1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Konflik Ukraina Seret Rusia ke Jurang Resesi

29 Januari 2015

Konflik seputar kawasan timur Ukraina menyeret Rusia jatuh ke dalam resesi akibat rangkaian sanksi ekonomi Barat. Selain itu, konflik Ukraina mulai jadi ancaman buat persatuan Uni Eropa.

https://p.dw.com/p/1ESVw
Symbolbild Ukraine Krise
Foto: AFP/Getty Images/S. Supinsky

Uni Eropa dan Amerika Serikat mengancam perluasan sanksi ekonomi terhadap Rusia, gara-gara eskalasi kekerasan terbaru di semenanjung Krimea yang menewaskan lebih dari 30 warga sipil. "Jika Rusia tidak segera menghentikan gempuran separatis di timur Ukraina, sanksi ekonomi lebih keras akan dijatuhkan kepada Moskow," tegas pemerintahan di Washington.

Amerika Serikat dan Ukraina telah menandatangani kesepakatan jaminan kredit senilai 2 milayr US Dolar untuk membantu stabilisasi ekonomi Ukraina yang dikoyak perang saudara. Kiev juga sedang menegosiasikan permohonan dana talangan dari IMF senilai 17 milyar US Dolar.

Sementara itu Presiden Ukraina Petro Poroshenko telah mengirimkan surat kepada Presiden Rusia Vladimir Putin untuk segera mengambil tindakan untuk menghentikan aksi kekerasan di kawasan timur Ukraina yang ingin menyempal. "Moskow harus segera menetapkan gencatan senjata dan mengimplementasikan kesepakatan perdamaian Minsk", papar kantor kepresidenan di Kiev.

Sanksi ekonomi yang dijatuhkan negara-negara Barat terhadap Rusia akibat aneksasi semenanjung Krimea ditambah jatuhnya harga minyak mentah, dilaporkan telah menjerumuskan Rusia ke dalam resesi. Lembaga pemeringkat kinerja ekonomi dan moneter terkemuka seperti "Standard and Poor" telah menurunkan rating mata uang Rubel ke peringkat "junk" atau nyaris tidak ada harganya.

Yunani Condong ke Rusia

Sementara dalam waktu bersamaan di dalam Uni Eropa muncul permasalahan baru. Dalam sidang istimewa menteri luar negeri Uni Eropa di Brussel, Belgia, yang dimulai Rabu (28/01/15), Yunani dan Siprus menyatakan menolak pernyataan Uni Eropa yang akan meningkatkan sanksi terhadap Rusia.

Karena belum disepakati secara aklamasi oleh 28 negara anggota, pembahasan sanksi lebih luas terhadap Rusia akan dilanjutkan Kamis (29/01/15). Perdana Menteri baru Yunani, Alexis Tsipras, berargumen, penolakan itu dilontarkan karena merasa tidak diajak berkonsultasi.

Yunani dan Siprus yang secara tradisi punya hubungan ekonomi amat erat dengan Rusia kini lebih condong membela negara yang dipimpin Vladimir Putin itu. Dengan penolakannya,Tsipras juga menunjukan kepada para pemilihnya, bahwa ia tetap mempertahankan haluan anti penghematan ketat yang ditetapkan Troika Eropa.

as/yf(rtr,dpa,afp,ap)