1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kontroversi Bursa ASI Online di Jerman

7 Februari 2014

Jual-beli ASI melalui internet bukan hal baru. Di AS dan Indonesia misalnya, sudah ada sejak bertahun-tahun dan kerap ada kekhawatiran akan resikonya. Di Jerman, tren ini baru dimulai dan sudah memicu diskusi.

https://p.dw.com/p/1B3gy
Foto: Fotolia/evgenyatamanenko

ASI adalah yang terbaik untuk bayi. Nasihat ini sudah didengar para ibu sejak bayi masih berada dalam kandungan. Namun, setelah sang bayi lahir, tidak semua ibu bisa menyusui seperti yang diharapkan. Di Jerman masalah ini juga dialami para ibu.

Tanja Müller dari Hamburg mengalami dua masalah berbeda saat menyusui. "Pada anak pertama, saya kesulitan memberikan ASI. Dan di anak kedua saya menghasilkan terlalu banyak ASI." Ia lalu berusaha untuk mencari sesama ibu menyusui untuk mencari dan menawarkan bantuan. Tapi tidak berhasil.

Pertama di Jerman

Lalu Müller mulai mencari informasi tentang jual-beli ASI melalui internet. Ia melihat, bahwa ia tidak sendirian. Banyak yang tertarik dengan hal tersebut. Di forum diskusi online dan Facebook ada ratusan ibu yang saling "membantu". Bahkan tidak sedikit ibu-ibu Jerman yang aktif membeli atau menjual ASI melalui situs luar negeri. Müller kemudian memutuskan untuk meluncurkan sendiri situs bursa jual-beli ASI di internet. Ini yang pertama di Jerman.

Baru dimulai awal tahun 2014, situs Tanja Müller sudah dipenuhi puluhan ibu yang menawarkan ASI. Harga untuk ASI bervariasi. Mulai dari 1 Euro per 100ml, hingga lebih dari 7 Euro atau sekitar 112.000 Rupiah. ASI yang dihargai lebih mahal biasanya disertai keterangan bahwa sang ibu hanya makan makanan organik atau adalah seorang vegan.

Setiap penjual juga diwajibkan mengisi formulir keterangan tentang kondisi kesehatan, serta makanan dan minuman yang dikonsumsi saat menyusui. Keterangan tersebut juga ditampilkan, saat calon pembali mengklik profil sang penjual. Namun, perhimpunan dokter anak mengatakan, tidak ada pengawasan independen resmi yang dilakukan terhadap para "penyumbang" ASI.

Tidak ada jaminan kualitas

"Penyumbang ASI bisa saja juga minum obat, narkoba, atau punya penyakit menular seperti AIDS atau hepatitis", ujar Wolfram Hartmann, presiden perhimpunan tersebut. Tidak ada kemungkinan bagi ibu yang membeli ASI untuk memastikan apakan susu asing tersebut benar-benar aman untuk dikonsumsi anaknya.

Bahkan susu tanpa bakteri atau racun pun bisa dipengaruhi kualitasnya setelah menempuh jarak transportasi hingga ke tujuan. Lagipula ASI harus sesuai dengan umur bayi yang hendak disusui, tegas Hartmann. Karena susu dari ibu yang memiliki anak berusia beberapa bulan, tidak bisa diberikan bagi bayi yang baru dilahirkan. Kandungan nutrisinya tidak sepadan.

Daripada membeli ASI dari orang lain, perhimpunan dokter anak Jerman menyarankan para ibu untuk membeli susu formula buatan pabrik untuk bayi.

vlz/hp (epd, kna)