1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikBangladesh

Kenapa Oposisi Bangladesh Serukan Boikot India?

Arafatul Islam
5 Maret 2024

Dukungan India kepada pemerintahan Sheikh Hasina direspons dengan kampanye boikot di media sosial di Bangladesh. New Delhi dinilai ikut mendukung langgam otoriter pemerintah di Dhaka yang giat memenjarakan tokoh oposisi.

https://p.dw.com/p/4dBQ2
Sheikh Hasina dan Narendra Modi
PM Bangladesh Sheikh Hasina (ki.) dan Perdana Menteri India Narendra Modi (ka.)Foto: Naveen Sharma/ZUMA/IMAGO

Awal tahun ini, Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina mengamankan masa jabatan keempat berturut-turut, dengan partai Liga Awami yang dipimpinnya meraih tiga perempat suara dalam pemilu legislatif.

Kemenangan partai pemerintah di Bangladesh dipenuhi tuduhan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Hampir semua pemimpin oposisi dan lebih dari 25.000 pegiat saat ini ditahan di balik jeruji setelah ditangkap atas berbagai tuduhan, termasuk serangan pembakaran dan vandalisme. Pengamat independen meyakini, gelombang dakwaan terhadap oposisi mengandung motif politik.

Meski bertabur dugaan kecurangan, negeri jiran India malah menyambut baik kemenangan Liga Awami. Melalui platform X, dulu Twitter, Perdana Menteri India Narendra Modi mengucapkan selamat kepada Sheikh Hasina atas kemenangannya.

"Kami berkomitmen untuk lebih memperkuat kemitraan kami yang abadi dan berpusat pada masyarakat dengan Bangladesh,” tulisnya setelah hasil pemilu diumumkan.

India berbagi perbatasan sepanjang 4.100 kilometer dengan Bangladesh. Perdagangan bilateral antar negara melebihi USD 15 milia  pada tahun 2021-22.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Kampanye boikot India

Buntutnya, influencer media sosial dan pegiat politik Bangladesh meluncurkan kampanye "India Out" atau keluarkan India sebagai respons dukungan Modi. Mereka mengklaim, India tidak cuma  mengabaikan kemunduran demokrasi di negara tetangganya, tetapi juga aktif mendukung kediktaturan Sheikh Hasina demi kepentingan sendiri.

Pinaki Bhattacharya, aktivis media sosial berpengaruh Bangladesh yang tinggal di Paris, mengumumkan kampanye terbaru "India out" pada pertengahan Januari lalu dan mengimbau jutaan pengikutnya untuk tidak membeli produk India di Bangladesh dan luar negeri. Aksi boikot dianggap perlu sebagai protes terhadap "campur tangan India secara permanen dalam urusan dalam negeri Bangladesh."

"Contoh mencolok dari campur tangan India adalah ejekan terhadap demokrasi berupa pemilu 7 Januari, di mana keterlibatan India sangat krusial dalam menegakkan rezim yang secara terang-terangan mendukung agenda strategis, politik, dan ekonomi India,” kata Bhattacharya, seorang kritikus PM Hasina, kepada DW. .

Ajakan boikot mulai mendulang dukungan di kanal-kanal media sosial di Bangladesh, dengan ragam unggahan pengguna yang saling menginformasikan solusi alternatif terhadap produk India di Bangladesh dan luar negeri.

Perkuat sentimen anti-India

Beberapa ahli meragukan seruan boikot anti-India akan mampu merenggangkan hubungan kedua negara. Terlebih, Bangladesh sangat bergantung pada India secara ekonomi.

Ali Riaz, Guru Besar Ilmu Politik di Illinois State University, Amerika Serikat, berpendapat bahwa ada pesan politik di balik ajakan boikot tersebut. "Kampanye ini mencerminkan ketidakpuasan yang membara atas sikap abai India terhadap keprihatinan di Bangladesh," kata dia, merujuk kepada dugaan maraknya kecurangan pemilu oleh pemerintah.

Riaz membenarkan kuatnya persepsi bahwa India telah membantu Perdana Menteri Sheikh Hasina merawat kuasa di tengah kemunduran demokrasi dan catatan hak asasi manusia yang buruk. Kemenangan Liga Awami dalam pemilu juga mendapat kecaman Barat.

"Ini bukan pertama kalinya India membantu pemerintahan Hasina, terutama dalam dua pemilu sebelumnya pada tahun 2014 dan 2018, yang dipenuhi dugaan kecurangan besar-besaran yang menguntungkan partai penguasa. India saat itu pun mendukung Hasina,” timpalnya.

Pemerintah Bangladesh membantah tuduhan tersebut. Mohammad A. Arafat, anggota parlemen dari Liga Awami, tidak menilai kampanye "India out” sebagai isu yang perlu ditangani.

Dia sebaliknya mengritik Amerika Serikat yang menurutnya telah ikut campur dengan mengumumkan pembatasan visa menyusul pemilihan parlemen. "Kedutaan Besar AS di Dhaka menunjukkan minat yang besar terhadap pemilu dan melakukan beberapa pertemuan di beberapa lokasi, termasuk di komisi pemilu. India tidak melakukan hal seperti itu,” katanya kepada DW.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri India, S. Jaishankar pun menolak menanggapi ajakan boikot di Bangladesh. Namun dia mengakui tumbuhnya sentimen anti-India di Maladewa, Sri Lanka dan Bangladesh sebagai buah konflik geopolitik. "Ada dua realita yang harus kita akui. Cina pun adalah negara tetangga yang dalam berbagai cara, sebagai bagian dari persaingan politik, akan mempengaruhi negara-negara ini," ujar menlu India itu dalam sebuah actaa di Mumbai, 30 Januari silam.

rzn/as