1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kita, Kebohongan, dan Rohingya

7 Agustus 2012

Kekerasan yang terjadi atas kelompok Rohingya di Myanmar mendapat perhatian besar di Indonesia. Solidaritas atas kasus ini bermunculan. Namun sayang, kampanye atas tragedi ini dipenuhi rekayasa.

https://p.dw.com/p/15lDM
Kelompok Rohingya disebut PBB sebagai salah satu minoritas paling teraniayaFoto: Reuters

„Kita, Kebohongan, dan Rohingya“

Apakah kebohongan apalagi kebencian akan menyelamatkan Rohingya dari kekerasan?

Beberapa waktu terakhir, kelompok Islam radikal Indonesia berkampanye: selamatkan Rohingya. Mereka menuding, kelompok Buddha bekerjasama dengan tentara pemerintah Myanmar, membantai ribuan muslim Rohingya.

Lewat jejaring sosial dan media massa mereka menyebar foto yang memperlihatkan pendeta Buddha diantara tumpukan mayat, atau orang berlari dengan tubuh terbakar. Mereka memberi judul gambar itu: pembantaian Rohingya.

Belakangan kita tahu, itu adalah kebohongan. Foto biksu diantara mayat bergelimpangan itu sebenarnya adalah gambar para rahib Buddha yang sedang menolong korban tsunami. Foto lain yang menyertai kampanye kebencian itu juga palsu.

Mari kita periksa fakta sesungguhnya:

Kekerasan memang terjadi. Tapi tak ada pembantaian atas ribuan Rohingya. Korban tewas dalam kekerasan Juni lalu adalah 80 orang, dan itu berasal dari pihak muslim Rohingya dan Buddha.

Pelapor khusus PBB menyebut bahwa militer Myanmar melepaskan tembakan ke arah massa Rohingya, dan bersikap partisan dalam konflik. Badan dunia itu juga sejak lama menyebut bahwa Rohingya adalah salah satu kelompok minoritas paling teraniaya di dunia.

Tapi sekali lagi, tak ada pembantaian atas ribuan orang Rohingya.

Masalahnya kebohongan telah menyebar. Banyak orang terlanjur percaya bahwa pembantaian memang terjadi. Kelompok Islam radikal membuka pendaftaran jihad ke Myanmar. Tim Pembela Muslim Aceh mendesak pemerintah menutup vihara Buddha.

Kelompok yang tidak bertanggungjawab menggunakan peristiwa ini untuk menyebar kebencian kepada agama lain.

Masalahnya, kebohongan dan politisasi tidak akan membangun solidaritas. Cara itu justru menjauhkan simpati publik dari kelompok Rohingya yang memang teraniaya.

Solidaritas yang dibangun atas dasar kebencian terhadap kelompok lain, justru menjauhkan kita dari tujuan mulia: menyelamatkan Rohingya atas nama kemanusiaan.

Andy Budiman

Editor: Hendra Pasuhuk