1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

080511 Opferschutz Deutschland

9 Juni 2011

Jika terjadi tindak kekerasan, orang lebih banyak mendiskusikan motif atau pelakunya, bukan korbannya. Para korban merasa tidak dipedulikan dan tidak tahu bagaimana mereka mengolah trauma yang dialami mereka itu.

https://p.dw.com/p/11Wok
Gambar simbol kekerasan dan penganiayaanFoto: Fotolia/Tanja Bagusat

Februari lalu, sekitar pukul setengah sebelas malam, Uwe H. seorang pemilik restoran dari Köln meninggalkan restorannya dan hendak pulang ke rumah. Tetapi beberapa menit kemudian, ia disergap dua orang bertopeng yang kemudian memukulinya dengan brutal, lalu kabur. Kedua pelaku hingga kini masih belum teridentifikasi.

Tidak Puas dengan Penanganan

Dan Uwe H. merasa tidak dipedulikan polisi, "Saya pikir, polisi bekerja terlalu rutin. Bagi seseorang yang langsung terkena musibah, ini sangat aneh, hanya diinterogasi begitu saja. Sehari sesudahnya, saya bahkan sebenarnya tidak benar-benar tahu apakah saya harus mengadu ke pengadilan. Saya merasa tidak ditanggapi dengan serius."

Luka bekas penganiayaan di wajah dan punggung Uwe kini telah sembuh. Ia hanya masih merasa sakit bila mengangkat barang yang berat. Tetapi tindak penganiayaan itu meninggalkan trauma. Sejak itu Uwe H. mulai mencoba melakukan penyembuhan diri.
"Menurut saya, dipukuli itu sangat menghina. Ini menimbulkan ketidakberdayaan. Tidak tahu bagaimana menanganinya."

Bagi Korban Tindak Kejahatan

Sebelum penganiayaan, Uwe H tidak mengetahui tentang organisasi "Weißer Ring" atau Lingkaran Putih. Organisasi ini khusus membantu korban-korban tindak kejahatan serta keluarganya. Anggota organisasi adalah orang-orang yang sangat mengetahui tentang dampak pengalaman trauma yang bisa sangat berbeda. Demikian diutarakan Veit Schiemann, juru bicara Weißer Ring.

"Gangguan tidur, rasa takut, depresi. Seluruh kehidupan seorang korban bisa berubah. Inilah perbedaannya dengan pelaku tindak kejahatan. Ia mungkin saja mendapat hukuman. Setelah keluar penjara ia dianggap telah diresosialisasi. Tetapi korbannya mungkin menderita seumur hidup," papar Veit Schiemann.

Weißer Ring didirikan tahun 1976 dan didanai melalui sumbangan sekitar 60.000 pendukungnya. Organisasi itu mengkritik orang-orang dan media di Jerman yang biasanya hanya tertarik kepada pelaku kejahatan, pada lingkungan kehidupan dan masa lalunya. Tetapi, "Bila semua mengejar pelaku, siapa yang tinggal bersama korban?" Demikian bunyi slogan Weißer Ring.

Bantuan Keuangan

Sekitar 3.000 relawan membantu korban menangani masalahnya. "Bantuan dimulai dengan mengurus korban kejahatan. Menemaninya setelah kejadian. Kemudian mendampinginya pergi ke pengadilan, ke berbagai lembaga terkait. Juga ada dukungan finansial bila memang terdapat kekurangan biaya yang terkait urusan pengadilan. Tapi Weißer Ring tidak memberikan dukungan bila yang diperlukan adalah bantuan profesional," dijelaskan Veit Schiemann.

Namun bantuan dari pengacara dan psikolog otomatis tidak dapat diperoleh oleh korban sebuah tindak pidana. Hanya orang yang mengetahui kemungkinan ini dan mengajukan permohonan bantuan keuangan atau konsultasi, punya peluang untuk mendapat bantuan. Kepolisian memang memiliki petugas khusus bagi perlindungan korban tindak pidana, tetapi karena banyaknya tugas, mereka tidak dapat menangani semua masalah.

Undang-undang ganti rugi bagi korban memang ada di Jerman. Tetapi menurut organisasi Weißer Ring, banyak orang yang tidak mengetahuinya, bahkan pengacara korban pun tidak. Undang-undang itu dibuat untuk membantu korban juga secara finansial. Namun untuk mendapatkan bantuan, korban harus mengajukan permohonan, kemudian menunggu jawaban apakah permohonan itu diterima atau tidak.

Uwe H. tidak ingin meminta ganti rugi, karena menurutnya, masih ada korban lain yang lebih memerlukan bantuan keuangan ketimbang dirinya. Baginya hanya ada satu jalan untuk melupakan penganiayaan itu, yaitu awal baru secara keseluruhan. Artinya menjual restoran dan pindah.

Taube Friedel/Christa Saloh

Editor: Vidi Legowo