1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kelompok Kirgistan dan Uzbekistan Tukar Tahanan

19 Juni 2010

Kekerasan di Kirgistan berkurang, namun para pengungsi menunjukkan keputusasaan. Kondisi di tempat penampungan juga mengenaskan. Pemerintah sementara Kirgistan memperingatkan provokator untuk menghentikan aktivitasnya.

https://p.dw.com/p/NxPl
Etnis minoritas Uzbek di kawasan perbatasan Kirgistan-UzbekistanFoto: AP

Kelompok etnis Kirgistan dan Uzbek hari Jumat lalu (18/06) mulai melakukan pertukaran tahanan di perbatasan kota Osh, Kirgistan Selatan. Proses itu dilakukan secara spontan, demikian menurut kepala polisi wilayah Osh, Suvanaliyev. Pihak kepolisian mengaku tidak mengetahui, berapa orang tertangkap selama bentrokan berdarah yang berlangsung beberapa hari itu. Kelompok etnis Kirgistan dan Uzbek melaksanakan sendiri pertukaran tahanan itu dan tidak mengharapkan kehadiran polisi, tambah Suvanaliyev. Terutama minoritas Uzbek dinilai tidak lagi mempercayai lembaga hukum di Kirgistan. Masyarakat Uzbek sebelumnya berulang kali menuding kepolisian dan militer, terlibat dalam serangan brutal terhadap anggota etnisnya baru-baru ini.

Rosa Otunbayeva Präsidentin Kirgistan Kirgisien Kirgisistan Kyrgyzstan
Presiden sementara Kirgistan, Rosa OtunbayevaFoto: AP

Pengungsi putus asa dan takut

Pada kunjungannya di Osh, presiden sementara Rosa Otunbayeva melihat dengan mata sendiri keputusasaan ratusan warga yang memegang foto korban yang tewas dan hilang. Situasi yang dramatis mengemuka saat kunjungan itu. Seorang warga mengatakan: „Kemarin mereka menculik adik laki-laki saya yang masih kecil. Seorang lainnya mendapat pukulan dengan sebuah benda di kepalanya. Beberapa saat setelah itu ia perlahan-lahan sadar dan menceritakan apa yang terjadi. Saya mohon kepada kalian, kembalikan adik saya!"

Presiden Otunbayeva menyerukan warga di Kirgistan Selatan untuk meletakkan senjata dan jangan membiarkan diri diprovokasi. Ketimbang meminta bantuan pasukan perdamaian, Otunabyeva mengimbau keinginan baik dan bantuan kemanusiaan yang kini lambat laun berdatangan.

Dewan suku undang lakukan pembicaraan dan ibadah bersama

Tetapi banyak penduduk Osh masih tetap tidak mempercayai perdamaian yang rentan itu. Ketakutan untuk harus menghadapi provokasi baru dan kembali maraknya kekerasan, cukup besar. Kelompok etnis Uzbek takut akan terjadinya serangan kembali dan kelompok Kirgistan cemas akan aksi pembalasan. Tuntutan lembaga-lembaga resmi untuk menyingkirkan barikade di kawasan-kawasan hunian, nyaris tidak dihiraukan.

Betender in Kirgisien Kirgisistan Kirgistan Flash-Galerie
Warga muslim di sebuah masjid di BishkekFoto: AP

Sementara itu, berbagai dewan suku berupaya untuk mengatasi kecurigaan antara kedua kelompok etnis tersebut. Mereka mengundang kedua anggota etnis untuk melakukan ibadah bersama dan pembicaraan-pembicaraan. Bagi Abedin Shakirov yang menjadi pengungsi akibat kerusuhan, permasalahannya cukup jelas: „Sebelum kerusuhan in, orang-orang dari etnis Kirgistan adalah sahabat kami. Tetapi kemudian ada provokator yang masuk. Rakyat tidak bersalah. Di setiap bangsa ada penghianat. Kami sebaiknya tetap bersahabat."

Maxim Bakiyev dituding danai kerusuhan

Pemerintah sementara mengklaim telah menangkap puluhan provokator. Sebagai dalang konflik etnis ini dituduh clan dari presiden Kurmanbek Bakiyev yang telah digulingkan. Pemerintah sementara menuding Maxim, putra bungsu Bakiyev yang ditangkap di Inggris, yang mendanai kerusuhan di Kirgistan itu. Dikatakan bahwa permohonan ekstradisi sedang diproses dan untuk itu pemerintah memohon dukungan internasional.

Sementara itu, Belarusia tetap menolak ekstradisi Bakiyev. Di Minsk, presiden yang digulingkan Kurmanbek Bakiyev bersikukuh menolak tuduhan bertanggung jawab atas kerusuhan berdarah di Kirgistan. Amerika Serikat dan Rusia mendesak pemerintah transisi di Bishkek untuk membentuk sebuah komisi pemeriksaan independen. Tindakan aparat pemerintahan di wilayah kerusuhan juga harus diperiksa. Demikian bunyi tuntutan AS dan Rusia.

Christina Nagel/Christa Saloh

Editor: Edith Koesoemawiria