1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikAmerika Serikat

Kenapa AS Bertekad Melarang TikTok

14 Maret 2024

Kongres AS meloloskan RUU Aplikasi Asing yang akan melarang TikTok, jika masih dikuasai perusahaan Cina. ByteDance berusaha melawan dengan mengajak pengguna menggencarkan lobi politik sebelum pembahasan di Senat.

https://p.dw.com/p/4dVCH
TikTok
TikTokFoto: CFOTO/picture alliance

Untuk kedua kalinya dalam empat tahun, aplikasi populer TikTok harus bertaruh nasib di Amerika Serikat. Setelah bekas Presiden Donald Trump gagal memaksakan penjualan TikTok AS jelang pemilu pada 2020 silam, pada Rabu (13/3) Kongres meloloskan legislasi yang mewajibkan perusahaan Cina, ByteDance, melepas saham mayoritasnya dalam 6 bulan atau terancam diblokir secara nasional.

Meski demikian, UU tersebut masih harus melalui kamar kedua parlemen, yakni Senat. Presiden Joe Biden sendiri berjanji akan meratifikasi pengesahan RUU jika diloloskan oleh Kongres.

Sejak diluncurkan tahun 2016, TikTok kini memiliki lebih satu miliar pengguna di dunia, termasuk 170 juta di Amerika Serikat. Menurut survey, pengguna di AS rata-rata menghabiskan waktu di TikTok antara 60 sampai 80 menit per hari. Dibandingkan Instagram, rata-rata durasi penggunaan berkisar antara 30-40 menit setiap hari.

Dinas intelijen AS berulangkali memperingatkan betapa TikTok telah menjadi instrumen politik pemerintah Cina yang bisa digunakan untuk menggerus demokrasi.

Hal ini kembali ditegaskan oleh kantor Direktorat Intelijen Nasional pekan ini, ketika melaporkan derasnya propaganda Beijing yang membidik kandidat Partai Demokrat dan Republik jelang pemilu sela 2022 silam. Dikhawatirkan, cara serupa akan kembali digunakan pada pemilu kepresidenan, November mendatang.

Algoritma: Kunci Kesuksesan Video TikTok

Apakah larangan TikTok didukung luas?

RUU larangan TikTok mendapat dukungan lintas partai dan lolos melalui Kongres dengan suara dari kedua partai politik. Legislasi itu menjadi momen "langka" yang menyatukan dua rival politik terbesar AS, kata Gene Munster dari lembaga pengelola aset, Deepwater, dalam sebuah unggahan di YouTube. "Pada dasarnya, legislasi ini melanjutkan politik tegas terhadap Cina."

Namun sejumlah anggota Senat menilai besar risiko politik, jika negara melarang aplikasi media sosial yang populer jelang pemilihan umum.

Juru bicara Gedung Putih, Jake Sullivan, mengaku RUU tersebut dirancang untuk mengakhiri kepemilikan Cina, bukan diniatkan sebagai larangan. "Apakah kita mau TikTok dimiliki perusahaan Amerika atau Cina? Apakah kita ingin data-data pribadi warga tetap disimpan di Amerika atau di Cina?" tandasnya kepada wartawan.

TikTok sebelumnya sudah menegaskan, pihaknya tidak berniat memindahkan data pengguna AS ke luar negeri, apalagi ke Cina.

Kenapa larangan TikTok dianggap bermasalah?

Lembaga advokasi Uni Kebebasan Sipil Amerika, ACLU, memperingatkan betapa larangan "akan melanggar hak sipil dalam Amandemen Pertama bagi ratusan juta warga yang menggunakan aplikasi ini untuk berkomunikasi dan mengekspresikan diri mereka setiap hari."

"Kami sangat kecewa bahwa para pemimpin kita sekali lagi berusaha menukar Amandemen Pertama demi elektabilitas murahan di tahun politik," kata Jenna Leventoff, penasehat senior ACLU.

TikTok Shop Resmi Dilarang Pemerintah RI

Demi mempengaruhi legislasi, penguna TikTok di AS mendapat pesan dari ByteDance yang mendorong mereka menghubungi anggota senat dari wilayah masing-masing untuk mengajukan keberatan.

Sejumlah analis teknologi juga menyebut RUU tersebut sebagai "kuda troya," karena ikut memberi wewenang kepada parlemen untuk menutup situs internet atau aplikasi milik perusahaan asing. Adapun keberatan lain menyangkut kekhawatiran bahwa larangan TikTok akan mengisolasi pemilih muda dari pesta demokrasi.

Bagaimana Cina merespons legislasi Kongres AS?

Pada Kamis (14/3), pemerintah Cina mengritik langkah Kongres AS meloloskan RUU larangan TikTok, karena dinilai mengikuti "logika seorang bandit," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Wang Wenbin. "Jika seseorang suka pada barang milik orang lain dan berusaha merampasnya untuk diri sendiri, itu namanya logika bandit."

Sehari sebelumnya, Beijing juga menyatakan larangan TikTok "ujung-ujungnya akan menggigit balik Amerika Serikat."  "Meski belum pernah menemukan bukti bahwa TikTok mengancam keamanan nasional, AS tidak berhenti merundung TikTok," kata Wenbin.

Kemenlu di Beijing tidak mengindikasikan adanya tindakan balasan Cina terhadap larangan TikTok. Dalam perang dagang dengan AS, Beijing lazim merespons pembatasan impor terhadap produk Cina oleh AS dengan langkah serupa.

ByteDance telah bertekad menggunakan semua opsi hukum sebelum harus pasrah menjual saham mayoritasnya di AS. Kepada para pengguna, Direktrur TikTok Shou Chew, menegaskan betapa larangan akan merugikan jutaan pelaku usaha kecil yang menggunakan aplikasi tersebut untuk berjualan. Dia meminta mereka menggandakan tekanan politik. "Pastikan suara kalian ikut didengar," kata dia dalam sebuah video usai pencoblosan di Kongres.

rzn/as

 

Nik Martin Penulis berita aktual dan berita bisnis, kerap menjadi reporter radio saat bepergian keliling Eropa.