1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Konstitusi Baru Untuk Mesir

30 November 2012

Presiden Mursi dan kubu Islamis mengejar waktu. Dalam proses yang cepat, Majelis Konstitusi meresmikan rancangan konstitusi yang baru. Referendum sedang dipersiapkan.

https://p.dw.com/p/16tIK
Majelis Konstitusi Mesir
Majelis Konstitusi MesirFoto: AP

Majelis Konstitusi dalam rapat maraton sepanjang malam, membahas 234 pasal konstitusi dan langsung menyetujuinya. Demikian disampaikan Ketua Majelis Konstitusi Hossam al-Ghiraini di Kairo. Pemungutan suara disiarkan di televisi.

Dalam rancangan itu disebutkan, Islam adalah agama negara dan prinsip-prinsip Syariah Islam menjadi sumber terpenting dalam membuat undang-undang. Bahasa Arab menjadi bahasa resmi Mesir. Presiden akan menjabat untuk masa jabatan 4 tahun dan hanya bisa dipilih lagi satu kali saja. Semua anggota partai pemerintah di masa Hosni Mubarak dilarang melakukan kegiatan politik selama 10 tahun.

Majelis Konstitusi didominasi oleh kelompok Ikhwanul Muslimin dan kubu pro Mursi. Sedangkan kelompok Islam moderat, kubu liberal, sayap kiri dan Kristen sudah memboikot Majelis karena menganggap kelompok Islam hanya ingin memaksakan keinginannya.

Adu Kekuatan

Majelis Konstitusi sebenarnya punya lebih banyak waktu untuk membahas rancangan konstitusi. Tadinya rancangan itu akan dibicarakan sampai pertengahan bulan Desember. Namun tiba-tiba saja, pembahasan dipercepat. Langkah ini kelihatannya ditujukan untuk membungkam kelompok oposisi, yang menentang dekrit konstitusi yang dikeluarkan Presiden Mohammed Mursi baru-baru ini.

Latar belakang sengketa politik ini adalah pertarungan kekuasaan antara Mohammed Morsi dan lembaga peradilan. Mahkamah Mesir tadinya akan memutuskan pembubaran Majelis Konstitusi hari Minggu mendatang. Namun setelah Rancangan Konstitusi disetujui, Morsi kini bisa segera melaksanakan referendum tentang konstitusi yang baru.

Demonstrasi di Lapangan Tahrir

Morsi berjanji akan membatalkan dekrit presiden yang dikeluarkan minggu lalu, jika sudah ada konstitusi baru. Namun kelompok oposisi kelihatannya tidak percaya pada janji itu. Mereka bermaksud melanjutkan aksi protes di Kairo. Sementara Ikhwanul Muslimin dan kelompok Salafi menyatakan akan menggelar aksi tandingan, tapi tidak di Lapangan Tahrir sebagaimana direncanakan semula.

Tanpa konstitusi yang baru, belum bisa dilangsungkan pemilihan parlemen. Parlemen lama hasil pemilu dibubarkan bulan Juni lalu berdasarkan keputusan pengadilan. Pembubaran parlemen ketika itu memperuncing sengketa antara kelompok Ikhwanul Muslimin dan lembaga peradilan. Sekarang, kubu oposisi khawatir, pemerintahan Morsi akan membatasi kebebasan berpendapat dan kebebasan pers.

HP/AS (dpa, rtr, AP)