segala bidang.

Kemerdekaan ini jangan jadi sia-sia karena kemerdekaan ini terwujud di atas tumpahan darah tanpa pamrih dan penuh pengorbanan para pahlawan Indonesia, Diponegoro, Sudirman, Ahmad Yani, Cut Nyak Dhien, Kartini dll serta para leluhur bangsa Indonesia lainnya.

70 tahun bukanlah waktu singkat, pembangunan Indonesia awalnya diwarnai dengan gejolak pemberontakan dan beragam pemaksaan gerakan ideologi, lalu pergantian UUD, pergantian kepemimpinan dari Orde Lama ke Orde Baru, Krisis Moneter dan Reformasi. Walau tertatih dan belum tegap tapi Indonesia masih tetap berdiri, bahkan berhasil tanpa kerusuhan mengadakan pemilihan langsung presiden oleh rakyat untuk pertama kalinya tahun 2004.

Indonesien 70 Jahre - Anky Padmadinata EINSCHRÄNKUNG
Anky PadmadinataFoto: privat

Namun, prestasi damai bangsa Indonesia, tercoreng dengan adanya peristiwa bom Bali tahun 2002 dan 2005, bom JW Marriot tahun 2004. Keramahan dan kemurahsenyuman bangsa Indonesia menjadi tersamar di balik tabir phobia Islam. Pembangunan untuk mewujudkan Indonesia lebih sejahtera, adil dan makmur di segala bidang semakin sulit dan menghadapi lebih banyak tantangan. Untunglah, terpilihnya presiden baru tahun 2014 menghembuskan semilir angin segar, terutama dalam pembangunan infrastruktur. Jokowi, Presiden RI ke-7 terpilih, dengan berani membuat keputusan tidak populis dengan mengurangi dan kemudian mencabut subsidi BBM.

Kapasitas listrik, Indonesia masih tertinggal jauh

Dalam pidato di hadapan masyarakat APEC tahun 2014 di Cina, Presiden Jokowi mengatakan subsidi BBM hampir sebesar 1/6 anggaran negara. Dan dengan mengurangi subsidi BBM, akan tersedia hampir 100 trilyun rupiah anggaran terutama diperuntukkan untuk pembangunan infrastruktur.

Tahun 2011 kapasitas tenaga listrik terpasang di Indonesia sebesar 29.750 MW dan akhir tahun 2014, kurang lebih 50.000 MW untuk memenuhi kebutuhan 250 juta jiwa. Walaupun ada penambahan kapasitas listrik dari tahun 2011 ke tahun 2014 namun bila dibandingkan dengan kapasitas listrik terpasang di Malaysia 28.000 MW untuk 29 juta jiwa dan Singapura sebesar 10.000 MW untuk 5 juta jiwa terlihat bahwa kapasitas listrik terpasang di Indonesia sangat tertinggal. Apalagi bila dibandingkan dengan Jerman, yang akhir tahun 2013 menurut BMWi memiliki kapasitas listrik terpasang kotor 189.000 MW untuk 80 juta penduduk, pasokan listrik terpasang Indonesia sangatlah minim.

Diluar kapasitas pembangkit listrik terpasang, perlu diperhatikan juga konsumsi listrik per kapita per tahun, yang seringkali dijadikan indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan sebuah negara. Konsumsi listrik per kapita Indonesia menurut data IEA tahun 2012 hanya sebesar 733 kWh, sedangkan Malaysia ada di 4313 kWh/kapita, Singapur di 8690 kWh/kapita dan Jerman 7270 kWh/kapita. Terlihat di sini, Indonesia masih berada di bawah Malaysia bahkan di bawah rata-rata konsumsi listrik per kapita negara-negara ASEAN. Rendahnya konsumsi listrik per kapita ini tidak hanya karena keterbatasan pasokan atau kapasitas listrik terpasang tapi juga dominasi konsumsi listrik yang tinggi di sektor rumah tangga, bukan di sektor produktif.

Fondasi dasar menuju Indonesia berdaulat dan mandiri

Memang, berapa konsumsi listrik per kapita per tahun dikategorikan makmur tidak ada rumus pastinya, namun krisis dan pemadaman listrik sudah banyak terjadi di beberapa kota Indonesia apalagi ditambah rasio kelistrikan yang belum mencapai 100%, maka pembangunan infrastruktur di bidang ini sudah sangat mendesak.

Usaha mencapai 100% rasio elektrifikasi Indonesia dan menambah 7000 MW setiap tahun untuk mencapai 7% pertumbuhan ekonomi di akhir tahun 2019 memang masih dirintis. Tapi kepastian pembangunan 109 pembangkit sampai 2019, sudah tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 0074.K/21/MEM/2015 tentang Pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2015-2024.

Listrik bukan satu-satunya indikator kesejahteraan, tapi listrik adalah salah satu fondasi dasar untuk memobilisasi kesejahteraan menuju Indonesia berdaulat dan berdiri sendiri di segala bidang. Perjalanan masih panjang… masalah lain masih menumpuk, ketidakpuasan pun masih meraung-raung, tapi Indonesia belum tertinggal bahkan patut optimis dan terus bersinergi dalam mewujudkan kemerdekaan hakiki di segala bidang. (ACJP)

*Anky Padmadinata, Mantan Peneliti Konservasi Energi dan Pegiat Bangunan Hijau Indonesia

Sumber:

1) http://gbcindonesia.org/2012-08-01-05-15-26/15-resource/publication/40-keekonomian-listrik-dan-konservasi-energi

2) http://data.worldbank.org/indicator/EG.USE.ELEC.KH.PC/countries/all?display=default

3) http://www.kompasiana.com/kritzel

4) http://www.bmwi.de/DE/Themen/Energie/Energiedaten-und-analysen/Energiedaten/energietraeger.html

5) http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150416140527-85-47135/jokowi-habiskan-rp-1127-t-bangun-109-pembangkit-35-ribu-mw/

6) http://wartakapital.com/berita-dibanding-asean-pasokan-listrik-di-indonesia-sangat-rendah.html