1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Trump Ubah Politik Satu Cina

12 Desember 2016

Donald Trump presiden terpilih AS pertanyakan politik Taiwan yang sudah berlangsung empat dekade. Trump tegaskan tidak perlu berpegang pada politik selama ini tentang "satu Cina".

https://p.dw.com/p/2U7rg
China Donald Trump auf Titelseite einer Zeitschrift
Foto: Getty Images/AFP/G. Baker

Presiden terpilih AS Donald Trump dalam wawancara dengan Fox News hari Minggu kemarin mengatakan, ia tidak merasa "terikat pada kebijakan satu Cina". Kecuali jika AS mencapai kesepakatan baru dengan Cina mengenai hal-hal lainnya, termasuk perdagangan.

Global Times Cina beberapa jam kemudian setelah wawancara mempublikasikan sebuah komentar yang,menyebut Trump "naiv". Media Cina juga memperingatkan Trump hari ini, bahwa kebijakan "satu Cina" tidak bisa dinegosiasikan lagi. Jika politik itu disangkal, hal tersebut bisa memicu Beijing mengalihkan sokongannya, dan mendukung musuh-musuh AS.

Trump sudah menyulut kemarahan Cina, Jumat, 2 Desember silam karena melakukan pembicaraan per telefon dengan Presiden Taiwan Tsai Ing Wen. Beijing menganut politik, Taiwan termasuk wilayahnya yang membelot, dan siapapun yang beranggapan berbeda dianggap sebagai menghina.

Kombobild Trump und Tsai Ing-wen
Presiden Taiwan Tsai Ing Wen (kanan)Foto: Getty Images/T. Wright/A. Pon

Trump dekati Taiwan?

Pembicaraan telefon antara Trump dan Presiden Tsai Ing Wen adalah kontak pertama antara presiden atau presiden terpilih AS dengan Taiwan dalam kurun waktu sekitar 40 tahun terakhir. Adalah Presiden AS Jimmy Carter yang mengubah kebijakan diplomatik AS tahun 1979, dengan mengakui Taiwan sebagai bagian dari "satu Cina".

Dengan pernyataan lewat Fox News, Trump melontarkian sinyal, bahwa politik peninggalan era Carter akan diubah. Menyangkut pernyataan terkhir Trump dalam wawancara dengan Fox News kemarin, pemerintah Cina belum memberikan reaksi resmi.

Washington White House Trump bei Barack Obama
Trump ketika mengadakan pembicaraan dengan Presiden Barack Obama di Gedung Putih (10/11/2016)Foto: picture-alliance/abaca/O. Douliery

Setelah pembicaraan telefon pertama antara Trump dan presiden Taiwan, Gedung Putih yang saat ini masih di bawah kendali Obama mengontak pemerintah di Beijing dan menekankan, bahwa bagi Washington kebijakan yang berlaku tetap "satu Cina". Gedung Putih juga memperingatkan, semua kemajuan dalam hubungan Cina-AS bisa terkena dampak negatif akibat berkobarnya isu Taiwan. Posisi itu tetap dipertahankan pemerintah di bawah Obama yang akan segera mengakhiri jabatannya, setelah pernyataan terakhir Trump dalam wawancara Fox News.

Trump kritik terbuka Cina

Dalam wawancara itu, Trump juga secara lugas mengkritik Cina. Tepatnya ia mengkritik kebijakan mata uang Cina, aktivitas Cina di Laut Cina Selatan, dan sikap Beijing dalam konflik Korea Utara. Trump menekankan, apakah ia melakukan pembicaraan telefon dengan pemimpin Taiwan atau tidak, bukan urusan Beijing.

Trump menambahkan, "Sejujurnya, saya pikir malah sangat tidak menghormati, jika saya tidak menerima telefon itu." Trump disebutkan merencanakan untuk menominasikan Gubernur Iowa, Terry Branstad, yang terkenal "berteman" dengan Cina, untuk jadi duta besar AS berikutnya di Cina.

Tapi menurut kalangan dekatnya, Trump juga mempertimbangkan John Bolton, yang mengusulkan sikap lebih keras terhadap Beijing, untuk menduduki posisi penting di Departemen Luar Negeri. Dalam artikel yang dimuat Wall Street Journal Januari lalu, , Bolton mengatakan presiden AS berikutnya harus mengambil tindakan lebih keras untuk menghentikan agresi militer Cina di Laut Cina Selatan.

ml/as (ap, afp, dpa)