1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

100511 Elfenbeinküste Wahrheitskommission

10 Mei 2011

Pantai Gading berniat membentuk komisi kebenaran dan rekonsiliasi untuk mengungkap pelanggaran HAM selama konflik kekuasaan di Abidjan. Tapi seperti lazimnya di Afrika, komisi itu juga tidak lolos dari bahya impunitas

https://p.dw.com/p/11D0d
epa02717434 Ivorian women walk past destroyed buildings following clashes in Yopougon, Abidjan, Ivory Coast 04 May 2011. More than 40 bodies littered the streets of Abidjan in Yopougon neighbourhood following fighting between Ivory Coast troops and the remnants of a militia loyal to deposed leader Laurent Gbagbo. The clashes indicate Ivory Coasts dificulty to restore security after a violent power struggle between Gbagbo and his rival Alassane Ouattara, who won a November election and is now the president. Many of the militia are thought to be hired mercinaries from Liberia. EPA/LEGNAN KOULA +++(c) dpa - Bildfunk+++
Elfenbeinküste Tote bei Unruhen in Viertel Yopougon von AbidjanFoto: picture alliance/dpa


"Masalahnya beragam. Tapi tekad kami kuat untuk menjadikan Pantai Gading bintang barat lagi."

Dengan kalimat tersebut pemenang hadiah nobel perdamaian dari Afrika Selatan, Desmond Tutu ingin memacu semangat warga Pantai Gading. Pasalnya buat warga di barat Afrika itu, rekonsiliasi pasca kejahatan HAM berat di beberapa bulan terakhir seakan menjadi tugas yang mustahil dituntaskan.

Kendati begitu Presiden baru Alassane Ouattara kembali menegaskan, Komisi kebenaran dan rekonsiliasi akan sesegera mungkin memulai tugasnya. Sebagai ketua komisi ia menunjuk bekas Perdana Menteri Charles Konan Banny.

Namun keputusannya itu sudah mengundang kritik bahkan sebelum komisi tersebut terbentuk sepenuhnya. Pegiat HAM Pantai Gading, Salamanta Porquet menilai, seorang politikus sebagai ketua komisi merupakan langkah yang kurang bijak. Meski dalam perkara Banny ia pun tidak dapat memberikan penilaian yang jelas.

Sosok Netral di Pucuk Komisi

Menurut Porquet, Pantai Gading membutuhkan sosok yang netral untuk memimpin komisi. Ia awalnya berharap komisi kebenaran dan rekonsiliasi diketuai oleh perwakilan dari organisasi masyarakat, karena jarang terlibat konflik kekuasaan, "hanya saja sosok semacam itu masih langka di Pantai Gading," katanya.

Banyak warga Pantai Gading mengkhawatirkan para pelaku akan lolos dengan mudah melalui komisi kebenaran dan rekonsliliasi. Karena hingga kini belum jelas konsekuensi apa yang menanti para pelaku jika mereka mengakui perbuatannya. Apakah mereka akan menerima pengampunan atau diajukan ke meja hijau?

Ketua komisi penyelidikan Mahkamah Perang Internasional, Luis Moreno Ocampo menyatakan akan menggelar penyelidikan resmi. Pegiat HAM Proquet pun menuntut agar komsisi rekonsiliasi bentukan Pantai Gading tidak diperkuat dengan wewenang memberikan amnesti, seperti yang lazim pada komisi-komisi serupa di Afrika sebelumnya.

"Mereka harus mempertimbangkan keunikan Pantai Gading dan mendengarkan apa yang diinginkan masyarakat," tuntut Porquet. Menurutnya komisi tersebut tidak bisa melangkahi masyarakat jika benar-benar ingin mencapai rekonsiliasi, "untuk itu luka yang diderita terlalu besar," tuturnya.

Trend Impunitas bagi Pelanggaran HAM Berat

Hingga kini komisi kebenaran dan rekonsiliasi di Afrika Selatan masih menjadi panutan di benua hitam itu. Komisi itu dibentuk pertengahan dekade 90-an untuk menyelidiki kejahatan HAM pada era Apartheid.

Nyaris pada setiap kasus negara-negara Afrika mencoba mencontoh komisi di Afrika Selatan, pasca genosida di Ruanda, setelah perang saudara di Liberia atau sekarang di Pantai Gading. Namun komisi Afrika Selatan pun tidak lolos dari tuduhan mengabaikan korban kekerasan. Karena seringkali pelaku yang mau bersaksi tidak hanya dilindungi dari proses hukum, melainkan juga dibebaskan dari denda ganti rugi buat keluarga korban.

Sebab itu banyak warga Pantai Gading menuntut, komisi kebenaran dan rekonsiliasi harus merancang sistem kompensasi buat keluarga korban. Karena pada akhirnya keberhasilan komisi tersebut bergantung pada penerimaan di masyarakat. Soal itu politikus, pegiat HAM dan pakar Afrika sepakat. Dan hanya melalui cara itu Pantai Gading bisa kembali menjadi bintang di barat Afrika, seperti yang diimpikan oleh Desmond Tutu.

Jan-Philipp Schloz/Rizki Nugraha
Editor: Koesoemwairia