1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kilas Balik Duel Jerman-Argentina

2 Juli 2010

Babak perempat final Piala Dunia 2010 antara Jerman melawan Argentina merupakan pertandingan klasik. Selama ini, duel diantara kedua tim ini selalu diwarnai dengan permainan keras serta rivalitas besar.

https://p.dw.com/p/O8wa
Pelatih Jerman Joachim Löw (kiri) dan pelatih Argentina MaradonaFoto: picture-alliance/dpa/AP/Montage DW

Dari 18 pertandingan antara keduanya, Argentina menang delapan kali dan Jerman hanya enam kali. Tetapi kesebelasan Jerman sudah pernah tiga kali menjauri piala dunia. Tetapi apa arti statistik ini bagi kedua tim? Sama sekali tidak ada artinya. Karena setiap duel mempunyai drama tersendiri daripada angka-angka ini.

Drama Siang Hari di Meksiko

Puncaknya tentu pertandingan final Piala Dunia. Tahun 1986 kedua tim bertemu di stadion Aztek di ibukota Meksiko, disaksikan lebih dari 100.000 penonton. Argentina diunggulkan, dengan motor permainan gelandang tengahnya Diego Maradona, yang merupakan bintang kontroversial Piala Dunia tersebut.

Pada awalnya semua berjalan seperti yang diperkirakan. Di menit ke-55 Argentina memimpin dengan 2:0. Tetapi setelah itu kesebelasan Jerman bangkit dan bertarung lebih gigih. Berkat Rummenigge dan Völler, Jerman berhasil membuat kedudukan menjadi imbang 2:2.

"Ayo, sekarang kita kalahkan mereka!“, seru Maradonna kepada rekan-rekan timnya. Dengan sebuah tendangan terarah, ia mengoperkan bola di menit ke-83 kepada Burruchaga, yang berhasil membobol gawang Toni Schumacher. Argentina menang 3:2. Ini adalah akhir dari salah satu pertandingan final yang paling menegangkan dalam sejarah Piala Dunia.

Balas Dendam di Roma

Empat tahun setelahnya, Maradona harus menangis setelah pertandingan usai. Kali ini kesebelasan Jerman menjadi tim pemenang. Penonton yang menyaksikan pertandingan ini di stadion menilai, pertandingan berjalan tidak seimbang.

Para pemain Argentina sepertinya enggan bermain. Mereka sama sekali tidak punya peluang mencetak gol, dan tidak ada satupun tendangan penjuru yang dibuat tim Albiceleste. Selain itu dua pemain Argentina mendapat kartu merah karena bermain kasar. Di pihak Jerman, Andreas Brehme kali ini menjadi pahlawan kemenangan tim Panser, dengan golnya dari titiik penalti pada menit ke 85. “Ini pertandingan final yang sangat membosankan”, kenang Rudi Völler.

Kekerasan, Perjuangan dan Rivalitas

Duel Jerman-Argentina bisa dikatakan menjadi simbol permainan keras, kadang bahkan tidak sportif. Dalam pertemuan pertama mereka pada tahun 1958 di Swedia, Argentina kalah 1:3. Pelatih Argentina Guillermo Stabile melayangkan protes setelah pertandingan: “Kesebelasan saya tidak biasa main bola yang penuh kekerasan seperti ini.“

Pada tahun 1966, keadaan berbalik, Argentina lah yang dinilai bermain keras. Dalam pertandingan yang berakhir 0:0 ini, gelandang tengah José Rafaél Albrecht menyerang pemain Jerman Wolfgang Weber. “Sehari setelah pertandingan, saya masih bisa lihat bekas kakinya di paha saya“, kenang Weber.

Permainan keras yang diperagakan Argentina di tahun 1966 bahkan membawa pembaharuan di dunia sepak bola. Setelah pertandingan penuh skandal antara Argentina dan Inggris di babak perempa final, mulai diberlakukan kartu kuning dan kartu merah.

Secarik Kertas dan Dongeng Musim Panas

Sampai sekarang, di mata Jerman, Argentina masih merupakan kesebelasan besar yang akan dilawan dengan penuh semangat. “Sebelum pertandingan juga sudah banyak yang kami lakukan”, jelas Bastian Schweinsteiger, yang Sabtu ini (03/07) untuk ketiga kalinya akan bemain melawan Argentina.

“Mereka mengisyaratkan dan mencoba untuk mempengaruhi wasit. Menurut saya ini tidak boleh dilakukan. Ini menunjukkan, mereka tidak punya rasa hormat.” Pendapat Bastian Schweinsteiger ini terutama dipengaruhi oleh permainan babak perempat final di piala dunia 2006. Pertandingan ini juga diwaranai drama besar: Di stadion Olympia di Berlin, kesebelasan Jerman berhasil menyamakan kedudukan menjadi 1:1 pada menit-menit terakhir.

Kedudukan 1:1 masih belum berubah setelah waktu perpanjangan berakhir. Pemenang pertandingan ditentukan melalui adu penalti. Sebelum adu penalti dimulai, penjaga gawang Jerman Jens Lehmann mendapat secarik kertas dari mentornya, Oliver Kahn, berisi petunjuk menerka arah tendangan. Jens Lehmann berhasil menangkis bola Ayala dan Cambiasso.

Kertas ini sekarang dipajang di Musium Sejarah di Bonn, sebagai tanda bukti peristiwa yang disebut oleh warga Jerman sebagai “dongeng musim panas”. Pertandingan ini masih menjadi bab terakhir duel Jerman-Argentina di Piala Dunia.

Messi dan Harapan Besar

Bab berikutnya akan ditulis hari Sabtu (03/07) di Stadion Green Point di Capetown. Diego Maradona kembali menjadi bagian dari tim Argentina, kali ini sebagai pelatih.. Di kubu Argentina, para suporter menumpukan harapan kepada Lionel Messi. Pemain sepak bola kelas dunia ini diharapkan membawa kemanangan bagi timnya. Argentina kembali ingin membalas dendam.

Jens Krepela/Anggatira Gollmer

Editor: Yuniman Farid