1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Korban Feri Sewol Lewati 100 Jiwa

22 April 2014

Satu persatu petugas membawa mayat yang baru ditemukan ke sebuah tenda di dermaga, dalam langkah pertama identifikasi korban feri tenggelam di Korea Selatan yang jumlahnya terus bertambah.

https://p.dw.com/p/1BltV
Foto: picture-alliance/dpa

Sejak para penyelam bisa memasuki feri yang tenggelam akhir pekan lalu, jumlah total korban terus merangkak naik. Hingga hari Selasa (22/4) para pejabat menyebut jumlah korban mencapai 104, sementara 200 lainnya dinyatakan masih hilang.

Jika ada mayat yang sulit teridentifikasi, maka detail seperti tinggi badan, panjang rambut dan pakaian mereka dipajang di sebuah papan tulis putih sebagai informasi bagi para keluarga yang mencari kerabatnya yang hilang.

Mayat-mayat itu kemudian dibawa ambulans menuju dua tenda untuk memisahkan mayat laki-laki dan perempuan. Para keluarga diam saat mendengar penjelasan petugas di luar tenda, kemudian mereka berbaris dan masuk. Hanya anggota keluarga yang diperbolehkan ke dalam tenda.

Untuk sesaat ada keheningan. Kemudian suasana pecah oleh tangis sedih, melolong. Sudah sepekan mereka tidak tahu apakah harus mulai berduka atau tidak, dan kini perasaan mereka tercabik-cabik.

“Bagaimana saya bisa hidup tanpa kamu? Bagaimana ibumu akan hidup tanpa kamu?” jerit tangis seorang perempuan.

Perasaan hancur menanti para kerabat yang anggota keluarganya masih hilang akibat tenggelamnya feri Sewol, atau paling tidak mereka yang mayat keluarganya telah ditemukan. Para keluarga yang sempat bermimpi adanya keajaiban sekarang hanya berharap orang-orang yang mereka cintai, mayatnya akan segera ditemukan, sebelum hilang ditelan samudera.

Kesalahan kapten kapal?

Sang kapten feri, Lee Joon-seok, dan dua anggota krunya telah ditangkap atas tuduhan lalai dan mengabaikan para penumpang yang membutuhkan pertolongan. Jaksa juga menahan enam kru lainnya, tapi belum mengeluarkan surat perintah mengenai alasan penangkapan.

Pejabat lokal mengirimkan surat yang memohon kepada pemerintah pusat untuk berusaha lebih banyak dalam upaya penyelamatan, sambil mengecam respon pemerintah pusat atas kasus ini. Surat itu juga mengkritik media karena dianggap ikut menyebarkan gosip palsu dan terus-menerus mengejar anak-anak pelajar yang selamat dari tenggelamnya feri tersebut.

“Anak-anak itu mengatakan, jika melihat jendela, mereka tiba-tiba takut air akan merenggut mereka. Apa yang dibutuhkan anak-anak itu adalah menstabilkan mereka secara maksimal,” kata Jang Dong-won, bapak salah seorang pelajar perempuan yang selamat.

Keluarga dan masyarakat Korea Selatan secara luas menanggapi kasus ini dengan marah. Sang kapten feri awalnya meminta para penumpang untuk tetap tinggal di dalam kabin mereka dan baru setengah jam kemudian mengeluarkan perintah evakuasi saat Sewol mulai tenggelam. Saat itu, kapal sudah sangat miring sehingga diyakini banyak penumpang yang terjebak di dalam.

Dalam pertemuan kabinet Senin lalu, Presiden Park Geun-hye mengatakan ”Apa yang dilakukan kapten dan sebagian kru kapal tidak bisa dimengerti dari sudut pandang akal sehat. Tidak bisa dimaafkan, perilaku pembunuh.“

Kapten Lee Joon-seok, 68 tahun, mengatakan ia menunggu mengeluarkan perintah evakuasi karena ombak saat itu kuat, air dingin dan para penumpang bisa tersapu ke laut. Namun para ahli kelautan mengatakan, dia seharusnya bisa memerintahkan para penumpang ke dek – di mana mereka bisa punya kesempatan lebih besar untuk selamat – tanpa meminta mereka untuk meninggalkan kapal.

Juru bicara satuan tugas darurat Koh Myung-seok mengatakan mayat-mayat korban, sebagian besar ditemukan di lantai tiga dan empat feri, di mana para penumpang kelihatannya berkumpul.

ab/ hp (rtr,ap,afp)